Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Denpasar -Lingkara Photography Community mengadakan pemutaran film dan diskusi bersama sutradara dan produser film Erwin Arnada. Agenda acara Lingkara Photocoffee itu memutar film Rumah di Seribu Ombak (2012) yang disutradarai Erwin Arnada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menceritakan seusai film itu tayang di bioskop ada kelompok pengajian yang menghubunginya. "Ibu-ibu pengajian di Menteng, Jakarta telpon saya, mau menyumbang," katanya, Jumat, 9 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Erwin menuturkan kelompok pengajian itu tersentuh oleh karakter Wayan Manik dalam cerita tersebut. "Habis nonton film itu (Rumah di Seribu Ombak), ibu-ibu memberikan donasi. Akhirnya saya kasih beasiswa ke sekolah di Singaraja anak-anak SD yang pintar, tapi enggak mampu (ekonomi)," tuturnya. "Donasi ibu-ibu pengajian dan hasil tiket bioskop."
Film Rumah di Seribu Ombak yang berdurasi 110 menit itu menceritakan tentang persahabatan dua bocah beda agama bernama Samihi (Islam) dan Wayan Manik (Hindu). Mereka hidup saling membantu untuk meraih kesuksesan yang diharapkan masing-masing.
Karakter Wayan Manik digambarkan hidup dalam balutan nestapa, ayahnya meninggal dalam peristiwa bom Bali di Legian. Manik terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya. Adapun nuansa kesedihan berlanjut ketika Manik kehilangan ibunya yang meninggal karena sakit.
Menurut Erwin sebuah film ketika hadir di masyarakat bukan hanya melulu soal jumlah penonton yang banyak. Ia pun tidak pernah secara khusus hanya menargetkan jumlah penonton. "Tapi bagaimana saya bisa memberikan sesuatu menjadi saluran berkah buat orang lain," katanya.
Erwin menggali inspirasi cerita film bernuansa toleransi itu menggunakan dasar literasi dan riset selama perjalanannya di Singaraja. "Saya wartawan produk jadul, riset dan referensi itu nomor satu supaya akurasi berita kuat. Ada 30 buku (referensi) tentang Bali dan Singaraja yang saya baca," kata mantan Pemimpin Redaksi majalah Playboy Indonesia itu.
Saat terjun ke dunia perfilman, Erwin Arnada lebih sering sebagai produser. Adapun Rumah di Seribu Ombak menjadi film pertama bagi dirinya sebagai sutradara. Nama Erwin Arnada akrab di telinga penggemar film horor, karena pria kelahiran 17 Oktober 1963 itu memproduseri Tusuk Jelangkung (2002).