Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Bagian Benteng Keraton Yogyakarta Bakal Tersambung Kembali

Dua bagian beteng baluwarti (pertahanan) Keraton Yogyakarta yang terputus puluhan ratusan tahun silam bakal segera tersambung lagi.

2 Agustus 2019 | 22.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dua bagian beteng baluwarti (pertahanan) Keraton Yogyakarta yang sempat terputus ratusan tahun silam dan menjadi akses jalan umum warga, bakal segera tersambung lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua bagian beteng Keraton Yogya yang terputus itu berada di pojok beteng (jokteng) kulon atau barat laut Keraton Yogyakarta, yang selama ini menjadi jalan tembus yang menghubungkan jalan Nagan Kulon dan Nagan Kidul dengan jalan MT. Haryono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedangkan satu bagian beteng lain yang putus itu ada di sebelah timur laut (jokteng lor wetan).

Proyek revitalisasi untuk menyambung dua bagian beteng (benteng) keraton itu dimulai awal Agustus 2019 ini. Pada Rabu (31/7) sudah dimulai dengan penutupan akses jalan untuk masyarakat, khususnya untuk beteng di Jokteng Kulon.

"Dulu bangunan utuh beteng Keraton Yogya ini ada lima pintu atau plengkung. Filosofinya melambangkan keseimbangan," ujar Sekretaris Daerah DIY, Gatot Saptadi dalam keterangannya Jumat 2 Agustus 2019.

Sehingga, ujar Gatot, jika terdapat satu pintu baru akan mengubah filosofi awalnya untuk mengembalikan bentuk aslinya. Pada awalnya, beteng ini berfungsi sebagai tembok pertahanan keraton saat melawan penjajah.

Selain terdapat lima gerbang dengan pintu melengkung sebagai sarana keluar masuk beteng. Di atas gerbang terdapat pelataran yang dinamakan panggung.

Pintu gerbang benteng ini disebut Plengkung atau Gapura Panggung. Masing-masing plengkung dilengkapi dengan dua gardu jaga dan empat buah longkangan sebagai tempat meriam.

Gatot menuturkan untuk bagian beteng sebelah timur laut atau Jokteng Lor Wetan yang menjadi jalan umum, sejarahnya terputus karena di masa lalu diledakkan penjajah.

"Revitalisasi beteng di sisi timur laut butuh waktu lebih lama karena harus ada relokasi penduduk," ujar Gatot.

Penduduk yang ada di tanah Magersari-tanah milik Keraton- sudah diajak berembug namun masih terdapat 13 kepala keluarga lagi yang perlu direlokasi, “Targetnya revitalisasi ini selesai tahun ini juga," ujarnya.

Revitalisasi beteng sendiri tak hanya berhenti di pengerjaan menyambung bagian terputus lantas selesai.

Rencananya revitalisasi akan dilanjutkan dengan pembenahan parit atau elemen-elemen yang dulunya turut mengitari beteng, termasuk gapura, “Tapi saat ini fokusnya merevitaliasi beteng terlebih dahulu, mengedepankan lima akses (pintu) itu dulu,” ujar Gatot. Peserta kirab dari Pasar Beringharjo menari di depan gapura beteng keraton pada gelaran acara Kirab Pasar memperingati HUT Kota Yogya ke-259, Ngasem, Yogyakarta, 4 Oktober 2015. TEMPO/Pius Erlangga

Selain merevitalisasi beteng, penataan Alun-Alun Utara juga akan digarap. Rencananya untuk Alun Alun Utara akan dikurangi elemen batu dan dikembalikan ke tanah sebagaimana aslinya. Namun, ujar Gatot, yang mengerjakan revitalisasi Alun Alun Utara nanti pihak keraton.

Melansir laman resmi Keraton Yogyakarta, kratonjogja.id, beteng Keraton ini berfungsi sebagai tembok pertahanan keraton saat melawan penjajah. Benteng ini menjadi tembok lapis terluar yang mengelilingi Keraton Yogyakarta. Sebab, pada dasarnya, Keraton Yogyakarta memiliki dua lapis tembok.

Lapisan dalam berupa tembok cepuri yang mengelilingi kedhaton, atau kawasan keraton. Tembok berikutnya jauh lebih luas dan kuat, disebut dengan tembok Baluwarti, yang memiliki kesamaan bunyi dengan kata baluarte dari Bahasa Portugis yang juga berarti benteng. 

Selain kedhaton, tembok Baluwarti juga melingkupi kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem, area yang kini sering disebut sebagai kawasan Jeron Beteng.

Beteng Baluwarti keraton ini dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I dan selesai pada era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Fungsinya adalah sebagai pertahanan dari serangan yang dilakukan oleh penjajah. Satu kesatuan beteng itu sendiri dulunya terdiri dari lima buah pintu sebagai akses atau yang dikenal dengan plengkung dan dikelilingi oleh empat bastion pada empat sudut beteng.

Plengkung tersebut antara lain Plengkung Tarunasura (Wijilan), Plengkung Nirbaya (Gadhing), Plengkung Jagasura, Plengkung Jagabaya, dan Plengkung Madyasura/Tambakbaya (Plengkung Bunthet).

Saat ini, hanya dua dari lima plengkung tersebut yang masih dapat dilihat keberadaannya yakni Plengkung Tarunsura dan Plengkung Nirbaya.

 

Ludhy Cahyana

Ludhy Cahyana

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus