Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Telungkup Lalu Lumpuh

Kebiasaan menggerakkan leher yang salah bisa menyebabkan kelumpuhan.

8 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa menit setelah bangun tidur, Erwin Temasmico hampir selalu merasa nyeri hebat di bahu kirinya. Rasa sakit yang muncul setahun terakhir itu datang ketika ia menggerakkan tangan kiri. “Rasanya seniiit, lalu hilang,” kata Erwin, 38 tahun, Senin pekan lalu.

Nyeri di tempat yang sama kadang juga menghampiri saat ia bermain bola basket. Ketika mengangkat tangannya ke atas untuk menangkap bola atau melemparkannya, nyeri dengan intensitas yang sama menyerang. “Kalau dari skala 1-10, nyerinya 8,” ujar Erwin, yang tinggal di Bintaro, Jakarta Selatan.

Ia awalnya tak memusingkan rasa sakit yang timbul-tenggelam itu. Baru pekan lalu ia datang ke rumah sakit. Dokter mengatakan ada saraf terjepit di bagian lehernya. Ada kemungkinan ini terjadi akibat kebiasaannya. “Bisa jadi karena saya sering melakukan gerakan-gerakan salah saat main basket, posisi tidur yang kurang pas, atau karena saya sering main laptop sambil tiduran. Saya enggak tahu yang mana penyebabnya,” ucapnya.

Sebanyak 50-60 persen penduduk dunia pernah terserang nyeri di sekitar leher. Namun, seperti Erwin, kebanyakan dari mereka memilih mengabaikan rasa sakit tersebut. Padahal nyeri merupakan alarm dari tubuh untuk menyampaikan bahwa ada yang tak beres pada badan kita.

Nyeri yang muncul di sekitar leher bisa disebabkan oleh masalah pada sendi, saraf leher yang terjepit, atau ligamen yang rusak. Ligamen adalah jaringan yang berbentuk seperti pita keras yang menjadi penghubung antartulang. Selain menimbulkan rasa sakit, masalah-masalah tersebut bisa berujung pada kelumpuhan.

Efek ini bisa timbul dari kebiasaan salah yang dilakukan terus-menerus. “Misalnya tidur dengan posisi yang tak sempurna, seperti ketiduran di sofa, atau angkot, atau tidur telungkup,” tutur dokter spesialis bedah saraf, Mahdian Nur Nasution.

Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi subspesialis tulang belakang, Phedy  partial("share/footer");?>

Ketika tidur, semua otot melemas. Dengan posisi kepala miring dalam waktu lama dan berlangsung terus-menerus, sendi bisa cedera, ligamen robek, atau isi bantalan tulang bocor sehingga menekan saraf. Selain menghadirkan nyeri, tertekannya saraf utama akan menyebabkan gangguan saraf yang membuat perintah gerak dari otak tak bisa dilakukan alias lumpuh. “Tidur tengkurap itu tidak hanya berbahaya bagi pernapasan, tapi juga saraf pada leher,” ujarnya.

Kebiasaan lain yang mengundang nyeri pada sekitar leher adalah “mematah-matahkan” leher. Meski akan membuat sensasi ringan pada daerah sekitar leher dan pundak, menggerakkan leher sampai berbunyi krek-krek lambat-laun menyebabkan isi bantalan keluar dan menekan saraf di bagian pinggir. “Gejalanya adalah pegal atau kaku di leher atau pundak, nyeri atau kesemutan atau bahkan rasa seperti terbakar yang menjalar ke lengan dan tangan, baal, sampai lengan dan tangan melemah,” tutur dokter spesialis ortopedi dan traumatologi subspesialis tulang belakang, Phedy. Jumat tiga pekan lalu, Phedy memberikan edukasi di Jakarta tentang nyeri akibat kebiasaan ini karena masyarakat sering mengabaikannya.

Kebiasaan “mematah-matahkan” leher juga bisa menyebabkan ligamen meregang sehingga cedera. Ligamen yang melar tersebut akhirnya membuat tulang tak stabil. Agar tulang kembali seimbang, tubuh akan membentuk tulang baru, yang disebut osteofit. Ketika osteofit menebal, saraf lama-lama terjepit. “Butuh waktu mungkin 10-15 tahun sampai ini terjadi,” ucap dokter spesialis ortopedi dan traumatologi subspesialis tulang belakang, Luthfi Gatam.

Rutinitas lain yang memicu saraf leher terjepit adalah menunduk terlalu lama, misalnya karena terlalu asyik bekerja dengan laptop. Makin dalam leher menunduk, beban untuk menyangga kepala makin besar. “Berat kepala itu bisa sepersepuluh berat badan. Ketika menunduk, bebannya jadi empat kali lipat,” kata Phedy, yang berpraktik di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk.

Rasa sakit, bahkan kelumpuhan, itu bisa dihindari dengan memposisikan tubuh secara tepat. Jika kepala harus menunduk lama, Phedy menjelaskan, satu menit sekali posisinya mesti diluruskan beberapa detik agar rileks.

Adapun ihwal kebiasaan tidur, Mahdian Nur Nasution mewanti-wanti agar tidak bertelungkup. Lebih baik, kata dia, tidur miring ke salah satu sisi. “Lebih bagus untuk tubuh.”

Ketiga dokter tersebut tak menyarankan gerakan “mematah-matahkan” leher. “Memang, efeknya lama, tapi lebih baik jangan,” kata Luthfi Gatam, yang berpraktik di Rumah Sakit Pondok Indah.

NUR ALFIYAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus