Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tips Kesehatan

5 Oktober 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Waspadai Obat Antidepresi

Anda mungkin belum lupa pada kasus pengusaha Marimutu Manimaren yang bunuh diri dengan terjun melompat dari kamar di lantai tertinggi sebuah hotel di Jakarta. Mungkin Anda juga masih ingat akan tindakan bunuh diri sastrawati asal Inggris, Virginia Woolf, yang menenggelamkan diri di sungai pada 1941. Kedua cara kematian yang amat dramatis itu, menurut dugaan dokter, dipicu oleh konsumsi obat antidepresi (antidepresan). Pasien mengalami halusinasi yang berlebihan.

Pada akhir September lalu, Pusat Kesehatan Universitas Stanford merilis studi terbarunya tentang efek konsumsi antidepresan. Kesimpulan yang didapat dari penelitian itu, yang dimuat dalam America Journal of Psychiatry edisi Oktober, adalah obat antidepresan bisa membawa efek negatif pada beberapa orang, meskipun pada orang lain obat yang sama tak membawa efek negatif. Reaksi negatif itu ternyata dipicu oleh gen tertentu di dalam tubuh.

Fakta itu didapat setelah dilakukan penelitian terhadap 246 orang penderita depresi berusia 65 tahun lebih. Kepada mereka diberikan dua obat antidepresan, paroxetine (Paxil) dan mirtazapine (Remeron), secara acak selama delapan minggu. Kedua obat itu ternyata memicu serotonin—meski dengan cara berbeda—yakni gelombang otak yang membangkitkan reaksi tertentu pada otak dan sistem saraf. Ditemukan satu tipe serotonin yang disebut 5HT2a, yang dipercaya memicu efek samping obat antidepresan.

Penelitian menemukan efek samping yang serius akibat konsumsi paroxetine pada orang tertentu dengan variasi gen khusus 5HT2a,. Pada orang lain, gejala itu tak ditemukan, termasuk pada mereka yang mengkonsumsi mirtazapine meski memiliki variasi gen yang sama.

Sebuah metode baru untuk mengatasi penyakit katarak kini tengah dikembangkan. Katarak adalah penyakit yang hampir selalu diderita manusia lanjut usia: bola mata penderita menjadi keruh dan kekuning-kuningan karena ada pengapuran, yang menjadikan daya penglihatan berkurang. Selama ini, katarak selalu diatasi dengan operasi mata, dengan mengangkat "selaput" kapur dari bola mata. Cara ini, selain tidak praktis, dikenal mahal.

Kini ada pilihan baru, yang dikembangkan mula-mula oleh Medical University of South Carolina's Storm Eye Institute di Amerika, yakni dengan menanam sejenis lensa multifokal pada mata. Dengan metode baru ini, penderita katarak hampir tak perlu lagi menggunakan kacamata, baik untuk memandang jauh maupun melihat pada jarak dekat, misalnya membaca. Penggunaan kacamata adalah hal lain yang jamak ditemukan pada penderita katarak pasca-operasi katarak.

"Ini sungguh efek yang luar biasa," kata Dr. Kerry Solomon, salah seorang direktur di The Storm Eye Institute. Lembaga itu kini turut mempraktekkan metode penanaman lensa multifokal. Setidaknya sudah 60-70 orang memilih menggunakan metode ini dan berhasil. Penggunanya diduga akan makin bertambah tahun depan karena metode ini membuat penderita katarak merasa lebih nyaman.

Lensa Implan Atasi Katarak

Sebuah metode baru untuk mengatasi penyakit katarak kini tengah dikembangkan. Katarak adalah penyakit yang hampir selalu diderita manusia lanjut usia: bola mata penderita menjadi keruh dan kekuning-kuningan karena ada pengapuran, yang menjadikan daya penglihatan berkurang. Selama ini, katarak selalu diatasi dengan operasi mata, dengan mengangkat "selaput" kapur dari bola mata. Cara ini, selain tidak praktis, dikenal mahal.

Kini ada pilihan baru, yang dikembangkan mula-mula oleh Medical University of South Carolina's Storm Eye Institute di Amerika, yakni dengan menanam sejenis lensa multifokal pada mata. Dengan metode baru ini, penderita katarak hampir tak perlu lagi menggunakan kacamata, baik untuk memandang jauh maupun melihat pada jarak dekat, misalnya membaca. Penggunaan kacamata adalah hal lain yang jamak ditemukan pada penderita katarak pasca-operasi katarak.

"Ini sungguh efek yang luar biasa," kata Dr. Kerry Solomon, salah seorang direktur di The Storm Eye Institute. Lembaga itu kini turut mempraktekkan metode penanaman lensa multifokal. Setidaknya sudah 60-70 orang memilih menggunakan metode ini dan berhasil. Penggunanya diduga akan makin bertambah tahun depan karena metode ini membuat penderita katarak merasa lebih nyaman.

Gen Pendorong 'Stroke'

Sebuah tim peneliti di Reykjavik, Islandia, yang terlibat dalam riset yang diberi nama deCODE, berhasil menemukan gen pembawa stroke. Temuan ini diungkap pada jurnal Nature Genetics September lalu.

Hasil kerja para peneliti itu jelas membawa kemajuan dalam menyibak rahasia stroke—tersumbatnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu fungsi otak. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), stroke telah berkembang sebagai penyakit yang terus meningkat sebagai penyebab kematian di negara-negara dunia ketiga. Di negara maju pun, seperti Amerika Serikat, setiap tahun muncul 160-an ribu pasien stroke baru.

Mereka yang berpotensi stroke adalah individu yang memiliki gen stroke yang disebut PDE4D. Pembawa gen itu berpeluang terkena stroke tiga sampai lima kali lebih tinggi ketimbang individu lain yang tak membawa gen di dalam tubuhnya.

Penemuan gen itu membawa peluang bagi pemecahan kasus stroke. Sebab, ternyata gen itu membawa enzim yang bisa "dirangsang" oleh obat tertentu.

Arif A. Kuswardono (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum