Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat kehilangan sesepuhnya dengan meninggalnya Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (K.G.P.H.) Poeger, dalam usia 67 tahun, Kamis pekan lalu. Adik almarhum Sultan Hamengku Buwono IX ini wafat akibat komplikasi penyakit paru-paru, ginjal, dan lever. Almarhum dilarikan ke Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, karena sesak napas.
Sepeninggal Sultan HB IX, K.G.P.H. Poegerlah satu-satunya sesepuh Keraton Yogyakarta yang masih bisa diandalkan. Menurut Sultan HB X—keponakan Poeger—Romo Poeger, panggilan akrab Poeger, merupakan sumber pemahaman dan wawasan mengenai pranata keraton. Sebab, generasi muda Keraton Yogya relatif kurang memiliki pemahaman tentang pranata keraton dibandingkan dengan generasi tuanya. "Dengan meninggalnya Romo Poeger, kalau muncul masalah dalam tradisi keraton yang membutuhkan pembanding solusi pada masa lalu, sudah tidak ada lagi yang bisa melakukannya," ujar Sultan HB X.
Poeger, yang pernah menjadi Direktur Jenderal Kebudayaan, adalah ahli dalam bidang kebudayaan Jawa. Lulusan Jurusan Publisistik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini juga dikenal sebagai koreografer tari klasik keraton. Karya tarinya yang masih sering dipentaskan hingga saat ini antara lain tari Bedaya Rama Biwado, Golek Pamularsih, Golek Sulungdayung, dan Srimpi Pundhelori.
Poeger adalah putra bungsu Sultan HB VIII dari istri R.Ay. Retno Puspita. Hingga akhir hayatnya, ia masih menjadi anggota Badan Pembina Pendidikan Nasional dan Ketua Kwartir Daerah XII Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagai salah seorang elite keraton, Poeger dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-Raja Mataram di Astana Saptarengga, Imogiri, Yogyakarta, Jumat pekan lalu. Poeger meninggalkan seorang istri dan empat anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini