INILAH pentas lawak yang paling meriah. Penonton memenuhi Balai Sidang Senayan, Jumat pekan lalu. Mereka tertawa sepanjang hampir tiga jam. Karcis habis beberapa hari sebelum pertunjukan Humor Total -- begitu nama pergelaran ini -- sebenarnya acara rutin setiap tahun menyambut HUT DKI yang digelar Radio Suara Kejayaan, radio humor pertama di Indonesia, di Balai Sidang. Yakni, pentas ger-geran yang melibatkan sejumlah grup lawak dengan tulang punggung Bagito Group. Tahun ini, Humor Total mendapat Plus -- dan itu bukan saja kemudian membedakan kualitas lawakan, tetapi memancing penonton kelas menengah ke atas. Plus itu datang dari Teater Koma dengan keterlibatan langsung N. Riantiarno sebagai penu- lis naskah dan sutradara. "Mak, Unang main drama," itulah celetukan pelawak Unang -- dari Bagito Group -- yang tidak saja menjadi lucu tetapi sekaligus mengingatkan penonton bahwa pentas ini adalah "drama". Ketika Unang terlibat dialog panjang dengan Ratna Riantiarno -- yang dalam cerita adalah pacarnya -- ia tergagap: "Aku lupa dialog selanjutnya." Entah itu cara Unang untuk mencairkan keseriusan atau memang betul-betul ia lupa pada "dialog selanjutnya" sukar lagi dila- cak dan tak perlu. Pokoknya, penonton tertawa. Namun, akan halnya dialog, di dalam naskah memang telah diatur sehingga pelawak tak bisa membelokkan semau udelnya -- dan ini yang membedakan dengan pentas-pentas gabungan para pelawak selama ini. Riantiarno harus "mengarahkan" kumpulan pelawak, yang ternyata tak mudah. Kepada wartawati TEMPO Leila S. Chudori, Nano -- panggilan Riantiarno -- mula-mula mencoba cara Srimulat: langsung latihan setelah diberi garis besar ceritanya. (Srimulat bahkan langsung pentas tanpa lagi latihan). "Ternyata, nggak menyatu, setiap kali latihan berubah-ubah," kata Nano. Maka, ia memutuskan, Humor Total PIus ini harus pakai naskah. Naskah dibuat hanya tiga hari -- untuk pentas teater biasanya dua bulan. Lancar karena lakon yang akan digelar sudah lama ada dalam otak Nano, yaitu episode kedua dari trilogi Konglomerat Burisrawa (dipentaskan Teater Koma, Maret lalu di TIM), Pialang Segi Tiga Emas, dan Suksesi. "Karena pemainnya tak semua anggota Teater Koma, ya, saya sederhanakan dialognya," kata Nano lagi. Maka, panggung Balai Sidang adalah panggung tempat Teater Koma mementaskan "drama"-nya. Digarap serius. Rumah-rumah kumuh di Segi Tiga Emas Kuningan yang akan dicaplok konglomerat mengingatkan seting Bom Waktu -- salah satu lakon Teater Koma yang bagus. Di belakangnya gedung mewah, jadi kontras. Bukan cuma seting, tata lampu, kostum dan bahkan musik digarap sebagaimana pementasan teater umumnya. Para pelawak pun -- Bagito Group, Domaz Group, Seboel Group, Lestari Group, Boom '88 Group -- bermain "drama", sementara aktor-aktor Teater Koma seperti Ratna, Salim Bungsu, Tarida Gloria "membanyol". Pelesetan kata-kata, walau tak seklise pelesetan gaya Srimulat, diberi peluang. Yang jelas, alur cerita mengalir mulus -- tidak ada misalnya grup lawak yang satu "menjatuhkan" grup lawak lainnya. Lakon itu sendiri, seperti bisa diduga, adalah penuh sindiran. Penonton bertepuk riuh ketika kasus-kasus aktual yang menyinggung rasa keadilan masyarakat -- pedagang a- songan, monopoli penguasaan tanah, penyalahgunaan wewenang, komisi, dan sebagainya -- dipentaskan dengan "transparan". Ini tontonan yang semata-mata menghibur dan, kalau mau, Nano bisa menggelar lebih sering -- apalagi terbukti sukses. Pentingnya lagi, bisa jadi katup untuk melepas unek-unek sem- bari terkekeh-kekeh. Putu Setia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini