Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabupaten Nabire, Papua, berada di Teluk Cenderawasih, memiliki panorama laut yang elok. Namun, hiu paus yang kerap menyinggahi perairan Nabire, memikat wisatawan dunia. Di perairan itu, hiu paus berkeliaran saban harinya. Artis Raline Shah salah satu wisatawan yang terpikat dengan keelokan laut di Nabire.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekaguman Raline terhadap laut Nabire, ia unggah di akun Instagramnya pada 29 Maret 2020. Dalam video itu, ia tampak kaget ketika snorkeling dan tanpa diduga dua ekor hiu paus menuju ke arahnya, “Pertama kali ketemu dengan hiu paus bulan lalu di Nabire Papua. Kaget! Such gentle giants. I fell in love soon after,” unggah Raline Shah di akunnya, @ralineshah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, ke Nabire bukanlah perjalanan yang cepat dan mudah. Untuk menyambanginya butuh penerbangan 8 jam lebih dari Jakarta. Dari kota Kabupaten Nabire, tujuan selanjutnya ke Resor Kali Lemon, Desa Kwatisore, lokasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Perjalanan kali ini menggunakan speed boat sekira dua jam.
Namun perjalanan panjang itu tak akan sia-sia. Pasalnya, Taman Nasional Teluk Cenderawasih, merupakan taman nasional perairan laut terluas di Indonesia. Terdapat 150 jenis terumbu karang yang tersebar di tepian 18 pulau besar dan kecil. Koleksi ikannya juga mengagumkan. Lebih dari 200 jenis ikan menjadi penghuni setia kawasan ini.
Kekayaan "hutan" bawah laut itulah yang mengundang wisatawan ke sini. Namun, dari sekian banyak jenis ikan di sana, yang sangat ingin kami jumpai adalah ikan hantu Kwatisore.
Hantu Kwatisore adalah sebutan untuk hiu paus (Rhincodon typus). Masyarakat Kwatisore memang biasa menyebut hiu paus sebagai hiniotanibre (ikan hantu). "Nelayan lokal menyebutnya ikan hantu karena kerap tiba-tiba muncul di samping perahu dan menggesek-gesekkan tubuhnya ke badan perahu," ujar Ben Gurion Saroy, yang pernah menjadi Kepala Taman Nasional Teluk Cenderawasih, otoritas wilayah laut Kwatisore.
Ikan terbesar di dunia ini memang terlihat menakutkan seperti hantu. Tubuhnya bisa mencapai sembilan ton dengan panjang 10 meter. Nelayan lain di Indonesia bagian timur menyebutnya gurano bintang (hiu bertotol) karena kulitnya bertotol.
Menurut Yance Henawi yang asli Kwatisore, masyarakat desa percaya ikan hantu adalah hewan adat. Di Desa Kwatisore, terdapat situs Bukit Batu Meja, yakni bukit setinggi 200 meter yang di atasnya terdapat batu besar berbentuk meja. Dari sana, Kwatisore tampak seperti ekor hiu paus.
"Bentuk pulau yang seperti ekor hiu paus membuat kami percaya Kwatisore memang rumah tinggal mereka. Kami dilarang mengkonsumsinya," ujar Yance saat kami berada di atas bagan, rumah dengan jaring terapung di tengah laut yang digunakan nelayan untuk menjaring ikan.
Seorang penyelam berenang bersama dua ikan hiu paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Katisore, Nabire, Papua, Senin (14/10). TEMPO/Rully Kesuma
Di bawah bagan itu, hiu paus berkeliaran berburu ikan teri yang tertangkap di jaring-jaring nelayan. Terdengar bunyi ngosh-ngosh-ngosh dari mulut-mulut hiu paus yang menghisap jaring-jaring ikan. Empat hiu paus berwarna keabu-abuan dengan totol-totol putih di sekujur tubuhnya itu memiliki panjang 4-7 meter. Berat mereka diperkirakan 2-3 ton.
Bagi penyelam, bertemu dengan hiu paus adalah mimpi indah. Mimpi itu bisa diperoleh di Kwatisore. Mulut hiu paus menyeringai menakutkan. Namun badannya yang bergerak pelan membuatnya terlihat menggemaskan. "Sepanjang tidak diganggu, mereka tidak berbahaya. Jangan menyelam dekat ekor, bisa kena kibasan ketika mereka bergerak. Juga jangan membawa bunyi-bunyian, pendengarannya sensitif," ujar Bram Muaranaya, yang sejak 2006 sudah melayani wisata selam hiu paus di Kwatisore.
Mengamati hiu paus dengan mudah mungkin hanya ada dua di dunia, satu di Kabupaten Nabire dan Oslob, sebuah kota kecil di Provinsi Cebu, Filipina. Di dua destinasi itu, hiu paus sangat akrab dengan manusia.