MOESTOPO, bagi sebagian orang, barangkali hanya dikenal sebagai
pendiri perguruan tinggi yang memakai namanya sendiri:
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) yang berulang tahun
ke-12 pertengahan Februari. Sedikit yang tahu, bekas dokter gigi
Presiden Soekarno itu adalah pelopor cangkok tulang. Setelah
bertahun-tahun mencoba, tahun 1957 dia berhasil mencangkok
rahang bawah manusia dengan menggunakan tulang palsu yang dibuat
dari acrylic.
Prestasi Moestopo ini sejak 1978 menjadi dasar yang memungkinkan
para dokter bedah tulang di sini selanjutnya melakukan cangkok
tulang untuk pasien penderita kanker tulang.
Ahli bedah tulang yang mula-mula terpikat dengan cangkok rahang
dari dokter gigi yang dikenal eksentrik dan dikatakan suka mistik
itu adalah Nagar Rasjid. Sejak 1970 ahli bedah tulang kelahiran
Lubuk Pakam (Sumatera Utara) itu bekerja sama dengan Moestopo
untuk meneliti kemungkinan pencangkokan yang menggunakan bahan
acylic itu pada kanker tulang. "Setelah dua tahun meneliti
ternyata acrylic itu tidak menimbulkan reaksi jika dimasukkan ke
dalam tubuh manusia," cerita Nagar Rasjid yang mengepalai Bagian
Bedah RS Hasan Sadikin di Bandung.
Penelitian itu antara lain meliputi percobaan mencangkokkan
tulang kaki ayam. Meskipun penelitian yang dua tahun itu
memuaskan, Nagar sendiri baru mulai mencangkokkan tulang manusia
sejak 5 tahun terakhir. Menurut pengakuannya sekitar 30 pasien
kanker tulang sudah tertolong dengan cara tersebut. Tugas
pencangkokan itu rupanya ditangani Nagar, sedangkan pembuatan
tulang-tulang palsu dari bahan aclic dikerjakan Moestopo yang
sudah berusia 70 tahun itu.
Menurut Nagar kanker tulang ganas bisa disembuhkan dengan
cangkok tulang actylic jika penyakit diketahui secara dini.
Orang awam bisa saja menganggap setiap pembengkakan tulang
sebagai kanker. Tetapi menurut Nagar belum tentu begitu. "Pasien
harus diperiksa dengan foto Roentgen yang bisa menunjukkan
indikasi kanker. Juga dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui apakah kanker itu sudah menyebar ke bagian tubuh yang
lain. Sebab kaiau sudah menyebar percuma saia dicangkok," kata
Nagar Rasjid.
Luka dari bekas pencangkokan biasanya sembuh dalam 2 minegu.
Kemudian si penderita mulai berlatih menggunakan tulang palsu
tadi. Untuk memastikan kanker yang menyerang tulang itu sudah
sembuh, pasien diobservasi selama 5 tahun. "Jika dalam lima
tahun yang disebutkan sebagai five years survival rate tidak
terjadi apa-apa, berarti si pasien benarbenar sembuh," ulas
Nagar Rasjid, 61 tahun.
Dari 30 pasien yang menerima tulang palsu buatan Moestopo itu
menurut Nagar belum ada yang menunjukkan kelainan. "Hanya 2 yang
menderita infeks karena luka bekas operasi tergores kena
garuk," begitu menurut cerita Nagar Rasid.
Jakarta dan Surabaya kabarnya sudah mengikuti jejak Bandung itu.
Bahan acrylic sendiri murah. Tetapi pelayanan yang menyangkut
pemeriksaan lengkap, operasi, pencetakan tulang palsu dan
perawatan melambungkan ongkos pengobatan menjadi sekitar Rp
500.000.
Di luar negeri cangkok tulang sudah lama dikenal. Inggris
misalnya sudah mengenalnya sejak tahun 1960-an. Begitu miripnya
prestasi Moestopo yang berhasil mencangkok tulang rahang bawah
dengan yang terjadi di luar negeri, agaknya membuat para dokter
Indonesia bersikap masa bodoh. "Gimana yah, enggak enak
mengomentarinya. Kami dari UI," komentar seorang dokter dari
Universitas Indonesia, mengenai peranan Moestopo dalam
perkembangan cangkok tulang di sini.
Kalau ada yang mau mempertahankan kepeloporan Moestopo di bidang
ini agaknya akan mengalami nasib seperti siapa yang lebih dulu
menemukan kasus penyakit demam berdarah: RS Sumber Waras,
Universitas Indonesia atau Airlangga. Soal itu pernah
diperdebatkan lewat media massa beberapa waktu yang lalu. Tetapi
yang jelas, ahli bedah tulang Soelarto Reksoprojo dari RSCM
membenarkan acrylic sudah dipakai di sini untuk mengatasi kanker
tulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini