Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jangan Memendam Emosi |
Kalau memang Anda sedang marah, jangan segan-segan mengekspresikannya. Asal tidak melampiaskan kemarahan dengan amuk tak terkontrol, mengeluarkan emosi jauh lebih baik daripada berpura-pura senang. Paling tidak, itu baik untuk kesehatan memori Anda. Menurut penelitian para ahli, memendam emosi bisa merusak ingatan jangka pendek. Reuters Health melaporkan, hasil penelitian itu ditulis penelitinya, Jane M. Richards dan James J. Gross, dari Stanford University, California, AS, dalam Personality and Social Psychology Bulletin edisi bulan ini.
Beberapa studi menunjukkan penekanan emosi yang kuat dapat memicu aktivitas pembuluh jantung. Namun, efeknya terhadap proses kognitif sejauh ini belum jelas diketahui. Richards dan Gross mengungkapnya, dengan menanyai sekelompok mahasiswi untuk melihat beberapa gambar slide tentang pria yang diganggu dengan serangan fisik ringan. Setengah dari responden itu diminta bersikap dingin—sehingga mengesankan sebagai orang yang tidak berperasaan. Kemudian, daya ingat "kejutan" mereka diuji dengan sejumlah pertanyaan tentang slide yang sebelumnya dipertontonkan kepada mereka.
Ternyata, penekanan emosi membuat daya ingat mereka memburuk. Wanita yang diminta menahan emosi, skor daya ingat jangka pendeknya lebih rendah daripada wanita yang diperbolehkan mengerjapkan mata, membuang napas, atau mengeluarkan beberapa reaksi mendadak lainnya.
Yang menarik, penurunan daya ingat para responden tetap terjadi pada tingkat yang sama, baik ketika responden melihat pria yang cedera ringan maupun yang cederanya lebih berat. Menurut penelitinya, ini memperlihatkan bahwa penyembunyian emosi adalah suatu proses "semua atau tidak sama sekali". Jadi, memburuknya daya ingat tidak bergantung pada seberapa dalam emosi itu dipendam. Hal ini juga membuktikan, walaupun penekanan emosi yang makin kuat menyebabkan perubahan aktivitas jantung, perubahan itu tidak "bertanggung jawab" atas kehilangan daya ingat yang terjadi secara bersamaan.
Para peneliti berteori, usaha untuk menyembunyikan emosi dapat memicu suatu "pergantian perhatian" di dalam otak—yang dapat membuat sumber-sumber saraf tertentu menghilang dalam proses mengingat. Benar tidaknya teori ini, tentu masih perlu pembuktian dan penelitian lebih lanjut.
Mitos Sonata Mozart |
Memperdengarkan musik klasik kepada anak diyakini dapat mencerdaskannya. Keyakinan yang tak terlalu salah, memang. Soalnya, memang ada penelitian yang membuktikannya. Namun, jangan terlalu fanatik. Tak perlu pula Anda risau bila anak Anda tak mendengarkan musik klasik itu. Penelitian ulang tentang "efek Mozart"—peningkatan inteligensi sementara setelah mendengarkan piano sonata Mozart—ternyata tidak menemukan peningkatan kecerdasan itu. Hal itu diungkapkan dalam sebuah laporan dalam jurnal Psychological Science.
"Ternyata, hanya sedikit bukti yang mendukung program intervensi intelektual dengan efek Mozart," ujar Dr. Kenneth Steele, asisten profesor di Jurusan Psikologi Appalachian State University, Boone, Carolina Utara, AS, yang memimpin penelitian itu.
Hasil penelitian itu tak mendukung penelitian University of California yang dilakukan pada 1993 dan 1995. Dua penelitian itu memperlihatkan peningkatan 8-9 poin dalam tes IQ pada 36 pelajar yang mendengarkan sonata piano Mozart dalam D Mayor (K.448) selama 10 menit. Penelitian itu menghasilkan temuan: peningkatan IQ yang sementara, kurang dari 15 menit. Menurut para penelitinya sementara skor intelegensi itu adalah suatu efek neuropsikologis yang unik terhadap musik klasik Mozart.
Beberapa peneliti lain kemudian berusaha melakukan hal serupa. Gagal. Begitu pula tim Carolina Utara. Padahal, para peneliti Appalachian State University itu melakukan studi yang sama persis seperti yang dikerjakan peneliti University of California. Mereka malah memperbesar sampel hingga 125 orang.
Ternyata, mereka juga tak menemukan peningkatan inteligensi sementara meski para responden sudah mendengarkan musik Mozart. Karena itu, Steele lebih yakin bahwa efek Mozart berhubungan dengan suasana hati yang baik yang terbangun setelah mendengarkan musik Mozart. Jadi, bukan musiknya yang menentukan, tapi suasana hati. Dengan kata lain, musik klasik bisa meningkatkan kecerdasan, menurut Steele, hanyalah suatu mitos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo