Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Volume air Danau Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua, surut di musim kemarau karena pasokan air dari Pegunungan Cyclops berkurang. Inilah saat yang tepat untuk melihat batu purbakala peninggalan zaman megalitik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan benda purbakala itu selama ini terendam di dalam air Danau Sentani. "Benda-benda megalitik ini sempat dikhawatirkan hilang atau bergeser posisinya akibat banjir bandang yang melanda Sentani pada Maret 2019," kata Hari Suroto dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin 5 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Batu laki-laki di Situs Batu Beranak, Pulau Mantai, Danau Sentani, Papua. Dok. Balai Arkeologi Papua
Saat kondisi air Danau Sentani, Papua, sedang pasang, peninggalan zaman megalitik ini hanya terlihat samar-samar berada di dalam air. Ketika air Danau Sentani surut, pengunjung bisa melihat peninggalan menhir dari Pulau Asei, pulau kecil yang terletak di tengah Danau Sentani bagian timur. Menhir yang sebelumnya berada di dalam air itu kini tampak, bahkan ukirannya pun terlihat jelas sekali.
Batu perempuan di Situs Batu Beranak, Pulau Mantai, Danau Sentani, Papua. Dok. Balai Arkeologi Papua
Ada pula papan batu di Tanjung Warakho, Kampung Doyo Lama. Ketika air Danau Sentani surut, papan batu peninggalan zaman megalitik ini tampak jelas di permukaan tanah di tepi danau. Sejumlah menhir juga terlihat jelas di perairan Pulau Mantai. Dua buah menhir berukuran besar yang dipercaya oleh masyarakat Sentani bagian barat sebagai laki-laki dan perempuan dewasa.
Batu anak di Situs Batu Beranak, Pulau Mantai, Danau Sentani, Papua. Dok. Balai Arkeologi Papua
Tidak jauh di sampingnya terdapat sepuluh batu menhir berukuran lebih kecil yang dipercaya sebagai anak-anaknya. Menhir-menhir ini dikenal sebagai Ainining Duka atau batu beranak. Menhir atau masyarakat Kwadeware menyebutnya batau rejeki atau batu marew juga terlihat jelas di pinggir Pulau Mantai, sekitar 10 meter sebelah selatan batu beranak. Pada masa lalu, peninggalan megalitik ini berkaitan dengan kepercayaan pada roh nenek moyang atau kekuatan supranatural.