Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Akses kereta api ke Machu Picchu kembali dibuka. Sebelumnya, akses tersebut ditutup berhari-hari karena aksi protes yang dilakukan masyarakat, pemandu, dan agen travel setempat terkait dengan sistem penjualan baru tiket ke destinasi wisata paling populer di Peru itu. Penutupan akses membuat banyak wisatawan terlantar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut operator kereta api di negara Andean tersebut, pembukaan akses dilakukan setelah tercapainya kesepakatan antara pemerintah dan kelompok pengunjuk rasa. PeruRail mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sebagian layanan telah dimulai kembali pada Rabu, 31 Januari 2024, dan layanan reguler akan kembali pada Kamis dari kota Cusco ke Aguas Calientes dekat situs arkeologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami harus bergerak maju untuk mengaktifkan kembali perekonomian kita," kata Menteri Kebudayaan Peru, Leslie Urteaga, mengatakan kepada stasiun radio lokal yang dikutip Reuters.
Sistem penjualan tiket baru ini diterapkan untuk mengontrol jumlah wisatawan yang datang ke tempat itu. Sebelumnya, badan-badan yang bertanggung jawab atas pelestarian situs Warisan Dunia UNESCO telah memperingatkan tentang kepadatan dan penjualan tiket yang berlebihan, Pihak berwenang pun mencari cara baru untuk mengendalikan jumlah pengunjung ketika perjalanan kembali meningkat setelah pandemi COVID-19 berakhir.
Sistem penjualan tiket baru dibatalkan
Protes berakhir setelah pemerintah Peru membatalkan rencana untuk mengalihkan penjualan tiket masuk Machu Picchu ke perusahaan swasta. Meskipun sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan pihak yang protes, jalan-jalan, hotel dan restoran di sekitar lokasi masih sepi.
Leslie Urteaga akhirnya menyetujui permintaan para pengunjuk rasa setelah bertemu dengan presiden regional Cusco dan wali kota distrik Machu Picchu.
Sebelumnya, Urteaga menuduh adanya penyimpangan dan kerugian sebesar $1,8 juta atau sekitar Rp28,4 miliar per tahun untuk tiket yang tidak dilaporkan ke negara. Perusahaan yang mengangkut wisatawan ke Machu Picchu disebut melaporkan jumlah wisatawan per hari yang lebih tinggi dibandingkan penjualan tiket resmi, menurut komisi pariwisata di Kongres.
Pemerintah sempat mengalihkan penjualan tiket ke Joinnus, perusahaan penjualan tiket virtual pada pertengahan Januari. Namun setelah aksi protes, pemerintah memutuskan memindahkan penjualan tiket ke platform online yang dikelola oleh pemerintah pusat dan membatakan kontrak dengan Joinnus.
Machu Picchu, yang diyakini sebagai tempat liburan bangsawan Inca pada abad ke-15, menerima sekitar 2,2 juta pengunjung tahun lalu, masih lebih rendah dibandingkan dengan jumlah pengunjung sebelum pandemi sebesar 4,6 juta. Peru telah berusaha mendorong wisatawan untuk mengunjungi situs kuno lainnya untuk mencegah kepadatan yang berlebihan, yang menurut UNESCO dapat merusak bagian dari strukturnya.
REUTERS | NEW YORK POST | ABC