Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Berapa Luas Pulau Rempang Batam yang Bakal Disulap Jadi Eco City?

Pulau Rempang memiliki luas wilayah sekitar 165 kilometer persegi atau sekitar 16.500 hektare

15 September 2023 | 22.36 WIB

Anak-anak bermain bola di Pantai Melayu Pulau Rempang, Batam. Pantai ini menjadi salah satu titik lokasi pembangunan Rempang Eco-city. (TEMPO.CO/Yogi Eka Sahputra)
Perbesar
Anak-anak bermain bola di Pantai Melayu Pulau Rempang, Batam. Pantai ini menjadi salah satu titik lokasi pembangunan Rempang Eco-city. (TEMPO.CO/Yogi Eka Sahputra)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketegangan kini tengah terjadi di tengah-tengah masyarakat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Hal ini buntut dari bentrok yang terjadi antara aparat keamanan gabungan TNI-Polri dan warga setempat pada Kamis, 7 September 2023 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Permasalahan berawal dari ribuan warga Pulau Rempang yang menolak relokasi dan terancam digusur terkait rencana pengembangan kawasan Rempang Eco City. Pasalnya, pengembangan yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) ini berada di dua Kelurahan Pulau Rempang, yakni Kelurahan Sembulang dan Rempang Cate. Rencananya, Pulau Rempang ini akan dikembangkan menjadi kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas, berapa luas Pulau Rempang sebenarnya?


Berapa Luas Pulau Rempang?


Pulau Rempang adalah salah satu pulau di Kecamatan Galang yang masuk dalam wilayah pemerintahan Kota Batam, Kepulauan Riau. Daerah ini memiliki luas wilayah sekitar 165 kilometer persegi atau sekitar 16.500 hektare.

Pulau Rempang adalah rangkaian pulau besar kedua di Batam yang dihubungkan oleh enam buah jembatan Barelang, yang namanya berasal dari singkatan kata Batam, Rempang, dan Galang. Pulau ini terletak sekitar tiga kilometer di sebelah tenggara Pulau Batam dan dihubungkan oleh jembatan Barelang kelima dengan pulau Galang di Bagian Selatannya.

Bebeperapa pengunjung bersantai di Jembatan Barelang Kota Batam. (TEMPO.CO/Yogi Eka Sahputra)

Melalui Keppres Nomor 28 Tanggal 19 Juni 1992, pemerintah Indonesia melakukan penambahan wilayah kawasan industri Pulau Batam. Ini ditengarai semakin meningkatnya usaha di Pulau Batam namun ada keterbatasan kemampuan serta daya dukung lahan yang tersedia di daerah industri Pulau Batam. 

Pulau Rempang dan Pulau Galang pun masuk dalam perluasan kawasan industri Pulau Batam dengan status kawasan Berikat. Oleh karena itu, pada saat ini Pulau Rempang banyak dikembangkan untuk wilayah pertanian dan perikanan Sembulang. Selain itu, ada juga destinasi wisata dengan pantai-pantai yang indah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, Pulau Rempang termasuk dalam kategori pulau kecil. Daerah ini juga masuk dalam kawasan hutan konservasi taman buru. Adapun jumlah penduduknya adalah sekitar 7.500 hingga 10 ribu jiwa dengan mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan pelaut sebagai mata pencahariannya.

Terdapat 16 kampung tua dan pemukiman warga Asli di Pulau Rempang. Adapun luas total 16 kampung tua itu tidak sampai 10 persen dari luas Pulau Rempang. Warga di kampung tua tersebut juga terdiri dari beberapa suku, diantaranya suku Melayu, suku Orang Laut dan suku Orang Darat.

Melansir laman Kebudayaan Kemdikbud, suku Orang Darat atau atau Orang Oetan (hutan) merupakan penduduk asli Pulau Batam, khususnya di Pulau Rempang. Pada 1930, seorang pejabat Belanda bernama P. Wink mengunjungi mereka di Pulau Rempang. Kunjungannya itu tertulis dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang, 4 Februari 1930.

Ex-Camp Vietnam Galang, Batam. Foto: BP Batam.

Tatkala Wink mengunjungi Pulau Rempang, ia mencatat ada delapan laki-laki, dua belas wanita, dan enam belas anak-anak suku Orang Darat. Mereka mencari nafkah dari bercocok tanam dan hasil hutan, serta mencari makanan laut saat air pasang. Sayangnya, populasi Orang Darat semakin menurun, dengan hanya beberapa keluarga yang tersisa pada 2014.

Saat ini, Pulau Rempang masuk dalam salah satu Proyek Strategis Nasional 2023 dan direncanakan menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga wisata dengan nama Rempang Eco Park. Berdasarkan situs BP Batam, proyek ini akan memakan 7.572 hektare lahan Pulau Rempang atau 45,89 persen dari keseluruhan lahan pulau Rempang yang memiliki luas sebesar 16.500 hektare.

Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas kurang lebih 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.

 

Pengosongan dan Relokasi Warga Pulau Rempang

Sebelumnya diketahui, bentrokan terjadi antara aparat dengan masyarakat Pulau Rempang pada Kamis pekan lalu. Aparat gabungan memaksa masuk untuk melakukan pengukuran dan pemasangan patok tapal batas.

Pihak BP Batam pun terus melakukan sosialisasi kepada warga untuk segera mendaftarkan rumah yang terdampak pembangunan Rempang Eco-city. Sebab, Pulau Rempang harus dipastikan kosong oleh tim terpadu yang terdiri dari Polisi, TNI BP Batam, dan Satpol PP sebelum tanggal 28 September 2023. Sosialisas itui dilakukan dalam bentuk menyebarkan stiker dan spanduk pemberitahuan lokasi tempat pendaftaran yang berada di kampung.

Hadi mengatakan pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Hal itu disampaikan Hadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa, 12 September 2023. Menurut dia, hampir 50 persen dari warga Rempang telah menerima usulan yang disampaikan. 

Dalam usulan tersebut, pemerintah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan warga Pulau Rempang, yakni sebagai nelayan. Pemerintah, kata Hadi, menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah. 

"Dari 500 hektare itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kami bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," ujar Hadi.

 

RADEN PUTRI | YOGI EKA SAHPUTRA | TIM TEMPO

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus