Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tampon 39 juta rupiah

Lienaeni wahab sugeman, 32, didampingi mas achmad (lbh) mengadukan dr binsar sm ke mkek dan menuntut rp 39 juta. akibat kecerobohan menangani operasi steril, potongan tampon tertinggal diperut. (ksh)

18 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAWAL dari kecerobohan dokter melakukan operasi sterilisasi, penderitaan Nyonya Lienaeni Wahab Sugema menjadi berkepanjangan. Pembedahan yang dilakukan terhadapnya terjadi dua tahun yang lalu, tapi keluhan sakit yang diidap ibu lima anak berusia 32 tahun itu masih terasa sampai kini. Dengan alasan itulah Lembaga Bantuan Hukum (LBH), yang mendampingi keluarga Wahab Sugema sejak tahun lalu, melayangkan berbagai surat. Juli lalu, sebuah surat dikirimkan ke Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) Cabang DKI, mengadukan kasus Ny. Lienaeni yang ditangani dr. Binsar Sm. di RS Polri, Kramat Jati, itu. Hingga pekan lalu belum ada kepastian mengenai kasus ini. Namun, Ketua Umum Pengurus Besar IDI, dr. Kartono Mohamad, mengakui kasus itu sudah sampai di IDI Pusat, dan MKEK sedang melakukan pengumpulan data. "Kami menunggu balasan dari MKEK," ujar Mas Achmad dari LBH pekan lalu. Ia mengaku, telah mengirimkan pula surat ke Menteri Kesehatan dan Kapolri. Dalam suratnya kepada MKEK, LBH menguraikan kronologi kasus Ny. Lienaeni. Ibu rumah tangga penduduk Kelurahan Pabuaran, Cibinong, ini menjalani operasi sterilisasi pada 22 Agustus 1984 di RS Polri, Kramat Jati, dan keesokan harinya diperkenankan pulang -- sterilisasi memang pembedahan kecil. Lima hari kemudian, benang jahitan dicabut setelah luka menutup. Sampai proses ini, pembedahan tampak normal. Namun, sesudah itu, pasien mulai mengalami penderitaan. Sulit makan karena makanan senantiasa dimuntahkan, sulit buang air bahkan sulit "buang angin". Di samping itu, muncul keluhan sakit yang hebat di sekitar bagian perut. Berat badan Ny. Lienaeni pun susut. September 1984 Wahab Sugema membawa kembali istrinya ke RS Polri dan menemui dr. Binsar yang melakukan operasi dulu. Ny. Lienaeni kembali dirawat, dengan kasus infeksi. Dari lubang yang dibuat pada bekas operasi, dikeluarkan cairan bercampur nanah -- yang mengalir terus dalam 24 jam selama beberapa hari. Dalam proses yang cukup mencemaskan ini para dokter yang merawat sempat putus asa dan merasa tak sanggup menemukan penyebab infeksi. Oktober 1984, secara kebetulan, perawat yang sedang mengganti perban menemukan potongan tampon (pencegah perdarahan) mencuat dari luka. Penyebab infeksi ditemukan: ketika operasi sterilisasi dilakukan, tampon itu tertinggal di dalam perut, dokter lupa mengangkatnya ketika menjahit bekas sayatan operasi. Tampon yang dikeluarkan kemudian bercampur dengan darah dan nanah -- akibat infeksi berbulan-bulan -- mengeluarkan bau bangkai. Menghadapi keadaan itu, dan keputusasaan dokter sebelumnya, Ny. Lienaeni mengalami stres. Ia, menunjukkan berbagai kelainan sikap. Desember 1984 perawatan terpaksa diputuskan sementara. Ny. Lienaeni diperkenankan pulang dan selanjutnya dirawat di rumah. Pihak rumah sakit mencemaskan, lingkungan rumah sakit yang menimbulkan trauma akan mengganggu keseimbangan jiwa Ny. Lienaeni. Simpati memang datang dari pihak rumah sakit dan dr. Binsar setelah peristiwa itu. Laporan LBH menyebutkan, keluarga Wahab Sugema mendapat bantuan susu bubuk untuk bayi mereka dan juga uang. Namun, masih menurut LBH, keluarga pasien kemudian disodori semacam surat perjanjian tidak akan menyusahkan rumah sakit di masa mendatang. Wahab Sugema menolak dan minta bantuan LBH. Sesudah itu, Juli 1985, muncullah semacam ancaman halus yang disertai permintaan agar mencabut kuasa ke LBH. Binsar Sm. ketika ditemui di RS Polri tak bersedia memberi komentar. "Maaf, semuanya sudah saya serahkan pada atasan," katanya. Ketika kronologi kasus yang dibuat LBH dikonfirmasikan, ia mengelak pula. "Wah saya belum terima surat itu," ujarnya. Pihak rumah sakit, dalam surat keterangan yang tidak bercap dan tanpa tanda tangan, menerangkan, pada kasus Wahab Sugema terdapat unsur pemerasan. Ny. Lienaeni ketika ditemui di kediamannya di sebuah tempat di daerah Jawa Barat yang dirahasiakan -- tampak lebih sehat. Namun, ibu itu mengaku tak banyak bisa melakukan tugas rumah tangga. Keluhan masih terus juga dirasakannya. "Kalau banyak bergerak, perut dan kaki saya bengkak," katanya, "pada bekas operasi muncul benjolan-benjolan yang terasa perih dan panas." Di samping itu, ia mengeluh pula sering mengalami semacam keputihan. Dari dokter yang merawat Ny. Lienaeni sesudah terjadi salah operasi, tak bisa didapat konfirmasi yang jelas apakah gejala-gejala fisik yang tampil sekarang merupakan komplikasi salah operasi. Namun, dokter yang tak mau disebutkan namanya itu memperkirakan memang telah terjadi infeksi berat akibat tertinggalnya tampon pada pembedahan. Munculnya lendir pada vagina seperti keputihan, menurut dokter itu, akibat stres yang berkepanjangan. "Ia sekarang memang mudah putus asa,"ujar Wahab Sugema tentang istrinya. Selain karena pengalaman pahit dua tahun lalu, agaknya karena musibah yang beruntun datang kemudian. Sugema mengisahkan, setelah kesalahan sterilisasi itu, istrinya kehilangan mata pencarian sebagai pengusaha salon. Sugema sendiri, karena berbulan-bulan menunggui keadaan istrinya yang tak menentu, juga kehilangan pekerjaannya di sebuah pabrik di Cibubur. Dalam kekalutan itu pula, dua dari kelima anak pasangan itu terserang penyakit paru-paru. Seperti kasus-kasus malpratice lain, sulit diramalkan bagaimana penyelesaian kasus Ny. Lienaeni ini. Masih belum ada ketegasan apakah kasus ini akan masuk pengadilan. Kendati Wahab Sugema memegang daftar kerugian yang dituntutnya Rp 39 juta, ia menyangkal mau melakukan pemerasan. "Kalau saya tidak diminta, saya tidak akan mendaftarkan kerugian saya," katanya, "yang saya inginkan, mereka jangan menangani kami-kami secara serampangan, lalu meremehkan kami." Jis., Laporan Aji Abdul Gofar (Bandung) & Gatot Tryanto (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus