Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Riset Kesehatan Dasar 2018 Kementerian Kesehatan RI menunjukkan cakupan status imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak usia 12-23 bulan pada 2018 sebesar 57,9 persen atau menurun dari lima tahun sebelumnya yang tercatat 59,2 persen. Tahun ini, Kementerian Kesehatan menargetkan cakupan imunisasi dasar lengkap bisa mengintervensi 93 persen balita Indonesia.
Baca juga: Hoaks jadi Salah Satu Alasan Orang Tua Menolak Vaksinasi Anak
Hanya saja, imunisasi di Indonesia memiliki banyak kendala. Bukan hanya persoalan hoaks dan perdebatan halal-haram vaksin, tapi juga wilayahnya yang sulit dijangkau. Akibatnya, anak-anak di pedesaan, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T sulit mendapatkan vaksinasi. Tak heran jika angka imunisasi dasar lengkap anak di pedesaan hanya 53,8 persen, lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak di perkotaan sebesar 61,5 persen.
Masalah keterjangkauan ini diklaim bisa diatasi dengan bantuan teknologi, seperti yang dilakukan Rwanda dan Ghana. “Mereka bekerja sama dengan sektor swasta dalam memanfaatkan teknologi drone untuk mengantarkan kantong darah, vaksin, dan obat-obatan ke wilayah-wilayah terpencil mereka,” kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang sekaligus Koordinator Bidang Kesehatan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Provinsi Sulawesi Selatan, Prof. Dr. dr. Budu, Ph.d, Sp.M(K), M.Med.Ed.
Menurut Prof Budu, drone ini dapat terbang sejauh maksimal 80 kilometer dan direncanakan menjangkau 500 pusat layanan kesehatan yang tersebar di berbagai wilayah Ghana. “Indonesia dapat belajar dari solusi unik ini untuk menjawab berbagai tantangan yang masih dihadapi dalam mengejar capaian cakupan imunisasi bagi masyarakat,” ujar dalam keterangan pers yang diterima pekan ini.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tengah mempersiapkan diri menjadi proyek percontohan penggunaan drone untuk pendistribusian obat-obat ke pelosok, termasuk vaksin. Proyek ini kerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan proyek ini masih memerlukan kajian lebih lanjut mengenai jenis produk medis yang akan didistribusikan menggunakan drone. Dia menekankan pentingnya jaminan produk terkirim tanpa terkontaminasi bahan lain, keamanan operasi pengiriman dan pengawasan pengirimannya.
Baca juga: Vaksinasi Rendah, Kasus Campak Naik 3 Kali Lipat di Seluruh Dunia
Berdasarkan diskusi bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan, transportasi obat menggunakan drone akana lebih berisiko. Jadi pada tahap uji coba, drone baru mengangkut darah. "Jadi darah iya, karena kematian ibu kan tinggi dan penyebabnya salah satunya pendarahan," ujar Nila Moeloek April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini