Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rokok elektrik atau vape kian digandrungi oleh para remaja hingga orang dewasa. Ada berbagai alasan mengapa rokok elektrik dipilih, salah satunya karena dianggap lebih sehat ketimbang rokok biasa. Klaim demikian masih menjadi perdebatan, namun fakta medis telah membuktikan hal tersebut tidaklah benar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pulmonologi Anak di University Hospitals Rainbow Babies & Children’s, Kristie Ross menjelaskan rokok elektrik sengaja diproduksi dan dipasarkan untuk menarik para remaja. Tidak seperti rokok biasa, alat ini kerap ditambahkan perasa. Orang tua, kata dia, yang berpikir bahwa rokok elektrik aman dan sehat adalah keliru.
Baca : Hari Ibu 2022: Selamatkan Perempuan Indonesia dari Dampak Buruk Rokok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ross, rokok elektrik tetap mengandung nikotin yaitu bahan aktif yang ditemukan dalam ganja (THC dan CBD) dan bahan kimia lainnya. “Meskipun nikotin tidak bersifat karsinogenik, namun sangat adiktif dan berdampak pada perkembangan otak,” dia menerangkan, dikutip dari Tempo dari laman University Hospitals.
Meskipun nikotin tidak bersifat karsinogenik, namun sangat adiktif dan berdampak pada kesinambungan otak. Selain itu, zat lain yang ada dalam selongsong juga sangat berbahaya. “Ada zat lain dalam selongsong rokok elektrik, seperti propilen glikol, yang dikenal sebagai zat pengiritasi yang dapat membahayakan pemakainya,” imbuh Ross.
Berbagai penelitian juga telah membuktikan terkait bahaya rokok elektrik. The Canadian Lung Association atau Asosiasi Paru Kanada dalam laporannya menyebut rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok biasa. Disebutkan, rokok dalam rupa apa pun selagi terdapat nikotin tetap saja bersifat adiktif dan membahayakan kesehatan.
"Jangan tertipu oleh iklan perangkat elektronik ini. Sebab, rokok elektronik berpotensi merusak paru dan sama sekali tidak terbukti dapat menjadi solusi bagi orang yang ingin berhenti merokok,” ucap Margaret Benhardt-Lowdon, juru bicara Assosiasi Paru Kanada dikutip dari Lung.ca.
Sebagai informasi, penggunaan rokok elektrik dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan di seluruh dunia, terutama di kalangan remaja. Sedikitnya lebih dari 2,5 juta siswa sekolah menengah atas mencoba rokok elektrik, menurut survei New England Journal of Medicine tahun 2019.
Imbas dari rokok elektrik yang tidak jauh berbahaya dengan rokok biasa, beberapa negara mulai melakukan pelarangan. Melansir Data Tempo, hampir seluruh negara yang melarang rokok elektrik berasal dari Timur Tengah. Selain itu, ada pula Brasil dan India yang melarang peredaran rokok elektrik di negara mereka.
HARIS SETYAWAN
Baca juga : Dosen UM Surabaya Sebut Vape Terindikasi Cemaran EG, Berpotensi Alami Gagal Ginjal Akut
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.