Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata menargetkan sedikitnya ada 100 destinasi wisata di Indonesia yang pengelolaannya terdigitalisasi atau sudah mengadopsi konsep digital tourism. "Kami menargetkan tahun 2018 ini ada 100 destinasi digital di seluruh Indonesia, " ujar Staf Khusus Bidang Teknologi Informasi dan Digital Kementerian Pariwisata Samsriyono Nugroho di sela perhelatan forum MIKTA di Yogyakarta, Rabu 8 Agustus 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Samsriyono menuturkan digitalisasi pada destinasi wisata ini untuk mendukung pariwisata berkelanjutan. Perwujudan pariwiata berkelanjutan ini memuat tiga unsur utama, yakni pengelolaan yang menekankan aspek pengembangan ekonomi, lingkungan, dan komunitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MIKTA merupakan platform komunikasi lintas negara yang beranggotakan Meksiko, Indonesia, Republik Korea, Turki dan Australia yang terbentuk sejak 2013 silam. Tahun 2018 ini Indonesia menjadi negara koordinator forum itu.
Samsriyono menuturkan digitalisasi pariwisata ini meliputi beberapa tahapan kinerja. Salah satu yang mendasar adalah bagaimana mendorong terwujudnya tourism exchange. Yakni membuat semua usaha di bidang pariwisata baik yang besar maupun kecil masuk dunia digital guna membuka pasar digital.
Pen-database-an usaha pariwisata ini mutlak agar terkoneksi dengan akses global. Sebab saat ini seluruh operator digital di luar negeri yang berfokus pada pariwisata seperti Agoda, Booking.com, Expedia dan lainnya sudah memberikan pelayanan seperti reservasi langsung ke hotel atau penginapan di wilayah pelosok desa karena sudah terkoneksi digital.
Ketika sudah terkoneksi, ujar Samsriyono, yang dibutuhkan selanjutnya adalah mengekspose sedetil mungkin kekayaan khas destinasi. Misalnya, tempat kerajinan membatik, membuat makanan tradisional, trekking pegunungan, dan lokalitas lain yang mengusung ciri village tourism yang digemari wisatawan manca.
“Ekspose pada detil lokalitas ini sekaligus bertujuan mengajak warga peduli lingkungan, lokalitasnya, menjaga alamnya, sehingga target pariwisata berkelanjutan tercapai,” ujar Samsriyono.
Digital tourism ini, ujar Samsriyono menguntungkan tak hanya dari segi pasar. Namun bisa mendorong terciptanya aplikasi yang mendukung untuk menjaga kelestarian destinasi dengan melibatkan banyak elemen masyarakat. Misalnya memanfaatkan media sosial yang ada, kekurangan pada destinasi bisa cepat terlacak dan ditangani. Seperti jika ada sampah mencemari objek maka bisa segera terlacak titik lokasi dan dilaporkan pada pengelola.
Bagi pelaku usaha wisata dan pemerintah, digital tourism ini bisa menjadi big data yang berguna untuk memetakan pangsa wisatawan sesuai minat destinasi. Sehingga bisa memfokuskan pemasaran yang dilakukan.
Misalnya selama ini wisatawan Eropa dan Jepang lebih berminat menyambangi destinasi yang memiliki heritage seperti Candi Borobudur dan Prambanan. Sedangkan turis Asia lain seperti Cina lebih banyak berminat ke wilayah selatan yang banyak pantai karena pegunungan sudah ada banyak di negara asalnya.
PRIBADI WICAKSONO (Yogyakarta)