Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

3 Gunung Berapi Dahsyat Ini Ngetop Jadi Destinasi Wisata

Toba, Krakatau, dan Tambora merupakan gunung berapi yang mengubah kehidupan umat manusia karena letusannya. Kini jadi destinasi wisata yang memikat.

26 Juli 2019 | 09.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana di The Caldera Toba Nomadic Escape Danau Toba. TEMPO | Iil Askar Mondza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia berada di wilayah cincin api dunia. Meskipun gempa dan erupsi gunung kerap terjadi, namun Indonesua tetap menjadi pesona wisatawan. Berikut tiga gunung purba yang letusannya mengundang wisatawan hingga dari mancanegara. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemandangan Danau Toba bagian barat. TEMPO | Iil Askar Mondza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gunung Toba Purba

Pesona Danau Toba memang tak bisa ditampik. Danau yang digandrungi wisatawan itu adalah kaldera bekas letusan gunung berluas 1.145 kilometer persegi. Jurnal penelitian Michael Rampino dan Stephen Self (1993) menunjukkan bahwa magma yang dimuntahkan letusan Gunung Toba sekitar 74 ribu tahun lalu jumlahnya mencapai 2.800 kilometer kubik.

Debu vulkanik yang dimuntahkan Gunung Toba menyebar ke separuh bumi dan menyebabkan perubahan cuaca. Usai letusan itu, pelan-pelan lahirlah Pulau Samosir seluas Singapura.

Artinya Pulau Samosir merupakan pulau vulkanik. Uniknya, di tengah Samosir terdapat lagi danau: Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang. Keajaiban alam Toba menyuguhkan pesona pegunungan hijau, udara yang sejuk, dan hamparan air jernih yang hanya bisa kita rasakan bila mengunjungi Danau Toba.

Gunung Anak Krakatau menyemburkan lava, yang terlihat dari perairan Selat Sunda, Kalianda, Lampung Selatan, Kamis, 19 Juli 2018. Data Vulcano Activity Report (VAR) mencatat Gunung Anak Krakatau telah meletus 272 kali. ANTARA FOTO/Elshinta

Gunung Krakatau Purba

Gunung Anak Krakatau sempat menjadi destinasi wisata yang populer, hingga Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melarang aktivitas wisata mendekati gunung tersebut. 

Gunung Anak Krakatau lahir pada 11 Juni 1927 atau 40 tahun usai letusan akbar pada pada Agustus 1883. Letusan itu terdengar sampai 4.600 kilometer dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 populasi penduduk bumi saat itu. Letusannya menciptakan tsunami setinggi 30 meter, hingga menjangkau Port Elizabeth di Afrika Selatan.

Jumlah korban tewas tercatat mencapai 36.417 orang di Lampung dan Banten. Kekuatan erupsinya setara 21.574 bom atom yang meledak di Hiroshima dan Nagasaki. 

Letusan Krakatau 1883 disebut bukan yang terdahsyat. Berbagai sumber menyebutkan, ratusan tahun sebelumnya diprediksi ada Gunung Krakatau Purba, induk dari Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung Krakatau Purba, diperkirakan meletus pada 416 Masehi. Seperti yang dicatat dalam naskah kuno Pustaka Raja Parwa, letusan itu menyebabkan langit gelap gulita. Letusan itu juga menyebabkan terbentuknya Selat Sunda yang memisahkan Pulau Sumatera dan Jawa. 

Seorang pendaki berjalan menuju puncak Gunung Tambora, Bima, NTB, 12 Maret 2015. Gunung Tambora pernah beberapa kali meletus, dan letusan terbesarnya yakni pada 1815 yang masuk dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI). TEMPO/M IQBAL ICHSAN

Gunung Tambora

Kaldera Gunung Tambora dan lerengnya menjadi destinasi wisata alam, bagi pecinta kendaraan offroad. Letusan Gunung Tambora pada 10-12 April 1815 adalah yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah. Empat kali lipat dari amuk Krakatau pada 1883, dan 10 kali lipat dari erupsi Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991.

Vulkanolog dari Cambridge University, Clive Oppenheimer dalam bukunya “Eruptions that Shook the World” memperkirakan, 60.000-120.000 nyawa terenggut. Baik akibat letusan maupun dampak usai bencana terjadi.

Erupsi Tambora juga berdampak global. Abu dan panas sulfur dioksida menyembur melubangi atmosfer, suhu rata-rata global merosot 2 derajat Celcius atau sekitar 3 derajat Fahrenheit.

Di belahan dunia lain, efek Tambora mengakibatkan epidemi tifus dan kelaparan merata di wilayah Eropa. Rusuh tak terelakkan, rumah-rumah dan toko dibakar dan dijarah. Badai salju melanda Inggris pada Juli 1815 dan menyebabkan kegagalan panen di wilayah itu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus