Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Andong Malioboro Rela Banting Harga, yang Penting Ada Penumpang

Para pemilik andong di Malioboro memangkas tarif dan bisa dinego. Hal ini dilakukan agar mereka memperoleh penumpang.

17 Juli 2020 | 08.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Andong tengah parkir di jalur lambat Jalan Malioboro, Yogyakarta. Tempo/Tulus Wijanarko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Bertandang ke Malioboro, tak lengkap bila tak naik andong. Dengan moda transportasi tradisional itu. wisatawan bisa ke keraton, Alun-alun Utara, pusat kaos Rotowijayan, lalu biasanya diakhiri belanja bakpia di kampung Patuk Yogyakarta.

Selama pandemi Covid-19, para pemilik andong mengalami masa suram. Tak ada turis yang menggunakan jasa mereka. Sebelum pandemi untuk menikmati jalan-jalan dengan andong, turis harus merogoh kocek, Rp150.000 hingga Rp200.000. 
Nah, selama masa wabah virus corona, kunjungan turis anjlok. Namun andong tetap setia menunggu penumpangnya. Ada puluhan andong sudah beroperasi tiap harinya di Malioboro saat ini.
“Yang penting bagi kami di masa sulit ini karena baru mulai beroperasi tarifnya bisa dirembug, tergantung kesepakatan,” ujar seorang kusir andong Malioboro, Wuryadi di sela menunggu penumpang di kawasan depan DPRD DIY Malioboro, Kamis, 17 Juli 2020.
Wuryadi mengaku sejak beroperasi kembali akhir pekan lalu, Sabtu 11 Juli 2020, dalam sehari sudah bisa mendapat satu hingga dua kali orderan. Ia mengatakan, tarif yang disepakati rata-rata masih di bawah Rp100.000 sekali tarikan. “Wisatawan lokal soalnya, belum ada turis asing,” ujarnya.
Kusir asal Potorono Kabupaten Bantul itu bersyukur, perlahan-lahan kawasan Malioboro pulih kembali walaupun wisatawan tak membludak seperti sebelum pandemi.
Ayah satu anak itu mengaku, selama empat bulan terakhir saat andongnya harus diparkir karena wabah, kesehariannya hanya mencari rumput untuk merawat kudanya. Untuk mencukupi kebutuhan hidup ia hanya mengandalkan sisa tabungan dan akhirnya berutang ke kerabat karena pekerjaan juga sulit peroleh.  
Oleh sebab itu, saat pemerintah mengijinkan kembali andong beroperasi di Malioboro dengan protokol normal baru, ia langsung bersemangat. Walaupun kadang dalam sehari juga belum pasti bisa narik penumpang.
“Soal dapat atau tidak penumpang ya pasrah, yang penting soal tarif bisa dinegosiasi, tidak bisa mematok seperti dulu (sebelum wabah),” ujarnya.
Tak hanya wisatawan, andong di Malioboro juga menjangkau penumpang di kawasan sekitarnya. Misalnya para pedagang dan buruh di Pasar Beringharjo yang hendak pulang kerja, biasanya juga masih memilih andong sebagai salah satu moda transportasi yang bertahan hingga petang.
Tentu saja untuk pedagang atau buruh tarifnya berbeda alias lebih rendah dibandingkan wisatawan.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Malioboro, Ekwanto, menuturkan moda andong dan juga becak memang sudah diizinkan beroperasi kembali sejak akhir Juni 2020 ini. Namun andong dan becak yang bisa beroperasi, adalah yang sudah mematuhi protokol kesehatan.  
Penarik andong membawa wisatawan berbelanja di pusat oleh-oleh sekitar kawasan Malioboro. TEMPO/ Pribadi Wicaksono.
“Untuk andong yang beroperasi di antaranya wajib menyediakan penyekat antara kusir dan penumpang, kusir memakai masker dan menyediakan hand sanitizer," ujarnya. Jika andong ketahuan beroperasi tanpa mengikuti protokol berlaku akan dilarang masuk ke Malioboro.
"Sudah ada kesepakatan, kalau tidak memenuhi protokol kesehatan petugas akan memintanya untuk kondur (pulang),"ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ludhy Cahyana

Ludhy Cahyana

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus