Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Agar Vaksin Tak Menjadi Sekadar Asa

Pengembangan vaksin dan vaksinasi dilakukan dengan hati-hati.

24 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tim medis menyuntikkan vaksin kepada sejumlah warga dalam simulasi uji coba vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Abiansemal I, Badung, Bali, 6 Oktober lalu./ ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH berencana mendatangkan vaksin dari luar negeri untuk menekan penyebaran virus corona. Rencananya, sebanyak 3 juta vaksin siap pakai dari Sinovac, 100 ribu dari CanSino, dan 15 juta dari Sinopharm segera masuk ke Tanah Air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun banyak kalangan ragu terhadap keampuhan vaksin yang akan didatangkan pemerintah. Pasalnya, sampai saat ini semua produsen vaksin tersebut belum tuntas melakukan uji klinis tahap ketiga. Apalagi setelah uji klinis vaksin buatan AstraZeneca Plc dan Oxford University, Inggris, menjadi sorotan karena menyebabkan relawan meninggal seusai penyuntikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, memahami ekspektasi dan kekhawatiran masyarakat terhadap rencana vaksinasi pemerintah. Dia meminta publik cermat dalam memilah dan menyikapi informasi perkembangan penanganan virus corona, khususnya soal vaksin. “Kami ingin memastikan bahwa informasi publik yang disampaikan itu betul-betul akurat,” ujarnya, akhir Oktober.

Satgas berharap masyarakat tak berspekulasi tentang uji klinis dan berkembangnya informasi tidak resmi terkait dengan vaksin Covid-19. Wiku berjanji menyalurkan informasi secara transparan dan bertahap. “Sehingga, jika belum diumumkan secara gamblang oleh pemerintah, hal tersebut masih dalam tahap perumusan,” ucapnya.

Wiku mengatakan pemerintah masih menyelesaikan uji klinis fase ketiga pengembangan vaksin di Universitas Padjadjaran, Bandung. Menurut dia, ada beberapa tahap yang harus dilalui sebelum vaksin diproduksi.

Tahap pertama adalah pengembangan vaksin, yakni ilmuwan melakukan penelitian dasar dengan menelusuri mekanisme potensial berdasarkan ilmu sains dan biomedis. Pada tahap ini, ilmuwan meneliti virus dan sel-sel terkait dengan virus, lalu sel yang diinfeksi virus tersebut diperbanyak. Sel yang diperbanyak ini akan diteliti dan dilihat bagaimana reaksinya. Selanjutnya, virus diekstraksi dalam jumlah yang lebih banyak. “Pada tahap ini biasanya sudah mulai membuat vaksin dalam jumlah yang terbatas,” kata Wiku.

Tahap kedua adalah uji praklinis untuk memastikan vaksin yang dibuat diuji terhadap sel dan pengujian dilanjutkan pada hewan percobaan. Wiku mengungkapkan, tahap ini sering disebut studi in vitro dan in vivo. Tahap ini juga diperlukan guna mengetahui keamanan vaksin sebelum diujicobakan pada manusia.

Setelah uji praklinis berhasil, tahap selanjutnya adalah uji klinis fase pertama. Pada tahap ini, ilmuwan mengujicobakan vaksin pada manusia guna memastikan keamanannya. Dalam uji klinis fase pertama juga ditentukan rentang dosis aman untuk manusia. Syarat minimal dalam pengujian ini adalah 100 vaksin.

Kemudian masuk uji klinis fase kedua yang menggunakan sampel vaksin pada 100-500 orang. Para ilmuwan menilai dan memastikan keamanan pada manusia dapat tercapai. Adapun cara menilai efektivitas vaksin pada tahap ini adalah dengan kembali menentukan rentang dosis optimal dan frekuensi pemberian dosis paling optimal serta menilai efek samping jangka pendeknya.

Seusai fase kedua, uji klinis fase ketiga berlangsung dengan uji coba yang melibatkan sampel pada 1.000-5.000 orang. “Apabila fase ketiga ini tuntas dan hasilnya memuaskan, masuk fase berikutnya, yaitu fase persetujuan,” tutur Wiku.

Pada fase tersebut, vaksin mendapat persetujuan dari lembaga pengawas obat dan makanan serta kesehatan. Apabila semua tahap itu berjalan baik, vaksin bisa masuk ke tahap produksi dalam jumlah besar.

Sampai saat ini, kata Wiku, belum ada negara yang memproduksi vaksin Covid-19 secara massal. “Proses pengembangan vaksin dan vaksinasi dilakukan dengan hati-hati,” ujarnya.

Untuk memuluskan pendistribusian vaksin Covid-19, Wakil Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Jenderal Tentara Nasional Indonesia Andika Perkasa dan Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono, memastikan data masyarakat yang mendapat prioritas Covid-19. “Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan ujung tombak,” ucap Andika. Data BPJS Kesehatan akan menjadi basis data penyusunan masyarakat prioritas yang berhak atas vaksin.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan akan mendukung data yang dibutuhkan pemerintah untuk memberikan vaksin kepada masyarakat. Nantinya, basis data dibangun oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika dengan model daring (online). Data tersebut berisi fasilitas rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas untuk mendukung pemberian vaksin.

EKO WAHYUDI, ALI NUR YASIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus