PENTAS pesut (lumba-lumba air tawar) pertama di dunia telah
diresmikan di Taman Impian Ancol, Jum'at 19 Mei lalu. Di balik
kaca setebal 31 mili, tiga ekor pesut Mahakam meliak-liuk
bersama tiga penyelam puteri dan seorang penyelam putera,
menarikan cerita rakyat Kal-Tim, Pangeran Awang Tumbau.
Kadang-kadang ketiga mamalia air tawar itu berguling, berputar,
atau melejit ke permukaan air sambil menyembur. Sang pesut itu
bahkan dapat dipanggil mendekat, dibisiki, dan menjalankan apa
yang dikomando teman manusianya itu. Seolah-olah "menunjukkan
keintiman hubungan antara manusia dan hewan di dalam air," bak
kata ir Ciputra, pimpinan Ancol dalam sambutan peresmian pentas
pesut tersebut.
Eksperimen sirkus bawah air ini tak sedikit butuh pengorbanan.
Dari enam ekor lumba-lumba air tawar yang ditangkap di daerah
aliran sungai Mahakam, Kal-Tim, Oktober 1974, tiga ekor
meninggal sesampainya di Jakarta. Ini mungkin akibat "tekanan
mental dan fisik setelah pindah sejauh 1540 km dari tempat
asalnya," kata Sukiman Hendrokusumo MSc, manajer umum Pentas
Pesut Ancol kepada TEMPO.
Sebabnya pengangkutan keenam ekor pesut dari anak sungai Mahakam
ke Jakarta mustinya cuma 24 jam. Namun pesawat Dakota DC-3 yang
menerbangkan keenam pesut itu dari lapangan minyak Andil II ke
Jakarta terpaksa menginap dulu di lapangan terbang Sepinggan,
Balikpapan. Akhirnya tiga hari penuh habis untuk perjalanan itu.
Begitu lama berada di udara terbuka, tiga ekor pesut itu jadi
kering kulitnya -- dan mati.
Di luar korban itu adalah biaya. Pembangunan pentas pesut itu
(dapat menampung 350 penonton) menghabiskan biaya 167 juta
rupiah. Biaya penangkapan keenam ekor pesut (dengan risiko
kematian 50%) serta pemeliharaan dan latihannya selama 3« tahun
menelan biaya 36 juta rupiah.
Untuk apa semua itu? Keuntungan? Mungkin tidak. Harga karcisnya
berkisar antara 200 sampai 500 rupiah seorang. Biarpun tribune
pentas pesut itu tiap hari penuh terisi, baru dalam 5« tahun
modal Gelanggang Samudera Ancol itu kembali.
"Memang bukan tujuan pesut ini untuk dikomersiilkan," tukar
Tas'an, wakil manajer umum Gelanggang Samudera. Katanya lagi:
"Kta malah rugi terus."
Ia menjelaskan: Setiap pesut makan 6 sampai 8 kg ikan mas
sehari. Sekilo ikan mas harganya sekitar Rp 1000. Belum lagi
biaya tambahan untuk vitamin-vitamin. Bagi Tas'an, biaya
pemeliharaan yang begitu besar itu hanya dapat dibenarkan dari
sudut ilmu pengetahuan. Alasannya: "Orang datang ke pentas pesut
bukan cuma untuk dihibur, tapi juga untuk belajar."
Masalahnya sekarang: untuk menyelenggarakan sirkus pesut ini
secara kontinyu, stok pesut harus selalu diperbaharui. Maka Juli
depan, tim ekspedisi Gelanggang Samudera akan berangkat lagi ke
Sungai Mahakam yang sedang susut airnya, untuk menangkap 6
sampai 8 ekor pesut baru.
Apakah penangkapan baru nanti itu tak akan mengganggu
kelestarian sang pesut Mahakam? "Sudah ada izinnya, demi untuk
ilmu pengetahuan dan masyarakat," sahut Tas'an. Namun Sukiman
Hendrokusumo, lulusan Fakultas Biologi Laut Universitas
Leningrad, Uni Soviet, mengakui: "Jumlah pesut Mahakam ini sudah
sangat terbatas, sehingga sangat perlu kita lindungi dari
kepunahan."
Tim ahli Gelanggang Samudera Jaya Ancol yang sudah beberapa kali
bolak-balik ke Mahakam menghubungkan soal kelestarian pesut itu
dengan pembiakannya yang sangat lambat. Umur maksimal yang dapat
dicapai seekor pesut hanya 20 tahun. Mamalia itu dewasa antara 6
sampai 8 tahun. Hidupnya berpasang-pasangan tetap, seperti
manusia. Beranaknya juga satu-satu, setelah sang janin dikandung
di rahim induknya selama 11-13 bulan. Sang bayi pesut menyusu
sampai 18 bulan lamanya, baru dia dapat mencari makanannya
sendiri.
Melihat masa mengandung dan menyusui yang begitu lama (sampai 20
bulan), boleh jadi sepasang pesut Mahakam hanya punya turunan 4
tahun sekali. Mengingat umur produktif sang betina dewasa juga
sangat pendek, sepasang pesut itu pun mungkin hanya punya
turunan 4 - 5 ekor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini