Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Selama pandemi Covid-19, seluruh proses belajar memang dilakukan dari rumah. Sayangnya, pemenuhan hak anak di Indonesia terkait kesempatan untuk tetap mendapatkan materi pendidikan justru dihadapkan dengan berbagai tantangan. Salah satu kendala yang dihadapi saat pembelajaran jarak jauh adalah kemungkinan anak yang justru diminta bekerja daripada belajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah penelitian kualitatif yang dilakukan sejak awal Juni 2020 yang dilakukan di enam kabupaten dan kota di Indonesia oleh enam peneliti muda dampingan Wahana Visi Indonesia (WVI) membuktikannya. Ivon, remaja usia 13 tahun dari Nusa Tenggara Timur, misalnya. Ia mengaku telah mendapati adanya anak yang bekerja di kebun padi seharian selama musim panen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rata-rata anak usia sembilan tahun ke atas dipekerjakan di kebun pagi. Mereka dibayar Rp 30 - 50 ribu per hari untuk memanen padi. Akibatnya, kegiatan belajar di rumah menjadi terabaikan,” katanya dalam Media Briefing Child Led Research WVI pada Rabu, 8 Juli 2020.
Peneliti lain, Grace dari Sumba Timur juga menemukan adanya anak-anak di Waingapu yang beralih bekerja di pasar dan jalan raya. “Anak-anak menjual dagangan sirih pinang dengan menghentikan kendaraan di jalan sejak pagi hingga malam. Ini tentu sangat besar risiko untuk membuat mereka jadi target kekerasan fisik dan seksual,” kata remaja berusia 15 tahun itu.
Di kota besar seperti Jakarta, kendala yang sama juga dihadapi oleh anak selama pembelajaran jarak jauh. Khusnul yang berusia 16 tahun menemukan banyaknya anak-anak yang mengamen di jalanan dengan rupa manusia silver. “Selain cat tubuh itu berbahaya bagi kesehatan, anak juga rentan mengalami pelecehan di jalanan,” katanya.
Atas seluruh penemuan tersebut, keenam anak tersebut ingin beradvokasi melalui wadah Child Led Campaign - Indonesia Joining Forces (CLC-IJF) sebagai Suara Anak Indonesia. Mereka berkoalisi dengan anak-anak dari 12 provinsi lainnya melalui child online platform CLC-IJF bersama Forum Anak Nasional untuk yang terus mendorong permasalahan yang melanggar pemenuhan hak dan perlindungan anak melalui rangkaian dialog dengan pemerintah yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Pendidikan, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.