Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak Sarapan Bikin Gendut
Jika Anda tidak percaya bahwa sarapan itu penting, ada penelitian terbaru Project Eating Among Teens (EAT) di Amerika Serikat yang pantas disimak. Kebiasaan tidak sarapan bakal membuat tubuh anak melar dan cenderung mengidap obesitas di kemudian hari. Demikian hasil riset dari lembaga yang markasnya di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Minnesota, Amerika Serikat itu.
Penelitian yang dimuat dalam jurnal Pediatrics edisi Maret ini melibatkan 2.200 anak-anak pra-remaja, tapi sudah cukup besar. Peneliti mengikuti terus-menerus pola makan dan gaya hidup mereka selama lima tahun. Dan mereka juga mendapati adanya kecenderungan sebaliknya pada anak-anak yang terbiasa sarapan. Yang terakhir ini bakal lebih langsing dan aktif. Penjelasannya sudah bisa diduga. Ternyata nafsu makan anak-anak yang tidak sarapan meningkat pesat pada sore hingga malam hari.
Gendut Karena Nonton TV
HealthDay News edisi pekan lalu menerbitkan temuan The State University of New York, Amerika Serikat, yang menyebutkan bahwa bakat obesitas juga didapat di antara anak-anak yang kelewat banyak menonton televisi dan bermain komputer. Universitas itu secara khusus meneliti 70 anak gemuk, dengan usia empat hingga tujuh tahun, dan punya kebiasaan menonton televisi dan bermain komputer paling sedikit 14 jam seminggu.
Yang paling penting, setelah dua kegiatan itu dikurangi 10 sampai 50 persen, berat badan mereka pun ikut berkurang. Peneliti memasang alat yang secara otomatis bisa mematikan televisi dan komputer, dan ini berarti mengurangi jatah si anak menonton televisi.
Kesimpulannya? ”Nonton televisi membuat si anak ingin makan makanan cepat saji dan minuman bersoda yang diiklankan. Iklan yang ditayangkan itu terlalu menggoda bagi anak-anak,” ujar Leonard H. Epstein, profesor yang menjadi ketua penelitian itu.
Diskusikan Seks dengan Anak
Hasil penelitian RAND, sebuah lembaga nirlaba di Pittsburgh, Amerika Serikat, mungkin membuat risi orang tua. RAND menyarankan agar orang tua secara reguler berbicara tentang seks dengan anak mereka. ”Terbiasa berbicara tentang topik seks dengan anak-anak membuat mereka merasa lebih nyaman mendiskusikan hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan si anak,” tutur Steven Martino, seorang peneliti lembaga itu.
Peneliti melibatkan 312 responden yang terdiri dari para remaja dan orang tua mereka. Antara responden anak dan orang tua dipisahkan. Masing-masing diberi kuesioner berisi 22 pertanyaan tentang seks, seperti apa risiko hubungan seks, bagaimana membuat keputusan kapan berhubungan seks.
Survei lanjutan dilakukan setelah seminggu, tiga bulan, dan sembilan bulan. Dari situ, dapat dilihat seberapa sering orang tua dan anak membicarakan masalah seks. Bagi yang biasa mendiskusikannya, si anak memiliki pemahaman baik tentang, misalnya, bagaimana akibatnya dan penyakit apa yang mungkin timbul. Mereka pun lebih berhati-hati dan memilih tidak melakukan hubungan seks.
Jangan Memukul Anak
Penelitian di Universitas New Hampshire yang dipublikasikan pada Maret ini berisi wanti-wanti penting. Anak yang biasa dipukul cenderung memiliki perilaku seks menyimpang ketika mereka dewasa. Penyimpangannya bisa mulai dari kebiasaan memaksa dengan kata-kata untuk melakukan hubungan seks hingga memukul dan menyakiti.
Penelitian ini sungguh tidak main-main, karena melibatkan responden 14.000 mahasiswa dari 32 negara. Tapi apa sih yang membuat mereka menyimpang? Menurut penulis penelitian itu, Murray Straus, si anak bingung mengapa orang tua yang mencintai mereka itu sampai memukul. Dan ketika si anak sudah dewasa, ”kebingungan” itu muncul kembali dalam bentuk penyimpangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo