Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jarak antara Kota Palu dan Kabupaten Poso dipisahkan oleh Taman Nasional Lore Lindu. Sepanjang perjalanan, pandangan mata disuguhi hutan perawan, dengan bukit dan tebing mengapit jalanan beraspal. Rute ke Poso tersebut merupakan Jalan Trans Palu-Napu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rute tersebut, sebenarnya hanya memakan waktu 4,5 jam di aplikasi Google Maps. Namun jalan yang terputus, atau bukit longsor membuat perjalanan bisa molor dua jam. Sepanjang perjalanan, lalu lintas memang sunyi. Pohon-pohon raksasa, rotan, dan bebatuan mengukuhkan perjalanan wisata di Lore Lindu bukan untuk wisata massal yang nyaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masuk ke tengah Lore Lindu, Lembah Besoa di Desa Doda, Kecamatan Lore Tengah, menjadi destinasi utama. Di luar penelitian burung-burung endemik, Lore Lindu memang menjanjikan petualangan menuju kampung purba. Keunikannya, situs megalit ini berbentuk kampung. Wisatawan bisa menemukan alat-alat rumah tangga dari batu raksasa, kuburan, dan rumah manusia masa neolitikum di era zaman logam.
Menuju Lembah Besoa harus melewati Danau Tambing, di ketinggian 1.700 mdpl. Tentu, mobil harus diparkir di perkampungan terdekat atau menitipkannya di rumah warga. Perjalanan selanjutnya adalah bejalan kaki dengan jalan setapak menembus hutan.
Rumah adat peninggalan zaman megalitikum di Desa Besoa, Lembah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 22 Juli 2016. Patung yang menurut sejarah dibuat pada zaman batu sekitar 3000 - 4000 SM itu masih berada di situs alamnya di Lembah Napu. TEMPO/Fahmi Ali
Perjalanan memang melelahkan. Perlu dicatat dari Palu ke Danau Tambing sekitar 2-3 jam, dan dari Danau Tambing ke Lembah Besoa sekitar 3-4 jam. Bila ingin kondisi bugar dalam perjalanan, sebaiknya menginap di Kecamatan Lore Tengah. Di kecamatan tersebut banyak homestay yang bisa disewakan.
Soal biaya silakan bernego, termasuk biaya untuk sarapan. Ramah tamah khas penduduk Lore Tengah tak akan bisa dilupakan. Mereka sangat ramah terhadap para pendatang.
Situs megalit di Taman Nasional Lore Lindu berjumlah ratusan, namun belum semuanya terpetakan. Salah satu yang bisa diakses adalah situs Pokekea dan Tadulako, sementara ratusan lainnya masih menjadi misteri di kedalaman hutan Lore Lindu.
Situs megalitikum di sekitar Lembah Besoa diperkirakan merupakan peninggalan prasejarah – merujuk tak adanya bukti tulisan atau prasasti yang terpahat pada batu atau benda-benda lain. Hal yang mengejutkan di situs Tadulako terdapat rumah, gerabah, hingga kuburan batu yang masih lengkap dengan tutupnya. Lalu patung-patung, yang diduga untuk pemujaan agama.
Selain situs batu-batu menhir raksasa itu, pemandangan Lembah Besoa dengan pegunungan dan stepa, sangat memanjakan mata.
Merujuk penelitian arkeologi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, arkeolog Dwi Yani Yuniawati Umar menyebut DNA dari penduduk Tadulako merupakan penerus bangsa Austronesia – manusia modern atau homo sapiens. Jejak DNA penduduk era Neolitikum di Tadulako sampai pada etnik Mandar di Sulawesi Barat, etnik Toraja di Provinsi Sulawesi Selatan, etnik Kajang di Bulukumba, etnik Kaili di Sulawesi Tengah, dan etnik Minahasa di Sulawesi Utara.
Bila ingin berpetualang tracking Lore Lindu sangat memuaskan, sembari belajar sejarah mengenai asal usul nenek moyang bangsa-bangsa di nusantara. Asik bukan?
Bejana batu raksasa megalitik di Desa Besoa, Lembah Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 22 Juli 2016. Selain bejana, terdapat pula patung manusia dari batu. Puluhan megalit di lokasi tersebut kini dikelola Dinas Kebudayaan setempat.TEMPO/Fahmi Ali