Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Provinsi Riau memiliki delapan kawasan hutan konservasi yang potensial untuk menjadi destinasi pariwisata berbasis sumber daya alam. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup telah mengoptimalkan pergeseran paradigma pemanfaatan hutan tidak lagi sebatas menjaga dan menebang kayu, melainkan juga untuk sektor pariwisata. “Intinya adalah prinsip penyelenggaraan pariwisata alam di kawasan konservasi. Konsep wisata menyesuaikan dengan bentang alam, bukan bentang alam dipaksa menyesuaikan konsep pariwisatanya,” kata Suharyono pada dialog 'Tantangan Pengembangan Pariwisata Alam di Riau' di Kota Pekanbaru, Senin 29 April 2019.
Baca: Hutan Lord of The Ring Ada di Banyuwangi, Seberapa Angker?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan ada delapan kawasan konservasi yang bisa punya potensi wisata di Provinsi Riau, antara lain adalah Taman Wisata Alam (TWA) Buluh Cina di Kabupaten Kampar, dan TWA Sungai Dumai di Kota Dumai. “Di Buluh cina tiap Sabtu-Minggu sudah digunakan untuk lokasi pre-wedding dan banyak anak-anak remaja. Di TWA Sungai Dumai yang suka trek sepeda tanah, kita punya trek 12 kilometer keliling dan tidak aspal. Ada dikembangkan rumah pohon dan permainan flying fox di sana,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga, ada potensi pariwisata minat khusus di Taman Nasional Zamrud di Kabupaten Siak. Taman nasional yang tergolong baru ditetapkan di Provinsi Riau ini tengah disusun struktur organisasinya, dan pengembangan zonasi untuk pariwisatanya didukung oleh Pemerintah Kabupaten Siak. “Taman Nasional Zamrud grand desain wisata pengembangan di sana, dan zonasi sudah selesai disana,” ujarnya.
Kemudian ada Suaka Margasatwa Tanjung Padang, Tasik Belat, Tasik Besar Serkap dan Tasik Serkap, serta terakhir Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Bukit Baling.
SM Bukit Rimbang Baling di Kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi paling memungkinkan untuk dikembangkan dibandingkan lokasi lainnya yang sangat sulit diakses. SM Rimbang Baling bisa diakses dengan kendaraan bermotor selama 2,5 jam dari Kota Pekanbaru dan melanjutkan dengan perahu kayu.
Di dalam kawasan itu sudah terdapat 12 desa yang ada di dalam kawasan dan hingga kini baru bisa diakses melalui Sungai Subayang. Ke depannya, Suharyono mengatakan sudah ada kesepakatan dari BBKSDA Riau , Pemerintah Kabupaten Kampar, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Raja Kerajaan Gunung Sahilan sebagai pemuka adat yang diakui warga setempat, untuk menjaga daerah itu.
Baca: Jokowi Perintahkan Kementerian Segera Perbaiki Data Kawasan Hutan
Sebagai balasannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengizinkan pembangunan jalan partisipatif untuk sedikit membuka keterisoliran daerah itu sekaligus mempermudah pengembangan pariwisata. Jalan selebar satu meter dan tidak diaspal itu nantinya akan dijaga oleh polisi adat dari 12 desa yang ada di sana. “Jalur intrepertasi 38 kilometer ini lebar hanya satu meter, dan tidakboleh nebang pohon dalam pembuatannya. Bukan jalan beton dan aspal, tapi paving sehingga air tetap bisa mengalir,” katanya.