Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kontroversi yang berlangsung bertahun-tahun itu akhirnya berjawab. Lembaga Penelitian Internasional tentang Kanker (IARC), bagian dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyatakan radiasi telepon seluler bisa memicu timbulnya kanker otak. Dengan demikian, radiasi ponsel termasuk golongan zat karsinogenik atau penyebab kanker, seperti timbel, hasil pembuangan mesin, dan kloroform. Pernyataan itu dilansir sepekan sebelum The World Brain Tumor Day pada 8 Juni.
WHO tentu tak sembarangan mengeluarkan ”fatwa”. Keputusan itu diketok berdasarkan hasil pertemuan kelompok kerja 31 ilmuwan dari 14 negara di Lyon, Prancis, 24-31 Mei lalu. Dalam hajatan tersebut, para ahli membahas bertumpuk data penelitian kanker pada manusia, percobaan pada binatang, mekanisme kemungkinan terjadinya kanker, dan data-data lain yang relevan. Namun Direktur IARC Christopher Wild memberi catatan kaki, ”Perlu dilakukan penelitian lanjutan”—hal yang lumrah dalam setiap temuan ilmiah.
Salah satu landasan kesimpulan adalah peningkatan risiko terjadinya glioma—salah satu tipe kanker ganas di otak—yang diduga berkaitan dengan penggunaan ponsel. Menurut data Global Burden of Cancer pada 2008, terdapat 237.913 kasus baru kanker otak di seluruh dunia, dua pertiganya glioma.
Tentu tidak semua pihak setuju dengan kesimpulan WHO. Bantahan, antara lain, disampaikan Asosiasi Industri Telekomunikasi Seluler dan Wireless (CTIA-The Wireless Association). Mereka mengutip Komisi Komunikasi Federal Amerika Serikat yang menyatakan, ”Tak cukup bukti ilmiah penggunaan telepon seluler bisa menyebabkan kanker.”
”Membaca rekomendasi WHO harus-hati-hati,” kata dokter Muhammad Firdaus, ahli kanker dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, Rabu dua pekan lalu. Menurut dia, dalam rekomendasi tersebut, faktor lingkungan ikut berpengaruh. Radiasi elektromagnetik ponsel bukan penyebab tunggal kanker otak. ”Radiasi ponsel dicurigai, tapi belum menjadi faktor utama pemicu kanker otak,” kata dokter spesialis bedah saraf ini.
Toh, wajar bila kita menjadi lebih waspada karena tren penggunaan ponsel terus meningkat. Berdasarkan penelitian Research on Asia pada 2006, pengguna ponsel di Indonesia hanya 68 juta, tahun berikutnya menjadi 94,7 juta. Pada akhir 2008, jumlah penggunanya menjadi 101 juta, setahun kemudian 118,2 juta, dan tahun lalu 133 juta—hampir separuh total penduduk Indonesia, yang diperkirakan 250 juta.
Fakta yang juga perlu diwaspadai, sebagian besar pengguna ponsel adalah remaja. Bahkan anak-anak sudah akrab menggunakan telepon nirkabel itu. Apalagi harga telepon jenis ini kian murah dengan hadirnya produk Cina.
Jika benar paparan radiasi ponsel menyebabkan kanker otak, di masa mendatang bisa muncul ”wabah” kanker otak. Apalagi menurut Firdaus, angka kejadian kanker otak di Indonesia, juga dunia, cenderung meningkat. Tren itu dicatat WHO dan persatuan-persatuan kanker di berbagai negara.
”Glioma adalah kanker yang berasal dari sel jaringan saraf,” kata Firdaus. Pada stadium I dan II, sifatnya relatif jinak, tapi pada stadium III dan IV menjadi ganas. Kasus-kasus kanker ganas banyak terjadi pada kalangan usia dewasa muda. Salah satu gejalanya adalah sakit kepala yang tak biasa (lihat ”Tiga Kurangi Risiko”).
Mereka yang pusing akibat kelainan penglihatan—ketajaman penglihatan menurun cukup drastis—juga mesti curiga adanya glioma. Apalagi jika sudah bolak-balik ganti kacamata tapi pusing tidak hilang jua. Si penderita harus datang ke dokter saraf atau bedah saraf untuk menjalani pemeriksaan, misalnya dengan computed tomography scan.
Soal ada atau tidaknya hubungan peningkatan kasus glioma di Indonesia dengan penggunaan ponsel, Firdaus tak bisa menjawab. Sebab, belum ada penelitiannya. Adapun penelitian di negara lain hasilnya berbeda-beda.
Dari Denmark, penelitian Institute of Cancer Epidemiology di Danish Cancer Society menyimpulkan tidak ada hubungan antara glioma dan penggunaan ponsel. Temuan itu diperoleh setelah mereka mengumpulkan data dari sekitar 60 ribu penderita glioma dan meningioma (tumor jinak dari jaringan selaput otak) di Denmark, Norwegia, Finlandia, serta Swedia selama hampir 30 tahun, dari 1974 hingga 2003. Hasilnya, rerata peningkatan insiden glioma dan meningioma tidak berbeda dengan periode 1998-2003, saat penggunaan ponsel melonjak.
Peneliti gabungan beberapa universitas yang dipimpin Anna Lahkola dari Radiation and Nuclear Safety Authority, Finlandia, menemukan hasil berbeda. Mereka membandingkan 1.521 pengguna ponsel yang mengidap glioma dengan 3.301 responden yang tidak mengalami glioma sebagai kelompok kontrol. Hasilnya, penggunaan ponsel mendongkrak risiko glioma 40-270 persen. ”Risiko terkena glioma bagi pemakai ponsel lebih dari 2.000 jam dalam hidupnya naik 270 persen,” kata Lahkola. Risiko terbesar terjadi pada kelompok di bawah 20 tahun.
Keith L. Black, ahli bedah saraf dari Cedars-Sinai Medical Center, Los Angeles, Amerika Serikat, punya penjelasan soal ini. Menurut dia, anak-anak dan remaja gampang terpapar radiasi karena tengkorak dan kulit kepala mereka masih tipis, sehingga radiasi pun melesak lebih dalam ke otak mereka.
Adanya penetrasi radiasi ponsel dibuktikan para peneliti dari National Institute of Health, Amerika Serikat, dan dilansir dalam Journal of the American Medical Association. Mereka menemukan penggunaan ponsel selama 50 menit cukup untuk memacu aktivitas otak, terutama yang letaknya berdekatan dengan antena.
Faktanya, paparan radiasi ponsel berefek pada otak. Meski belum pasti tingkat bahayanya, bersikap lebih waspada tak ada salahnya.
Dwi Wiyana
Tiga Kurangi Risiko
Perbandingan image termografik kepala yang tidak terkena paparan radiasi telepon seluler (dominan warna hijau) dan kepala dengan dominasi warna merah sebagai efek paparan radiasi setelah 15 menit menggunakan ponsel.
Paparan radiasi ponsel menimbulkan efek panas pada kepala, yang bisa berakibat buruk bagi kesehatan, termasuk kemungkinan terjadi tumor otak.
Inilah beberapa langkah untuk mengurangi risiko itu.
1.Gunakan headset atau aktifkan speaker/pengeras suara. Jauhkan telepon (dan antenanya) dari telinga.
2.Gunakan hanya untuk percakapan pendek atau jika telepon konvensional (dengan kabel) tidak tersedia. Jika pembicaraannya lama, lebih baik gunakan telepon konvensional.
3.Batasi anak-anak menggunakan ponsel. Sebab, efek kerusakan akibat radiasi lebih cepat terjadi pada organisme yang sedang tumbuh (masih muda).
Sakit Kepala Tak BiasaTumor otak sering kali ditandai gejala sakit kepala yang tak biasa.
- Muncul mendadak saat Anda beristirahat malam (tidur), sehingga terbangun karenanya.
- Tidak berkurang meski sudah beristirahat dan minum obat. Sudah berlangsung lebih dari satu pekan berturut-turut dengan gejala yang sama.
- Diikuti dengan terganggunya organ lain, seperti tangan lemas sebelah dan bicara pelo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo