Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bersama Suara Alumni AFI

28 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tolong lupakan Peterpan. Sungguh. Lupakan sejenak invasi musik enam pemuda Bandung yang kini memanah telinga kita dari semua arah: televisi, radio, angkutan umum, mobil pribadi, berbagai mal dan pusat perbelanjaan, kafe dan resto, kolam renang, bahkan sampai ke ruang tunggu di kantor-kantor. Lupakan sihir vokal Ariel yang mampu membuat album kedua band itu, Bintang di Surga, terjual lebih dari dua juta keping—ini baru dari penjualan legal—rekor baru bagi musik pop Indonesia.

Kini bersiaplah menjadi saksi atas lahirnya ”rekor” lain, sebuah album lintas-langgam-lintas-zaman terindah yang pernah muncul di beranda musik lokal: Terbaik Bersama. Yang lebih menarik, album ini juga menampilkan penyanyi ”senior” seperti Audy, Rio Febrian, dan Glenn Fredly. Lebih dari 90 persen sisanya adalah vokalis pendatang baru lulusan Akademi Fantasi Indosiar (AFI), yang sudah menelurkan tiga angkatan, serta satu lapis penyanyi anak-anak.

Dibuka dengan Pemuda, lagu yang pernah dipopulerkan Chaseiro pada tahun 1980-an, syair ”propaganda” pada lagu ciptaan Candra Darusman ini, /di mana artinya berjuang/tanpa sesuatu pengorbanan/ke mana arti rasa satu itu/, sekarang terasa lebih realistis. Warna jazz-rock dengan medium tempo yang digunakan Candra dua dekade silam dibongkar habis oleh Tohpati, yang mengaransemen ulang dalam gaya funk dan disko yang bergelora. Tohpati, mantan gitaris grup Halmahera, tampaknya tahu betul tentang struktur bangunan harmoni yang sesuai dengan elan zaman.

Alih-alih menambahkan aransemen string yang kini terdevaluasi kemegahannya karena terlalu banyak digunakan secara serampangan, Tohpati memilih membubuhkan warna brass (saksofon alto dan tenor, flute, trompet, dan trombon) yang lebih bergairah. ”Saya ingin menampilkan musik yang lebih berspirit band,” kata Bontot. Hasilnya: luar biasa. Apalagi setelah refrain, Tohpati melakukan inovasi ”sinting” yang belum tentu dilakukan komposer lain: memasukkan dangdut. Lewat suara Ikke Nurjanah dan Kristina, sound-scape yang terbangun semakin tambah eksotis. Yeah....

Eksperimen yang tak kalah menarik juga dilakukan komposer Irwan Simanjuntak lewat Mandi Madu, lagu dangdut yang sudah menjadi ”klasik”. Pada lagu yang dinyanyikan Ikke dengan variasi rap dari Randy (AFI 3), Mandi Madu tak terdengar sebagai dangdut remix ”murahan” yang pernah merajalela di pertengahan tahun 1990-an. Komposisi rap ala gangsta yang diolah Ivan Saba membuat nomor ini sah mendapat julukan baru: ”dang rap”. Jika insan musik Indonesia serius menggarap pernikahan dangdut dan rap seperti ini, bukan tak mungkin hasilnya bisa sesukses musik ska yang meleburkan warna tradisional calypso Yamaika dengan jazz Amerika di akhir era 1950-an.

Harus diakui, Terbaik Bersama memang album yang cocok dengan namanya. Kecuali lagu Terpesona (Glenn-Audy) dan Salam bagi Sahabat (Albert AFI-Glenn), yang merupakan bonus karena sudah beredar di album lain, kualitas delapan lagu sisanya di album ini di atas rata-rata karena digarap dari ”dua jurusan”. Tiap lagu memiliki music director dan vocal director yang mengeksplorasi seluruh potensi penyanyi dengan tekun.

Uci Nurul, penyanyi Elfa’s Singers yang juga dikenal sebagai pelatih vokal Sherina, menunjukkan keahliannya meramu vokal penyanyi dangdut Kristina dan penyanyi cilik Ubas dari AFI junior dalam nomor melayu Bunga Nirwana ciptaan Munif Bahasoan. Vibra suara Ubas yang sangat rapat bisa ditata Uci agar tak merusak warna melayu yang banyak mengayun dalam pengucapan lafal melodi.

Amigos para Siempre (Friends for Life) merupakan contoh yang lebih problematis. Kendati Rio Febrian, Samuel AFI junior, dan Tata AFI junior yang menyanyikannya tak bisa menyaingi kemegahan versi asli lagu ini (dibawakan dengan spektakuler oleh Sarah Brightman dan Jose Carreras), register atas vokal Samuel (juara I AFI junior) yang terbiasa menyanyikan lagu-lagu ”pop serius” seperti You Raise Me Up (Josh Groban) mampu menyelamatkan keutuhan komposisi yang berciri aria ini. Lagi-lagi Uci Nurul sebagai penata vokal mampu mengimbangi aransemen Andi Rianto, yang mempercepat tempo lagu sebelum memasuki over tune, namun langsung memperlambat tempo setelah itu. Ini adalah pola yang umumnya digunakan musik progresif.

Cacat lagu ini terasa begitu memasuki bagian refrain. Bukan karena Samuel, melainkan karena tak ada vokal Rio yang seharusnya mengambil suara dua. ”Memang, sampai di studio, saya belum tahu lagu itu harus dinyanyikan pada nada dasar apa,” Rio mengaku kepada Tempo. Repotnya, saat itu Samuel sudah mengisi vokal dengan nada dasar yang lebih tinggi dari kemampuan batas rendah suara Rio. Akhirnya, bagian itu dilepas tanpa vokal Rio karena jadwal produksi yang mepet.

Kecelakaan kecil ini menunjukkan manajemen pra-produksi industri musik kita masih membutuhkan peran produser yang mampu mengatur jadwal dengan baik, sehingga artis tidak datang dalam kondisi kosong melompong tanpa ide ke studio. Untungnya, Rio mampu ”membayar” kegagalannya pada lagu Amigos lewat duetnya dengan Tia (pemenang AFI 2) di nomor Nada Kasih, yang pernah dipopulerkan Fariz R.M. dan Neno Warisman. Dengan aransemen baru, komposisi ini memberikan warna tersendiri bagi album ini.

Tantangan vokal tersulit dihadapi tiga alumni AFI: Sutha (juara AFI 3), Kia, dan Leo pada You’ve Got A Friend, nomor ciptaan Carole King yang diaransemen ulang oleh gitaris Gigi, Dewa Budjana. Setelah mulus merambah intro balada dengan panduan gitar akustik, Budjana membelokkan progresi kord dalam skala kromatik yang membuat ketiganya tergopoh-gopoh. Drum programming yang digunakan Budjana—tapi belum terlalu fasih dikuasainya—membuat vokal dan musik terasa kurang klop di beberapa bagian. Jika saja Budjana menggunakan drum akustik yang lebih adaptif ketimbang drum programming yang repetitif, hasilnya akan jauh lebih optimal.

Namun, yang menjadi pertanyaan terbesar dari line-up para vokalis ini adalah, mengapa Veri (juara AFI 1) dan Mawar (juara tiga AFI 1) tidak diikutsertakan dalam proyek ini. Tamam Hoesein, kepala sekolah AFI, menyatakan tidak ikutnya Veri lebih disebabkan oleh ”business point of view”. Bagaimanapun, kaset dan CD ini sudah cukup membuat semua generasi bergoyang. Mereka yang lahir tahun 1960-an bergoyang karena itu musik masa remajanya; mereka yang lahir tahun 1980-an berjingkrak karena itu dinyanyikan alumni AFI. Yeah.…

Akmal Nasery Basral

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus