ILMU kedokteran mencatat sebuah peristia penting: sebuah tim dokter yang dipimpin Dr. Michael R. Harrison untuk pertama kalinya berhasil membedah janin berusia 23 minggu, tanpa mengganggu plasenta dan memutuskan ari-ari. Janin yang menjalani pembedahan saluran kencing dalam masa pertumbuhannya di dalam perut ibu itu lahir dengan selamat, dan dua pekan lalu ia genap berusia 1 tahun. Karena masa "perjuangan" satu tahun yang dianggap kritis sudah lewat, pembedahan spektakuler itu dinilai berhasil. Dan itulah sebabnya baru akhir bulan ini, Dr. Harrison bersama timnya akan menyampaikan laporan ilmiahnya di Universitas California tempat ia bekerja. Operasi janin memang merupakan perkembangan mutakhir dalam dunia kedokteran. Amerika Serikat termasuk negara perintis dalam mencoba ikhtiar ini yang hingga kini dianggap musykil. "Upaya baru ini tidak berdiri sendiri," ujar Dr. Harrison. Menurut ahli bedah anak itu, perkembangan operasi janin sangat ditentukan oleh kemampuan diagnosa kehamilan. Terdapat berbagai cara untuk mengetahui kesehatan janin di dalam perut, yang paling populer adalah teknik ultrasound. Kasus-kasus yang merangsang para ahli bedah anak untuk melakukan percobaan ialah penyakit-penyakit hidrosefalus atau "air di dalam otak" dan hidronefrosis yaitu terganggunya saluran kencing. Janin dengan kelainan-kelainan ini biasanya meninggal ketika lahir. Padahal, bila cairan pada otak bisa dikeluarkan, dan bagian yang tersumbat pada saluran kencing bisa dibuka, kemungkinan besar bayi bisa diselamatkan. Harrison bersama timnya lebih banyak melakukan percobaan menolong janin yang tersumbat saluran kencingnya itu. Mitchel, yang dapat ditolongnya dengan sukses, adalah bayi ketiga dan percobaan Harrison tentu, yang pertama berhasil. Dua janin lainnya, yang menjalani pembedahan di tahun 1982, sempat lahir, tapi ternyata meninggal. Yang seorang segera meninggal begitu lahir karena kerusakan ginjal dan paru-paru -- ini merupakan akibat langsung tersumbatnya saluran kencing. Yang seorang lagi sempat bertahan selama enam bulan, tapi meninggal karena komplikasi kelahiran. Toh pilihan tak banyak bagi bayi dengan kelainan tersumbatnya saluran kencing itu. Bila upaya operasi tidak dilakukan, janin pun tak akan punya kesempatan lahir hidup. Dan itulah yang nyaris terjadi pada Mitchel, yang kini berusia satu tahun dua pekan. "Awalnya saya memeriksakan kehamilan pada usia janin enam bulan," ujar ibu Mitchel mengisahkan. Ibu yang hingga kini minta nama keluarganya dirahasiakan mengungkapkan, karena ia punya keturunan kembar, ia ingin bersiap-siap, kalau-kalau anak di dalam kandungannya kembar juga. Itulah pangkalnya ia melakukan pemeriksaan intensif. Ternyata, hasil diagnosa malah membuat ia sangat terkejut. Dokter yang memeriksa secara intensif menggunakan sonogram dengan berhati-hati mengemukakan tidak ditemukan cairan amniotik. -- air seni bayi. Ini menandakan bahwa saluran kencing janin di dalam perut ibu berusia 32 tahun itu terblokir total. "Padahal, saya sudah merasakan bayi di perut saya sudah menendang-nendang," kata sang ibu. Kendati ini berita yang sangat buruk, dokter yang memeriksa menyatakan masih ada harapan. Ibu Mitchel diminta berkonsultasi dengan tim Harrison di Universitas California, San Francisco. Harrison tak segera memutuskan untuk melakukan pembedahan. Ia minta agar orangtua Mitchel sungguh-sungguh mempertimbangkan semua hal. Artinya, sang Ibu harus menjalani dua kali operasi. Yang pertama untuk bedah janin, dan yang kedua operasi Cesar pada kelahiran. Artinya, keselamatan ibu juga harus dipertimbangkan, karena risiko kematian juga ada. Di sisi lain bila pembedahan tidak dilakukan, kesempatan janin 0%. Ibu Mitchel memilih menempuh risiko bagi dirinya sendiri. Pembedahan pun dilakukan, 22 Juli 1985. Ibu Mitchel mendapat anestesi dengan Halotan, agar terjadi relaksasi penuh baik ibu maupun janinnya. Lalu dengan hati-hati Harrison bersama timnya membuat sayatan sepanjang 15 sentimeter di bagian atas perut sang ibu. Sayatan dengan peralatan khusus, yang bisa sekaligus mencegah perdarahan. Dari lubang itulah Mitchel ditarik ke luar. Yang luar biasa, tak seluruh tubuh janin Mitchel ditarik ke luar. Hanya bagian kaki sebatas perut. "Sebab, bagian atas dan ari-ari tak boleh berhubungan dengan udara," kata Harrison menjelaskan. Lalu dengan cekatan Harrison membuat lagi sayatan, kali ini pada punggung bayi. Dan dari lubang di punggung ini ia meraih saluran kencing, dan memperbaikinya. Ini sebuah proses mahasulit yang membutuhkan keterampilan bedah tingkat tinggi dan kecermatan luar biasa. Mula-mula, Harrison menyatukan kandung kencing bayi dengan kulit perut, agar pembuluh-pembuluh yang sangat halus tetap hidup. Kemudian, ia mengalirkan cairan garam ke saluran kencing yang sangat halus untuk merangsang produksi cairan amniotik. "Cairan amniotik ini sangat penting bagi pertumbuhan bayi," katanya, "tanpa cairan ini paru-paru janin tak akan bisa tumbuh." Setelah perangsangan cukup, proses terakhir pembedahan adalah menyatukan saluran kencing Mitchel dengan kantung cairan amniotik. Kemudian, Mitchel secara hati-hati dikembalikan ke dalam kandungan, dan perut ibunya dijahit kembali. Seluruh pembedahan berlangsung hanya tiga menit. Metode pembedahan terhadap Mitchel, menurut pengakuan Harrison sendiri, belum pernah diterapkannya pada percobaan lain. Ini khususnya karena usia kehamilan Mitchel sudah cukup tua, dan ginjalnya tak menunjukkan kelainan yang berarti. "Biasanya tersumbatnya saluran kencing juga menimbulkan tekanan cairan pada ginjal hingga ginjal tak bisa tumbuh," ujar Harrison. Pada Mitchel, sebuah ginjalnya hanya berfungsi 50% tapi kondisi itu masih bisa ditoleransi. "Di masa mendatang mungkin Mitchel harus menjalani transplantasi ginjal, tapi itu bukan pembedahan yang mengandung risiko," kata Harrison lagi. Pada dua pembedahan saluran kencing yang terdahulu, Harrison menjalankan metode yang berbeda. Pada saluran kencing yang tersumbat, Harrison mencoba memasangkan pipa pembuka sebesar batang padi untuk menjaga sirkulasi cairan-cairan. Namun, kedua operasi ini gagal. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini