Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Lereng Gunung Merapi yang meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali, juga Kabupaten Klaten memiliki potensi besar di bidang pariwisata. Dengan udara khas gunung yang sejuk dan alam yang masih hijau asri, berbagai wahana wisata telah dikembangkan masyarakat di lereng Merapi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, masih ada yang belum dilirik dari potensi wisata lereng Merapi yakni agrotourism atau wisata berbasis pertanian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di lereng Gunung Merapi, agrotourism bisa dikembangkan lebih merata pemerintah daerah masing-masing, karena pasarnya ada," kata Farakka Sari, tim Project Management Unit Upland Project Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian di sela bertemu ratusan petani di Yogyakarta, Kamis, 10 Agustus 2023.
Farakka mencontohkan, dalam pengembangan agrotourism di lereng Merapi, idealnya berfokus pada satu komoditas. Misalnya beras organik yang telah dikembangkan kelompok tani di Sawangan, Magelang, Jawa Tengah.
"Beras atau padi organik bisa dikembangkan di lereng Merapi karena sumber airnya di situ bukan saluran irigasi teknis atau buatan, tapi masih dari mata air alami seperti sungai," kata Farakka.
Farakka menuturkan, beras atau padi organik yang dikembangkan di Sawangan, bisa diadopsi di daerah lereng Merapi lain yang masuk wilayah Kabupaten Sleman, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten.
"Di Sawangan, satu kelompok tani bisa mendapat permintaan beras organik hingga 8.000 ton per bulan, dan ini masih sulit terpenuhi," kata dia.
"Artinya pasar beras organik ini sangat besar, tak hanya kota besar di Indonesia tapi juga Eropa, Amerika, dan Asia," imbuh Farakka.
Mengembangkan agrotourism beras organik di lereng Merapi, menurut, bisa membawa nilai plus dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
"Wisatawan yang dari kota kota besar bisa berwisata di lereng Merapi sembari membeli produk langsung beras organik ini dari petani," kata dia.
Hanya saja, Farakka menuturkan, dalam pengembangan agrotourism ini kelompok tani musti memiliki kemandirian supaya bisa memproses komoditasnya dari hulu hingga hilir.
"Petani perlu membangun korporasi, dengan berkumpul, punya usaha kuat dan bisa menangani proses dari hulu hingga hilir usahnya," kata dia.
Agrotourism menggabungkan dua bidang yakni pertanian dan pariwisata. Namun tak cukup hanya itu. Di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, misalnya ada lembaga yang melakukan lelang produk pertanian petani sehingga petani bisa mendapatkan harga tertinggi untuk produknya.
Sistem lelang seperti ini bisa mendukung agrotourism itu lebih kuat dan berkelanjutan.
Dalam forum di Yogyakarta itu hadir ratusan petani dari berbagai wilayah luar Yogyakarta seperti dari Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, Subang, Tasikmalaya, dan Sumenep.
Perwakilan kelompok petani itu rata-rata sudah berhasil membentuk korporasi dan membuat produknya tembus pasar mancanegara. Petani Kabupaten Purbalingga, misalnya, telah berhasil mengekspor produk lada ke Jepang. Bahkan saat ini telah berkontrak secara kontinu untuk mensuplai pasar di Negeri Sakura tersebut.
Petani dari Kabupaten Sumenep Jawa Timur saat ini juga telah berhasil mengolah produk bawang merah goreng dan mampu mensuplai untuk pasar di Belanda.
Jika di daerah lain, di lereng Gunung Merapi pun bisa.
PRIBADI WICAKSONO