DALAM keadaan Opstib tidak banyak lagi membikin ketegangan, di
Stadion Utama Senayan Jakarta muncul kejutan Explomo. Rombongan
Explosive Motoring dari Australia itu main sampai enam hari --
terakhir 21 Mei yang lalu.
Ketegangan pertama: penonton harus menunggu 30 menit lebih dari
waktu yang semestinya jam 19.00. Ketegangan kedua: pemadaman
lampu stadion secara mendadak. Lantas belum lagi orang insaf apa
yang bakal terjadi, dentuman-dentuman bak meriam membahana.
Dan kembang-kembang api membuat cemerlang stadion yang kebetulan
malam itu cuma diisi tak lebih dari 2000 orang. Dan penonton
yang sudah dirogoh kantongnya dengan tarif Rp 500 sampai Rp 3000
itu disuguhi pesta kembang api yang tentunya bukan barang aneh.
Tapi rasa terkejut rupanya memang diusahakan merambat.
Disusulkan lemudian tontonan kembang api yang digelar di
lapangan yang biasa dipakai bertanding sepakbola itu:
letupan-letupan api yang muncul dari tiang-tiang bambu yang
bertebaran. Dan, eh, letupan-letupan itu menjelmakan huruf
reklame perusahaan penerbangan dan bentuk pesawat. Disusul
sponsor dari perusahaan taxi, alat pemadam kebakaran dan
lainnya.
Di tengah perbauran canaya, satu cahaya lain berlari-lari secara
horisontal dan bila sampai pada titik tertentu kernbali berputar
ke asal datangnya. Oh, rupanya cahaya merah yang membentuk
gambar bumerang, senjata penduduk pribumi benua Kanguru itu,
muncul dari jalur-jalur kawat.
Pesta cahaya yang berlangsung sekitar 30 menit diakhiri dengan
kejutan pula. Selama 3 menit sebelum beralih ke pertunjukan
berikut, penonton diberi kebebasan bergelap-gelap. Tiga menit
itu lama, lho. Bisa dipakai pacaran --meskipun tidak bagi
rombongan Explomo sendiri. Grup 18 orang itu mengisi kesempatan
tersebut buat bersiap-siap.
Sebuah kotak raksasa setinggi 3 meter sudah mendekam di
tengah-tengah lapangan begitu lampu kembali terang. Juga susunan
drum terdiri 6 dan 10 buah, sudah rapi. Tak lama kemudian deru,
mesin sepeda motor trail berkecepatan tinggi memecah lapangan.
Berlari dengan hanya roda belakang, David membawa motornya
berkeliling. Lalu masuk lapangan hijau dan melompati drum-drum
yang disusun mendatar atau ditumpuk setinggi 1 meter.
Dengan entengnya David melompati drum-drum itu. Tapi begitu akan
melompati kotak setinggi 3 meter, tampak ia sedikit tertegun. Ia
perlu bikin ancang-ancang. Eh, taunya ini hanya akal untuk bikin
penonton tetap tegang. Sebab toh ia akhirnya bisa nangkring di
kotak itu dengan asooi. Ini diulanginya lagi tatkala akan turun:
ragu-ragu. Padahal, sialan: begitu motor dibiarkannya turun, ia
nyengir bagai kuda Australi.
Menyenggol Mobil Lain
Tapi penonton tak sempat nyengir begitu 4 Holden Torana
menderu-deru mengitari lapangan dan kemudian mendekam di tiap
sudut. Dan setelah perhatian penonton menetap pada benda-benda
itu, dengan kecepatan tinggi mobil-mobil itu seakan mau saling
menabrak. Tapi meski ada penonton yang menutupi muka dengan
kedua tangan (tentunya perempuan, ya?), jangan harap mobil-mobil
mulus itu saling tabrak.
Sebab pengemudinya, para veteran pembalap Errol Bognuda, ia
Ridel, Keith Self, Bob Morgan, ternyata bisa mengegoskan
kendaraan masing-masing jadi ormasi 2 - 2, 3 - 1 atau
bergandengan 4. Tentu tidak istimewa kalau tak dalam keadaan
rapat sekali -- nyaris saling menyerempet. Yah, meski satu mobil
sempat menyenggol temannya waktu menaiki kotak setinggi 40 cm
dan pecah lampu dengannya. Sebelumnya, mobil yang satu ini
memang sudah mogok dan sering didorong-dorong.
Adapun tontonan berikutnya berupa sepeda motor trail menerobos
kobaran api, tak perlu dibilang istimewa. Karena ternyata
motornya tersungkur dan si pengendara yang sudah dilumuri bensin
tadi berselimutkan api -- dan inilah alasan untuk memadamkannya
dengan pemadam merek tertentu.
Veteran Pembalap
Namun pertunjukan Dale Bugin Jr., 17 tahun, menghentikan
gerutuan penonton yang nyaris timbul. Si bocah ini mampu
melompati deretan 10 taxi. Padahal, menilik tampangnya sih, ia
takkan sanggup. Ternyata ia juga pura-pura buat bikin tegang.
Sebab toh anak Dale Bugin ini sudah dapat semacam pengakuan
ayahnya yang biasa melakukan acara itu. Dan begitu pertunjukan
usai sang bocah dapat keroyokan kagum dari bocah-bocah pribumi.
Begitulah, biasa.
Maka berkatalah Peter Nance: "Tidak satu pun ada trick. Semuanya
dengan ketrampilan. Berdasar latihan." Di negeri asalnya,
katanya, Explomo sih amat populer. Setiap tahunnya diadakan
pertunjukan 6 kali di 6 kota besar Australia. Pernah pula
bertandang ke Pilipina, Malaysia, misalnya. "Tak lama lagi kami
akan ke Amerika," tutur Nance kepada Said Muchsin dari TEMPO.
Menurut Ny. Lotte Mohamad, nama seorang pimpinan
penyelenggaranya, Ratu Inggeris pernah memberi Explomo surat
penghargaan. Tak heran Ny. Mohomad berusaha cari untung dengan
mendatangkan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini