Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kriiingg.... Sejenak hening berdetak dalam detik. Bunyi telepon berdering disambut besutan gitar synthesizer menghipnotis. Lalu sebuah lirik dibarengi gebukan drum mengentak sunyi: /No phone, no phone/I just want to be alone today/no phone, no phone. Penonton pun berjingkrak-jingkrak bak gelombang. Aksi spontan jemari gitaris Cake, Xan McCurdy, memetik dawai gitar kian memukau penonton. Lengkingan gitarnya cepat nan eksotis.
Inilah saat-saat Cake mampu merebut hati sekitar 1.500 penonton di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Kamis malam pekan silam. Penonton berjingkrak seirama lagu bertajuk No Phone yang disuguhkan John McCrea, vokalis kelompok asal California itu. "Lagu ini bagi orang-orang yang tak ingin terganggu dering telepon," kata McCrea, yang mengaku inspirasi lagu itu berawal dari kejenuhannya menerima telepon 15-20 kali sehari.
Selesai lagu itu, lagu andalan I Will Survive, yang sempat melejit di papan tangga lagu dunia pada 1996, membuat penonton kian menggila. Tak habis-habisnya histeria mereka meletup-letup. Dan Never There menutup aksi panggung Cake. McCrea dan kawan-kawan melambaikan tangan, lalu surut ke balik panggung.
Penonton puas? Tidak. "We want more, we want more," begitulah mereka tak ingin pertunjukan berakhir, dan bergeming di arena. McCrea rupanya bersimpati kembali ke panggung. "Saya hargai kalian memilih pertunjukan ini, meski ada konser lain di dekat sini (konser KrisdayantiRed)," katanya. Lagu Daria lalu menjadi bonus untuk antusiasme penonton dan sepasang stik drum Gabriel Nelson dilempar ke arah penonton, yang berebut meraihnya dengan antusias.
Respons penonton seperti di tiga lagu terakhir sejatinya sudah jadi harapan McCrea sejak lagu ketiga, Short Skirt/Long Jaket, disuguhkan. Ia bahkan sudah berusaha menggaet hati penonton lebih awal lagi dengan cara melepas jaket abu-abu yang membungkus kemeja bergaris-garis vertikal yang ia pakai. "Terima kasih untuk suara-suara dari Jakarta," kata McCrea setelah penonton bersedia mengikuti lirik yang dicontohkannya.
Sayangnya, suasana kembali redup hingga setengah jam lebih pertunjukan berlangsung dan memasuki lagu kesembilan, Sheep to Heaven. McCrea terlihat frustrasi, meski sudah konsisten bermain di panggung. Padahal ia sudah berusaha atraktif di panggung dengan memainkan gitar akustik dan alat semacam garpu tala. Tiupan trompet dan keyboard juga selalu terdengar dominan memanjakan penonton di setiap lagu.
Apa boleh buat, pentas Cake ini tak termasuk kategori sold-out concert (konser yang tiketnya habis terjualRed) yang bisa membuat tersenyum promotor Java Musikindo yang mendatangkan mereka ke sini. Gedung berkapasitas 4.000 pengunjung itu tak penuh. Sisi tribun hanya diduduki puluhan penonton, sementara di depan panggung hanya tiga perempat yang terisi. Setting panggung pentas Cake yang berukuran 17 x 6 meter juga sangat sederhana. Yang ada hanya permainan tiga lampu sorot dan sebuah bola kaca di atas panggung. Sedangkan sound system juga berkekuatan tak lebih dari 20 ribu watt. "Sound-nya kayaknya kurang nendang, ya," kata Mone, 18 tahun, penonton asal Kupang, kepada Tempo. Namun, Mone tetap merasa puas karena memang menyukai lagu-lagu Cake yang nyeleneh. Bukan easy listening, tapi bisa dinikmati.
Beda lagi dengan Raisa, 17 tahun, pelajar SMU Taman Tirta, Jakarta Selatan, dan Mareyke Rika, 28 tahun. Baik Raisa maupun Rika mengakui respons penonton sangat kurang. Mereka melihat seharusnya penonton bisa bergoyang pada beberapa lagu. "Saya kira, kalau penonton memberi respons, bisa lebih hidup," kata Raisa, yang sudah mengenal lagu-lagu Cake ketika di bangku SMP. Lagu I Will Survive adalah favoritnya.
Dari kalangan artis, rupanya banyak juga yang datang. Ada Andi /rif, Sigit (Base Jam), Puput Melati, dan sejumlah artis lainnya. Andi /rif bahkan sudah jauh hari menjadwalkan waktunya untuk konser ini. "Saya senang No Phone. Cepat dan enak didengar," tuturnya.
Eduardus Karel Dewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo