Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Potret-Potret Bekas Basis

Keadaan desa-desa bekas basis PKI a.l: manisrenggo, bandar betsy (sum-ut), jengkol (ja-tim) tak banyak berubah. ada petani eks bti yang ditampung, ada peta ni non-bti yang malah tergusur.

4 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Potret-Potret Bekas Basis
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MANISRENGGO tak banyak berubah. Kecamatan di Kabupaten Klaten (Ja-Teng) ini tetap berdebu di musim kemarau, memutihkan daun tembakau dan palawija tanaman penduduk. Lebih dari itu sebagian dari seluruh areal kecamatan yang sekitar 3.000 ha itu, terdiri dari tanah kering bercampur pasir dari Gunung Merapi. Di luar Manisrenggo memang terlihat perubahan. Jalan menuju kesana mulus beraspal, sebuah dam di Sambirejo seharga Rp 26 juta sedang dibangun. "Itu hasil swadaya masyarakat," kata Soekandar, mantri polisi Manisrenggo. Di kecamatan itu juga sudah ada 4 SLTP, 1 SLTA, sebuah madrasah dan enam masjid. Orang seperti Giyo Utomo, 55 tahun, memang mengakui "Manisrenggo maju sejak zaman pembangunan ini." Tapi dia sendiri sebagai warga desa yang tak bertanah, merasa tak maju-maju. Sejak 1949 sampai sekarang tetap memahat batu nisan sambil memburuh tani di Desa Bendosari Kelurahan Tanjungsari, Manisrenggo. Banyak petani lain senasib dengan Giyo. Barangkali juga lantaran tak ada lagi cara bawon dalam musim panen. Bawon adalah persentase upah buat buruh pengetam padi. Sekarang lebih banyak dipakai cara tebasan -- diborongkan kepada orang yang biasanya mengambil buruh upahan dari luar. Di Manisrenggo, yang menggunakan cara bawon tinggal 10-17% saja. Dengan begitu lebih banyak lagi bu nlh tani yang kehilangan pekerjaan. Apalagi sejak 4 tahun lalu 9 buller masuk Manisrenggo untuk mengupas padi satu kemajuan tapi selalu disertai akibat banyak kaum wanita desa kehilangan pekerjaan. Mereka kini tidak lagi sempat memburuh sebagai penumbuk padi dengan lesung. Petani Manisrenggo rata-rata hanya memiliki tanah kurang dari 1 ha. Yang tak bertanah lebih besar lagi. Manisrenggo yang meliputi 16 kelurahan itu berpenduduk 35.000 jiwa lebih. Hanya sekitar 5.000 kk memiliki tanah rata-rata 0,5 ha (disebut kuli kenceng), selebihnya buruh 8.000 lebih buruh tani, 150 buruh industri. Di Klaten, sudah sejak 1911 tanah pertanian dipecah-pecah. Tapi tetap saja lebih banyak petani tak bertanah. Keadaan ini tentu saja merupakan sumber keresahan. Sehingga menjelang meletusnya G-30-S/PKI pada 1964/65, PKI memanfaatkan keadaan itu dengan melancarkan "aksi sepihak" dan dikenal dengan Peristiwa Manisrenggo. Di Desa Kranggan, Kecamatan Manisrenggo misalnya, pernah muncul aksi sepihak itu. Kasusnya bermula dari soal sewa-menyewa tanah. Kebetulan pihak penyewa kebanyakan terdiri dari orang-orang non-PKI yang berduit. Mereka disokong oleh kalangan NU atau bekas Masyumi. Sedang pihak kuli kenceng didukung oleh BTI/PKI. Siang hari, tanah digarap oleh penyewa, malamnya tanaman dicabuti pemilik tanah dan ditanami tanaman lain. Peristiwa yang lebih besar dari Manisrenggo muncul di Desa Gadungan, Kecamatan Wedi, juga di Klaten. Tanah negara di desa itu atas instruksi Presiden akan dipakai untuk perusahaan perkebunan tembakau. Tapi penduduk yang telah menempatinya mempertahankannya dengan dukungan BTI/PKI. Bentrokan fisik tak terelakkan, "sampai-sampai Pak Pratikto, Bupati Klaten waktu itu, juga akan diganyang oleh PKI," kata Soeripto Wiromartono, Kepala Desa Barukan Kecamatan Manisrenggo. Dikeroyok Ingat Peristiwa Bandar Betsy? Desa di Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, Sum-Ut, menjelang meletusnya G-30-S/PKI, terjadi bentrokan fisik antara para petani (yang didukung BTI) dengan pihak perkebunan. PTP IV (karet) bermaksud memperluas areal perkebunan yang sejak lama diusahakan oleh petani. Pertengahan Mei 1965, petani menghalangi traktor perkebunan menggusur tanah. Peltu Sudjono yang membantu mengamankan penggusuran itu dikeroyok beramai-ramai oleh sekitar 100 petani. Sudjono tewas. Dua tahun kemudian monumen Letda Anumerta Sudjono dibangun di atas taman seluas 1 ha, di tengah perkebunan karet. Tiga belas orang yang terlibat rata-rata dihukum 3,5 tahun 3 orang di antaranya 15 tahun. Meski digusur. 64 kk petani BTI di Bandar Betsy di antaranya ditampung di areal 25 ha di Lorong Tempel, satu di antara 5 lorong di Bandar Betsy. Belakangan, areal yang sempit itu oleh PTP IV diambil 8,2 ha hingga sisanya tinggal 16,8 ha. "Sekarang setiap kk hanya menggarap 1/2 rante, bahkan ada yang 1/4 rante. Itu hanya cukup untuk gubuk dan pekarangan sempit saja," ujar Suhardji, Kepala Desa Bandar Betsy sekarang 25 rante kira-kira seluas 1 ha. Luas Bandar Betsy 1.600 ha dihuni 445 kk -- dari areal tersebut sebanyak 1.369 ha diusahakan PTP IV. "Karena itu banyak petani yang memburuh ke desa-desa tetangga," kata Suhardji dengan prihatin. Di Jawa Timur, juga ada peristiwa seseram Bandar Betsy. Ceritanya bermula di tahun 50-an ketika ribuan penduduk menduduki perkebunan bekas milik Belanda di Desa Jengkol Kecamatan Ploso, 15 km arah tenggara Kediri yang waktu itu dikenal sebagai basis PKI. Lima tahun kemudian, pihak Perusahaan Perkebunan Negara menemui kesulitan menguasai tanah itu kembali. Meskipun kemudian ada kesepakatan menampung penduduk di lereng Gunung Kelud, pemindahan itu tidak mudah. "Di siang hari orang-orang dewasa pada menghilang," cerita seorang pensiunan Polri. Siang hari petugas perkebunan membersihkan areal, malamnya penduduk menanaminya kembali dengan pisang atau jagung. Akhirnya, 1961, pihak perkebunan mendatangkan traktor dikawal Polri. Tapi mereka dihadang penduduk. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Habis, banyak perempuan anggota Gerwani yang telanjang bulat menghadang traktor," lanjut pensiunan Polri itu. Akhirnya para petugas perkebunan dan anggota Polri itu disekap oleh penduduk sehari penuh di kandang kambing. Letda Pol. Soemarwan yang waktu itu membujuk penduduk, malah dikalungi cangkul dan sabit. Memikat Punai Akhirnya puluhan anggota ABRI "menyerbu". Penduduk bertahan. Tua, muda, laki, perempuan dan anak-anak Siap menghadang dengan senjata tajam. Ketika anggota-anggota ABRI itu melepaskan tembakan peringatan, ada penduduk berusaha merebut senjata api. Anggota-anggota BTI itu bubar setelah 8 orang di antara mereka menjadi korban. Setahun kemudian, awal 1962, mereka bersedia dipindahkan. Dan sekarang mereka tinggal terpencar di 5 desa Kecamatan Ngancar, di lereng Gunung Kelud. Rata-rata menanam nenas di areal I ha. "Mereka tidak lagi jadi masalah," ujar Sadikin, Kepala Desa Bedali, tempat 64 kk asal Jengkol kini bermukim. Penduduk di lereng Kelud ini umumnya miskin, tanahnya tandus. Tak sejengka pun yang bisa ditanami padi. Gambaran lain lagi di sebuah desa bekas basis PKI yang bernama Kampung Kolam di Kecamatan Percut Sungai Tuan, Deli Serdang di Sum-Ut. Kini desa seluas 600 ha (2/3 di antaranya sawah tadah hujan) dan berpenduduk 812 kk itu, setiap pagi desa ini mengirim 9 ton sayur ke Medan, menempuh jarak l6 km. Kecuali 10 orang bekas tapol PKI golongan B yang dibina secara khusus, umumnya penduduk kini hidup rukun. "Yang bekas PKI dan yang bukan tak jadi soal lagi," kata Mansur, Khatib masjid desa. Kini 95% penduduk beragama Islam. Dan sejak 1969 Supangkat, Kepala Desanya, menggalakkan pendidikan agama. Desa ini terdiri 12 lorong, setiap lorong memiliki surau dan sebuah STM alias serikat tolong-menolong. Desa itu kini nampak aman. Suwardi, 60 tahun, bekas pentolan BTI, kini malas keluar rumah. Lepas dari tahanan 1967, semula ia sering berjualan sayur ke Medan. Tapi ketika seorang anggota Koramil di Lubuk Pakam terbunuh, dia bersama 100 cks BTI lainnya ditahan 9 bulan. Sejak itu ia enggan bepergian. Untuk menghidupi keempat anaknya, sekarang ia menggarap sawah miliknya sendiri. Dan kadang-kadang memikat burung punai untuk dijual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus