Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tulang Palsu Moestopo

Sudah 5 tahun cangkok tulang dipraktekkan untuk mengatasi kanker tulang, dengan menggunakan tulang palsu yang dibuat dari acrylic. pelopornya, adalah prof.dr. Moestopo. (ksh)

5 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOESTOPO, bagi sebagian orang, barangkali hanya dikenal sebagai pendiri perguruan tinggi yang memakai namanya sendiri: Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) yang berulang tahun ke-12 pertengahan Februari. Sedikit yang tahu, bekas dokter gigi Presiden Soekarno itu adalah pelopor cangkok tulang. Setelah bertahun-tahun mencoba, tahun 1957 dia berhasil mencangkok rahang bawah manusia dengan menggunakan tulang palsu yang dibuat dari acrylic. Prestasi Moestopo ini sejak 1978 menjadi dasar yang memungkinkan para dokter bedah tulang di sini selanjutnya melakukan cangkok tulang untuk pasien penderita kanker tulang. Ahli bedah tulang yang mula-mula terpikat dengan cangkok rahang dari dokter gigi yang dikenal eksentrik dan dikatakan suka mistik itu adalah Nagar Rasjid. Sejak 1970 ahli bedah tulang kelahiran Lubuk Pakam (Sumatera Utara) itu bekerja sama dengan Moestopo untuk meneliti kemungkinan pencangkokan yang menggunakan bahan acylic itu pada kanker tulang. "Setelah dua tahun meneliti ternyata acrylic itu tidak menimbulkan reaksi jika dimasukkan ke dalam tubuh manusia," cerita Nagar Rasjid yang mengepalai Bagian Bedah RS Hasan Sadikin di Bandung. Penelitian itu antara lain meliputi percobaan mencangkokkan tulang kaki ayam. Meskipun penelitian yang dua tahun itu memuaskan, Nagar sendiri baru mulai mencangkokkan tulang manusia sejak 5 tahun terakhir. Menurut pengakuannya sekitar 30 pasien kanker tulang sudah tertolong dengan cara tersebut. Tugas pencangkokan itu rupanya ditangani Nagar, sedangkan pembuatan tulang-tulang palsu dari bahan aclic dikerjakan Moestopo yang sudah berusia 70 tahun itu. Menurut Nagar kanker tulang ganas bisa disembuhkan dengan cangkok tulang actylic jika penyakit diketahui secara dini. Orang awam bisa saja menganggap setiap pembengkakan tulang sebagai kanker. Tetapi menurut Nagar belum tentu begitu. "Pasien harus diperiksa dengan foto Roentgen yang bisa menunjukkan indikasi kanker. Juga dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah kanker itu sudah menyebar ke bagian tubuh yang lain. Sebab kaiau sudah menyebar percuma saia dicangkok," kata Nagar Rasjid. Luka dari bekas pencangkokan biasanya sembuh dalam 2 minegu. Kemudian si penderita mulai berlatih menggunakan tulang palsu tadi. Untuk memastikan kanker yang menyerang tulang itu sudah sembuh, pasien diobservasi selama 5 tahun. "Jika dalam lima tahun yang disebutkan sebagai five years survival rate tidak terjadi apa-apa, berarti si pasien benarbenar sembuh," ulas Nagar Rasjid, 61 tahun. Dari 30 pasien yang menerima tulang palsu buatan Moestopo itu menurut Nagar belum ada yang menunjukkan kelainan. "Hanya 2 yang menderita infeks karena luka bekas operasi tergores kena garuk," begitu menurut cerita Nagar Rasid. Jakarta dan Surabaya kabarnya sudah mengikuti jejak Bandung itu. Bahan acrylic sendiri murah. Tetapi pelayanan yang menyangkut pemeriksaan lengkap, operasi, pencetakan tulang palsu dan perawatan melambungkan ongkos pengobatan menjadi sekitar Rp 500.000. Di luar negeri cangkok tulang sudah lama dikenal. Inggris misalnya sudah mengenalnya sejak tahun 1960-an. Begitu miripnya prestasi Moestopo yang berhasil mencangkok tulang rahang bawah dengan yang terjadi di luar negeri, agaknya membuat para dokter Indonesia bersikap masa bodoh. "Gimana yah, enggak enak mengomentarinya. Kami dari UI," komentar seorang dokter dari Universitas Indonesia, mengenai peranan Moestopo dalam perkembangan cangkok tulang di sini. Kalau ada yang mau mempertahankan kepeloporan Moestopo di bidang ini agaknya akan mengalami nasib seperti siapa yang lebih dulu menemukan kasus penyakit demam berdarah: RS Sumber Waras, Universitas Indonesia atau Airlangga. Soal itu pernah diperdebatkan lewat media massa beberapa waktu yang lalu. Tetapi yang jelas, ahli bedah tulang Soelarto Reksoprojo dari RSCM membenarkan acrylic sudah dipakai di sini untuk mengatasi kanker tulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus