Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Talk dan Kontroversi Kanker Ovarium

Penggunaan bedak talk di area genital perempuan dituding dapat menyebabkan kanker ovarium. Produk berbasis talk yang dipasarkan di Indonesia aman digunakan.

18 September 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Talk dan Kontroversi Kanker Ovarium

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ritual bepergian Fadila berubah setahun lalu. Sebelum keluar dari rumah, biasanya ia akan membubuhkan bedak bayi di area selangkangannya agar tak lembap. "Keringat saya banyak, jadi risi," ujar perempuan 29 tahun itu.

Setelah membaca berita tentang perempuan yang menderita kanker ovarium setelah bertahun-tahun menggunakan bedak bayi di wilayah genitalnya, Fadila menghilangkan kebiasaan tersebut. Ia memilih area kewanitaannya lembap ketimbang berisiko menderita kanker saat tua nanti. "Siapa yang mau kena kanker?" kata pegawai swasta di Setiabudi, Jakarta Selatan, itu.

Penggunaan bedak bayi di area genital yang dihubungkan dengan kanker ovarium kembali menjadi perbincangan pada bulan lalu ketika juri di Pengadilan California, Amerika Serikat, memenangkan gugatan Eva Echeverria terhadap Johnson & Johnson. Pengadilan memerintahkan perusahaan itu membayarUS$ 417juta(sekitar Rp 5,5 triliun) kepadaEcheverria.Perempuan 63 tahun itu mengklaim menderita kanker ovarium setelah menggunakan talk bayi keluaran Johnson & Johnson setiap hari selama puluhan tahun di area genital.

Ini bukan gugatan pertama terhadap perusahaan multinasional asal Amerika Serikat itu. Awal tahun lalu, pengadilan di Missouri memenangkan gugatan yang diajukan keluargaJackie Foxterhadap perusahaan itu. Anak angkat Fox,Marvin Salter,melayangkan gugatan setelah Fox meninggal akibat kanker ovarium pada Oktober 2015. Sebelum didiagnosis menderita kanker, Fox menggunakan produk Johnson’s Baby Powder dan bedak Shower to Shower setiap hari selama beberapa dekade. Pengadilan memerintahkanJohnson & Johnson membayar ganti rugi kepada keluarga Jackie Fox US$ 72 juta(sekitar Rp954,5 miliar).

Eva Echeverria menuding perusahaan besar itu menyembunyikan informasi dari masyarakat tentang risiko kanker pada pemakaian produk berbahan dasar talk. Namun pengacara Johnson & Johnson membantah hal ini. "Kami akan mengajukan permohonan banding. Produk kami merupakan hasil penelitian ilmiah. Kami mendukung keamanan terhadap bedak bayi produk kami," ujar perwakilan Johnson & Johnson seperti dikutip The Guardian. Sampai Agustus lalu, ada 4.800 gugatan serupa yang dilayangkan kepada perusahaan itu.

Country Leader of Communications & Public Affairs PTJohnson & Johnson Indonesia,Devy Yheanne, mengatakan dua produk yang dipermasalahkan oleh para penggugat, yakniJohnson’s Baby PowderCornstarch with Aloe & Vitamin E dan Johnson’s Baby Powder Calming Lavender & Chamomile, tidak dijual di Indonesia. Dua bedak bayi tersebut hanya diedarkan di Amerika Serikat.

Menurut Devy, semua produk berbasis talk yang dipasarkan di Tanah Air aman digunakan. "Badan Pengawas Obat dan Makanansecara resmi telah menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir karena produk bedak bayi Johnson’s yangberedar di Indonesia dan ternotifikasi secara resmi di BPOM tidak mengandung bahan yang dapat memicu kanker," katanya.

Beberapa hari setelah putusan yang dilayangkan keluarga Jackie Fox,BPOM menyatakan kedua produk tersebut tidak ada dalam data mereka. Produk bedak bayi tersebut tak mengandung bahan dilarang yang dapat memicu kanker sehingga masyarakat tak perlu waswas. Komposisi produk bedak bayi perusahaan tersebut umumnya adalahtalkdengan kadar 98-99 persen.

Talk merupakan mineral alami yang ditambang dari tanah dan mengandung magnesium, silikon, oksigen, dan hidrogen. Mineral ini digunakan sebagai kosmetik sejak zaman Mesir kuno. Sampai abad ke-19, talk digunakan untuk mengatasi iritasi kulit akibat plester, juga mengatasi ruam popok. Selain digunakan untuk bahan bedak, talk antara lain digunakan buat melapisi permukaan permen karet agar tak lengket, meningkatkan kejernihan minyak zaitun, dan melapisi tablet.

Devy mengatakan perusahaan lain juga menggunakan talk sebagai bahan dasar bedak bayi. Bahan ini telahresmi diterimauntuk digunakan dalam produk kosmetik dan perawatan pribadi di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Asia. Tak ada yang membuktikan talk berhubungan dengan kanker ovarium. Tinjauan kembali terhadap bukti ilmiah yang diberikan penggugat pun tak cukup mendukung klaim bahwa talk dapat menyebabkan kanker ovarium. "Selain itu, tak ada satu pun otoritas kesehatan pemerintah di dunia yang menyimpulkan bahwa talk menyebabkan kanker ovarium," ujarnya.

Menurut Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen BPOM Ondri Dwi Sampurno, umumnya bedak tabur yang beredar di Tanah Air berisi talk, mineral kaolin, logam stearat, zinc oxide, titanium dioxide, silikat, pati, pewarna, pewangi, antioksidan, dan pengawet. Semua komposisi ini diizinkan oleh BPOM. Lembaga tersebut antara lain menguji mikrobiologi dan logam berat yang bersifat toksik untuk menjamin mutu dan keamanan semua produk yang ternotifikasi. "Bahan-bahan yang digunakan dalam suatu kosmetik dan bedak pada khususnya harus memenuhi persyaratan keamanan serta kemanfaatan sehingga dapat menghasilkan produk bedak yang aman, bermutu, dan bermanfaat," katanya.

Salah satu bahan bersifat toksik yang dilarang BPOM adalah asbes. Mineral ini terbukti bisa menyebabkan kanker paru-paru. Kalau ada produk yang didaftarkan masih mengandung bahan ini, BPOM akan menolak proses notifikasinya.

Penelitian International Agency for Research on Cancer (IARC), lembaga di bawah Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyimpulkan bahwa talk yang mengandung asbes memang bersifat karsinogenik pada manusia. Dalam bentuk alaminya, talk mengandung unsur asbes. Tapi, sejak 1970, di Amerika Serikat penggunaan talk harus bebas asbes.

Meski sudah terbebas dari asbes, hasil studi IARC juga menyimpulkan, berdasarkan bukti terbatas, penggunaan bedak di area genital mungkin bersifat karsinogenik. Tapi, menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan Kartiwa Hadi Nuryanto, kesimpulan ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Lantaran belum jelas apakah memang benar kanker tersebut muncul karena penggunaan bedak atau masalah lain. Yang sudah terbukti menjadi faktor risiko antara lain usia, genetik, obesitas, terapi sulih hormon estrogen, dan riwayat menderita kanker payudara.

Penelitian lanjutan terkait dengan penggunaan talk perlu dilakukan dengan mengambil subyek penelitian yang bersih dari faktor risiko kanker ovarium. Studi tersebut juga harus membandingkan antara subyek yang menggunakan talk di area vagina dan yang tidak. "Sehingga jelas apakah benar berhubungan atau tidak," ujar pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini.

Nur Alfiyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus