Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Virus dari Rumah Sakit

Infeksi nosokomial di Indonesia masih tinggi. Belum menjadi prioritas perhatian.

31 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UCAPAN itu sudah kerap terde-ngar: pabrik penyakit yang pa-ling besar adalah rumah sakit. Kelihatannya seperti olok-olok, tapi ba-nyak orang mempercayainya. Karena itu, tak sedikit orang tua yang melarang anak-nya yang masih kecil atau sedang tidak sehat berkunjung ke rumah sakit. Mereka khawatir, pulang dari rumah sakit, anaknya mendapat penyakit lain.

Kasus seseorang yang mendapat penyakit saat berkunjung atau ketika dirawat di rumah sakit dikenal dengan nama nosokomial. Saat ini, sebuah kasus nosokomial diduga telah terjadi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Den-pasar. Laporan tentang kasus nosokomial itu telah diterima oleh Ketua Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUP Sanglah, dr. I Wayan Suryanto Dusak, bulan ini.

Kejadian ini bermula ketika Dewa Widnyan-tara, 28 tahun, harus menjalani operasi bedah tulang betis di RSUP Sang-lah karena kecelakaan pada Februa-ri lalu. Dua minggu dirawat, pedagang ba-bi guling itu kemudian menjalani rawat jalan. Pada Juni silam, dokter menemukan infeksi bernanah di bekas operasi.

Widnyantara kemudian diminta dira-wat lagi. Kini pria asal Klungkung ini hanya tergolek lemas ditemani istrinya. Betis kanannya yang bengkak dibebat perban cokelat.

Apakah kasus yang menimpa Widnyan-tara tergolong nosokomial? Dokter Yogi yang merawat pasien ini tak bersedia- mem-berikan penjelasan. Jawaban dilon-tarkan I Wayan Suryanto Dusak. ”Sedang kita pelajari, apakah ini kasus no-so-komial atau bukan,” katanya. Dusak dan kawan-kawan akan meneliti dari mana sumber infeksi di kaki Widnyanta-ra. Ji-ka benar dari rumah sakit, mi-salnya ka-rena peralatan operasi kurang steril, sudah pasti kasus ini adalah nosokomial.

Suatu infeksi termasuk nosokomial bila memenuhi sejumlah syarat. Misal-nya, se-waktu masuk rumah sakit tidak- didapatkan tanda klinis infeksi itu. Sya-rat lain, tanda infeksi baru timbul sekurang-kurangnya setelah tiga hari sejak mulai- perawatan. Syarat lain, infeksi itu dida-pat pasien ketika dirawat di rumah sakit yang sama sebelumnya, serta belum pernah dilaporkan sebagai nosokomial.

Di dunia medis, kasus infeksi nosokomial—berasal dari kata Yunani, nosocomium, yang berarti rumah sakit—terus bermunculan. Badan Kesehatan Dunia- (WHO) menyebut, infeksi ini menjang-kiti- sedikitnya 9 persen dari 1,4 juta pa-sien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia.

Perkiraan itu merujuk pada data hasil survei yang dilakukan lembaga ini di 14 negara dengan menjaring 28.861 pasien di 47 rumah sakit pada 1986. Survei ini, antara lain, mengungkap fak-ta mengejutkan. Sebanyak- 18 persen pasien yang terkena infeksi nosokomial men-de-rita le-bih dari satu jenis infek-si, ter-utama pada pasien kronis.

Di Indonesia, belum ada data konkret yang bisa dipegang. Angkanya pastilah di atas 8 persen—toleransi nosokomial. Setidaknya, itu-lah hasil yang didapat dari Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, yang dibentuk Departemen Kesehatan. Untuk keperluan ini, sejak dua tahun lalu, tim itu meneliti 14 rumah sa-kit di Indonesia. Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, dr Farid Wadjdi Husain, belum bisa memastikan angka persisnya karena data sedang dikumpulkan.

Untuk menekan laju kasus nosokomial, panduan khusus diterbitkan Departemen Kesehatan pada 2001. Di situ disebutkan bahwa urusan no-sokomial menjadi salah satu poin penilaian dalam akreditasi.

Jika ditemukan angka nosokomial- ting-gi, selain nilainya bisa jeblok, ma-najemen pasti ditegur. Sebaliknya, ji-ka nanti ada yang bisa menekan kasus nosokomial hingga 8 persen, nilai akre-di-tasi bakal melonjak. ”Itu luar biasa,” kata Husain.

Menyetip infeksi nosokomial itulah yang sehari-sehari digeluti I Wayan Sur-yanto Dusak dan timnya. Yang paling sederhana misalnya dengan membiasa-kan mencuci tangan di air yang meng-alir setelah melakukan tindakan pada pasien. Menurut Dusak, hal ini bukan ha-nya kewajiban petugas medis, tapi juga pengunjung.

Sayang, saat ini pengendalian nosokomial belum mendapat prioritas perhatian dari pengelola rumah sakit. Me-nurut Dusak, RS Sanglah, tempatnya be-kerja, masih kurang peduli pada masalah tersebut. Perhatian manajemen terhadap Tim Nosokomial misalnya, ka-lah jauh dibanding Tim Penanganan Trauma. Tak mengherankan bila layanan bagus Tim Trauma akan memperbaiki citra rumah sakit dan mendatangkan uang. Sementara, bila Tim Nosokomial mengungkap kasus, justru akan memperburuk citra rumah sakit.

Bagi dia, kalau nosokomial benar-benar hendak dihapus, keseriusan perhatian tak bisa ditawar. Dengan begitu, rumah sakit dan masyarakat sama-sama diuntungkan.

Dwi Wiyana, Rofiqi Hasan (Bali)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus