Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang - Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang merekomendasikan sejumlah gedung tua dan penuh sejarah sebagai bangunan cagar budaya. Wahyu Rizky Andhifani, Ketua TACB Kota Palembang menjelaskan ada tiga bangunan yang direkomendasikan, yakni Gedung Ledeng, Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II, dan Bangunan Kejari.
Menurut dia, rekomendasi bermula dari data yang disiapkan oleh tim pendataan Dinas Kebudayaan Kota Palembang. Setelah itu, data disaring dan seleksi. “Data yang lengkap, bisa lanjut untuk rekomendasi, yang belum, dikembalikan untuk diperbaiki,” katanya, Kamis, 4 Januari 2023.
Selain ketiga bangunan tersebut, ada pula bangunan yang layak berstatus cagar budaya tingkat Kota Palembang seperti Rumah Dinas Wali Kota, Gedung Kesenian Palembang dan NV Jacobson Van Den Berg & Co, Gedung Tekstil.
Sementara itu Nyimas Ulfah Aryeni, Pamong Budaya Ahli Muda, Dinas Kebudayaan Kota Palembang yang juga duduk sebagai anggota TACB menjelaskan, pihaknya sudah mengumpulkan data dan informasi valid terkait sejarah bangunan dimaksud.
Berikut ini profil dan kondisi dari bangunan tersebut sejak zaman Belanda hingga saat ini.
Kantor Ledeng, direkomendasikan dijadikan sebagai cagar budaya. Saat ini gedung tersebut dikenal sebagai kantor walikota Palembang. TEMPO/Parliza Hendrawan
1. Gedung Ledeng
Dewasa ini tampaknya banyak warga Palembang yang tidak mengenal Gedung Ledeng. Mereka lebih mengenal bangunan bersejarah ini sebagai kantor Wali Kota Palembang sejak puluhan tahun silam. Gedung Ledeng berada di pusat kota, persisnya di Jalan Merdeka yang saat ini merupakan kantor resmi Pj Wali Kota Ratu Dewa
Nyimas Ulfah Aryeni menjelaskan, Kompleks Balai Kota Palembang merupakan hasil kemajuan kota tersebut di bawah kepemimpinan Walikota P. E. E. J. Le Cocqd'Armandville sejak 1922. Pembangunan kompleks ini meliputi kantor wali kota, menara air, dan renovasi Balai Kota Lama, yang mencerminkan perubahan besar dalam infrastruktur kota pada masa itu.
Gedung ini menjadi pusat administrasi yang penting, dengan struktur monumental berbentuk persegi panjang, menara air simetris, dan menggunakan teknologi beton bertulang yang khas pada zamannya. Penggunaan berbagai bahan seperti beton, bata, batu, kayu, dan baja memperlihatkan pengaruh arsitektur kolonial Belanda.
Teknologi konstruksi modern saat itu seperti teknik cor beton dan penggunaan pipa instalasi dengan diameter berbeda juga menjadi bagian penting dari kompleks ini. Dari lantai pertama hingga ke menara air, struktur bangunan yang terdiri dari tujuh lantai digunakan nuntuk fungsi administrasi dan instalasi air.
Ornamentasi dengan kaca patri, logo Kerajaan Belanda, serta brankas dengan keamanan yang kokoh menjadi bagian dari ciri khas bangunan ini. “Awalnya digunakan sebagai pengolahan air untuk permukiman Belanda dan Gedung Resident saat zaman Jepang sebelum menjadi Balai Kota Palembang seperti yang kita kenal saat ini,” kata Nyimas Ulfah Aryeni.
2. Museum SMB II
Sultan Mahmud Badaruddin II adalah Sultan Palembang yang berkuasa dari 12 April 1804 hingga diasingkan Belanda pada 1 Juli 1821. Nama lahirnya sebelum berkuasa adalah Raden Muhammad Hasan Pangeran Ratu.
Saat ini namanya diabadikan sebagai nama bandara dan museum. Bangunan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) memiliki sejarah yang kaya. Bangunan ini merupakan bekas Rumah Residen Palembang yang berasal dari reruntuhan Kraton Kuto Lamo, terkait dengan perang pada 1819-1821. Kraton ini berada dalam satu kawasan dengan Kraton Kuto Baru.
Nyimas Ulfah Aryeni menjelaskan, setelah perang, ada pemindahan dan perubahan kepemimpinan di keraton, termasuk pula upaya pembangunan benteng yang mendapat banyak kendala, di antaranya masalah keuangan. Pada 1825, ketika rencana pembuatan benteng di Kampung Kelenteng gagal, bangunan Kraton Kuto Lamo dan sebagian Kraton Kuto Baru dirobohkan.
Di atas reruntuhan tersebut, dibangun bangunan baru untuk Kantor Residen Palembang dan tempat kerja Dewan Palembang. Setelah pembongkaran Kraton Kuto Lamo, bangunan ini menjadi bagian dari kompleks museum. Bangunan ini mencerminkan gaya Eropa dengan sentuhan arsitektur tropis Hindia, menggabungkan elemen lokal dengan gaya kolonial.
Dengan teknologi pembuatan menggunakan beton dan kayu, bangunan ini menampilkan lengkungan pada struktur dinding sebagai ornamen. Secara keseluruhan, museum ini memiliki dua lantai dengan ruang-ruang yang teratur dan struktur yang menggabungkan gaya Palladian Eropa, dipadukan dengan kekhasan bangunan Melayu Palembang.
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II saat ini menjadi salah satu landmark di Kota Palembang, mewakili sejarah dan percampuran budaya yang kaya dalam struktur bangunannya.
3. Bangunan Kejari
Bangunan ini awalnya merupakan bagian dari kawasan permukiman elite Belanda di Kawasan Heritage Talang Semut. Dengan usia lebih dari setengah abad, gedung ini masih mempertahankan bentuk aslinya sebagai bangunan kolonial.
Nyimas Ulfah Aryeni menjelaskan, pada 1961, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 membentuk lima Kejaksaan Tinggi di Indonesia. Salah satunya adalah Kejaksaan Tinggi Jakarta yang mencakup wilayah hukum di Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan berkedudukan di Kota Palembang, menggunakan sebuah bangunan yang sudah lebih dari 50 tahun dan memiliki gaya arsitektur kolonial modern.
Sejak zaman Orde Baru, Palembang menjadi lokasi Kejaksaan Tinggi pertama yang mulai beroperasi sebagai Cabang Kejaksaan Tinggi Jakarta. Namun, setelah keputusan sidang Umum MPRS pada Juli 1966, semua Cabang Kejaksaan Tinggi ditetapkan sebagai Kejaksaan Tinggi.
Gedung ini mengalami sedikit perubahan dengan penambahan dua gedung kecil di halaman belakang sebelum 1981. Meskipun ada bukti kepemilikan oleh individu pada tahun 1939, belum pasti apakah gedung tersebut tetap digunakan setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945.
Pada 1990, diterbitkan Buku Tanah Hak Pakai No 323 yang memvalidasi hak pakai gedung ini hanya untuk Kejaksaan Negeri Palembang. Gedung ini masih mempertahankan bentuk aslinya sebagai bangunan kolonial di Kawasan Heritage Talang Semut di Palembang.
4. Jacobson Van Den Berg & Co
Gedung Jacobson Van Den Berg & Co berada tidak terlalu jauh dari Museum SMB II maupun Gedung Ledeng. Dulunya bangunan bersejarah ini dikenal sebagai kantor dagang hindia Belanda sebelum kemerdekaan RI diproklamasikan.
Gedung Nv Jacobson Van Den Berg & Co termasuk dalam bangunan yang layak dijadikan cagar budaya. Gedung yang berada di jalan Depaten Baru no 32, dulunya dikenal sebagai kantor dagang Hindia Belanda. TEMPO/Parliza Hendrawan
Bernama lengkap NV Jacobson Van Den Berg & Co, bangunan tua bercat Kuning dan beratap genting tersebut berada di pertigaan Jl Depaten Baru No 32, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang. NV Jacobson van den Berg & Co sendiri merupakan salah satu perusahaan dagang terbesar yang dimiliki Belanda yang didirikan pada 1 Juni 1860 di Amsterdam.
PARLIZA SUHENDRA
Pilihan Editor: Kisah Jalan Suryakencana, Surga Kuliner Kota Bogor di Lintasan Jalur Anyer-Panarukan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini