Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Siapa Mau Sperma Donor ?

Inseminasi dengan sperma donor sudah berlangsung di indonesia, dipelopori oleh dr. sudraji sumapraja. banyak istri yang bersedia.

4 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah-tengah kita sekarang telah hadir beberapa orang anak yang lahir secara luar biasa. Usianya sekitar 3 tahun. Mereka bukan anak zina, sekalipun ayahnya memang tetap akan gelap. Sebab proses penghamilan ibunya melalui inseminasi buatan donor. Artinya indung telur si ibu dibuahi oleh sperma seseorang donor yang tak dikenal. Haramkah perbuatan itu? Dalam diskusi panel tentang inseminasi buatan yang diselenggarakan Seksi Spiritual Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pertengahan September, dr. H Ali Akbar, Ketua Pusat Studi Islam Sekolah Tinggi Kedokteran Yarsi, sambil mengutip surah Al Baqarah mengatakan yang halal adalah inseminasi buatan dengan pemberian sperma suami sendiri. Fatwa Majlis Kesehatan dan Syura' Departemen Kesehatan pun hanya membolehkan inseminasi buatan suami dan melarang yang donor. Para dokter nampaknya berhadapan dengan pilihan yang sulit. Sebab dari sekitar 3 juta pasangan tidakk subur di Indonesia ini 40% kelainan terletak pada istri, 40% pada suami sedang 20% lagi dari sebab-sebab yang belum diketahui. Jika sperma suami tak mampu membuahi telur karena berbagai kelainan mungkin bisa ditolong dengan inseminasi buatan dari sang suami. Tapi kalau sperma sang suami kosong, tak ada jalan lain kecuali inseminasi buatan dari donor. Apalagi kalau pasangan tersebut 'ngotot' untuk punya keturunan. Mungkin tak banyak ahli kandungan yang berani menolong pasangan dengan suami yang kosong dan istri yang bertelur subur. Sudraji Sumapraja, 44 tahun, yang bulan Januari 1980 meraih gelar Dokter , diam-diam sejak tahun 1976 telal berulangkali melakukan inseminasi buatan donor. "Kita tak bisa memulai sesuatu dengan menunggu persetujuan dari semua pihak. Selalu harus ada seorang pelopor," kata Sudraji yang menjabat Kepala Klinik Raden Saleh, Sub Bagian Reproduksi Manusia, RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dalam diskusi panel di UI, Sudraji belum mengetengahkan hasil pekerjaannya selama 4 tahun itu. Tetapi dia menyatakan kalau toh ada yang minta pertolongan dengan inseminasi donor akan dia lakukan. Kepada wartawan TEMPO dia berterus terang akan mengungkapkan jumlah dan seluk beluk pertolongannya itu dalam Kongres Ahli Kebidanan dan Kandungan yang akan berlangsung di Bandung 2 tahun mendatang. Anak dan kedua orang tua serta sang donor tetap dirahasiakan oleh Sudraji. Donornya sendiri kenalan baik Sudraji. Ada beberapa donor yang setiap kali dibutuhkan siap membantu Sudraji. Bentuk badan seperti tinggi, mata, golongan darah dan suku dari donor dicatatnya. Hingga kalau diperlukan bisa segera dipanggil. Kepada siapa sperma disumbangkan si donor, itu juga rahasia. "Dia hanya boleh muncul di muka pintu kamar praktek saya untuk menyerahkan sperma," katanya. Dokter yang juga menjadi dosen FKUI itu merasa prihatin melihat begitu besarnya jumlah pasangan tak subur di Indonesia. Dan begitu banyak di antara mereka yang mendambakan anak. "Sebagian dari mereka memang tidak menerima inseminasi donor tapi sebagian lagi menerimanya. Mengapa dunia kedokteran Indonesia tidak melayani yang menerima inseminasi dari donor ini?" ulasnya. Angka keberhasilan inseminasi buatan donor ini menurut catatan Sudraji tinggi sekali. "Karena donor yang kita cari adalah donor yang terbagus. Untuk seorang istri yang sehat. Sedangkan inseminasi buatan suami sendiri rendah. Karena di antara pasangan itu dari dulu sudah terjadi inseminasi tapi gagal terus". Dia mengemukakan angka keberhasilan inseminasi buatan suami sendiri sekitar 30% saja. Sedangkan sukses inseminasi donor tergantung angka waktu pertolongan. Dalam masa 3 bulan misalnya lebih 50% sudah berhasil hamil. "Yang terakhir, baru-baru ini saja, begitu sperma dimasukkan sudah hamil," kisah Sudraji Sumapradja. Mereka yang mendapat pertolongan dari Sudraji adalah pasangan yang sudah 3 sampai 5 tahun kawin berusia di atas 30. Sudah berusaha ke ujung dunia, tapi tak berhasil mendapatkan anak. Dia bahkan mensinyalir adanya suami yang sengaja membiarkan istrinya bergaul dengan anak-anak muda, karena dia tahu spermanya kosong. "Buat mereka ini lebih baik memilih inseminasi donor daripada melacurkan diri untuk mendapatkan anak," katanya. Beban Mental Ia menceritakan bahwa permintaan inseminasi buatan dari donor ini boleh dikatakan datang tiap hari ke meja prakteknya. Malahan ada pasangan yang mengajukan permintaan yang asing. "Saya ingin donor dari bangsa lain, supaya anak saya lebih pintar," kata sepasang pasien kepada Sudraji. "Nah ini 'kan permintaan aneh, mereka kira ada sperma super," tukas Sudraji. Soal kebahagiaan pasangan yang mendapat anak dari sperma donor ini menurut Sudraji terjamin. Ia melihat sendiri suami-suami itu menunggu istrinya seperti ayam jago yang sedang menunggu ayam betina sedang bertelur. Perkara beban mental yang bakal dihadapi anak itu kelak kalau dewasa juga tak dicemaskan ahli kandungan ini. "Kalau kita ingin membina anak itu menjadi orang yang baik, mengapa harus mengatakan apa yang terjadi. Jiwa orang kita tidaklah sejelek yang disangka. Lihatlah misalnya betapa orang mau memungut anak hanya sekedar untuk menghindarkan anak itu sebagai anak hasil perkosaan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus