Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Rudy Hartono: Saya Bukan Penyelundup

Rudy Hartono, yang baru secara kecil-kecilan berusaha dagang, terpaksa berurusan dengan kepala Bea Cukai tarakan. Alat-alat olah raga yang diimpornya ditahan karena tidak dilindungi dokumen impor yang lazim.(krim)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TARAKAN di Kalimantan Timur, terbukti termasuk kota penting juga bagi usaha penyelundupan. Melalui Tawao, Malaysia Timur, beberapa jenis barang diselundupkan ke sini dari Singapura. Dari mulai barang pecah belah sampai ratusan kaleng minyak goreng. Kasus penyelundupan terakhir, terjadi sekitar Januari dan Maret lalu, membuat Kepala Bea Cukai Tarakan, Sukoco, sampai harus menggebrak bawahannya sendiri. Kepala Pabeannya dipecat tidak dengan hormat. "Dia saya pecat, karena jelas membantu penyelundup dengan menjual jabatan," ujar Sukoco. Siapa penyelundupnya? Apa boleh buat, orang-orang Tarakan hampir semua sudah mengenal namanya: Rudy Hartono. Ya, itu dia bintang lapangan bulutangkis kita dan jago perebutan piala All England. Di gudang yang diawasi Bea Cukai ada sekitar 139 koli peralatan olahraga eks Taiwan, Amerika dan Inggeris. Diangkut kemari oleh Rudy Hartono -- begitu disebutkan -- dengan pesawat Air Fast dari Singapura. Petugas bea Cukai Tarakan terpaksa menahan barang-barang tersebut, dengan alasan "karena tidak dilindungi dokumen impor yang lazim." Tapi awal April lalu, ketika Kepala Bea Cukai Sukoco sedang pergi ke luar kota, Rudy berhasil mengeluarkan 111 koli barang impornya. Selebihnya, 28 koli, masih tertinggal di gudang. Karena kabarnya, Sukoco keburu kembali duduk di ruang kerjanya. Kepala Bea Cukai ini, yang segera mengetahui lolosnya barang-barang yang berada di bawah pengawasannya, pertama kali menghardik petugas di pos pencegahan penyelundupan. Yang dihardik mengelak. Dia bilang hanya melaksanahan tugas belaka. Tugas itu berasal dari Kepala Pabean, Marjoko, yang memintanya agar barang milik Rudy dikeluarkan saja dari gudang. Dengan sepucuk pernyataan yang ditandatangani di atas meterai, Marjoko merasa bertanggungjawab: "Mengenai surat menyurat 139 koli barang yang belum beres merupakan tanggungjawab saya." Tapi ketika Sukoco kemudian meminta pertanggungjawabannya, Marjoko tak bisa berkutik. Padahal Rudy telah terlanjur memasarkan alat-alat olahraga yang diimpornya. Tak heran kalau hal itu membuat Sukoco sampai harus menggebrak meja dan mendepak bawahannya itu. Sumber TEMPO menyatakan, pihak Kedutaan Besar RI di Singapura sebenarnya semula sudah merasa enggan memberikan izin bagi Rudy membawa barang impornya sebelum beres semua dokumen yang diperlukan. Tapi berhubung berbagai alasan yang diajukan Rudy cukup masuk akal -- antara lain katanya segala sesuatu akan dibereskan di tanah air, alat-alat itu sangat diperlukan oleh olahragawan kita, sampai disebut-sebut pula soal persiapan menghadapi SEA Games -- segala sesuatunya untuk sementara dianggap beres. Tentu juga berdasarkan kepercayaan atas nama baik sang juara. Juga disebut-sebut, ada oknum Bea Cukai Surabaya yang diajak Rudy untuk ikut serta membujuk Sukoco bahkan kabarnya, sudah sampai ke usaha penyogokan segala. Sukoco berkeras menolak bekerja sama semacam itu. Rudy Hartono Kurniawan membantah. Dia tak pernah merasa berusaha di bidang smokel. Sejah Januari sampai Maret, ia memang ada mengimpor alat-alat olahraga. Betul, jumlahnya 139 koli. Tapi, katanya, hal itu dilakukan secara terang-terangan. "Saya buka LC, membuat invoice dan saya juga membayar bea masuk -- semuanya beres!" katanya. Untuk 111 koli yang dikeluarkannya dari gudang, katanya lagi, sudah dibereskan bea masuknya sekitar Rp 23 juta. Sisanya, 28 koli yang bea masuknya sekitar Rp 7 juta, memang belum dibereskan. Sebab, keburu "ada desas-desus" yang merugikan nama baiknya. Desas-Desus Menurut Rudy, memang sementara ini ada orang yang tak menyenanginya dan membuat desas-desus buruk. "Soal kecil yang dibesar-besarkan saja." Buat memperoleh untung cuma Rp 2-3 juta saja, "saya tak akan gegabah berspekulasi." Sebelum memasukkan alat-alat olahraga itu, katanya, ia telah mencari tahu ke sana ke mari apa yang harus ia lakukan. "Saya disuruh tambah bea masuk, saya sudah bayar. Saya disuruh tambah bayar lagi, waktu mengeluarkan barang, juga sudah saya lakukan." Bahkan, apa yang disebutnya sebagai bea-bea tambahan itu, tak kurang dari 50% dari seluruh bea masuk yang semestinya. Rudy, selain aktif muncul dan bersuara untuk iklan susu dan baterai, rupanya juga sudah mulai faham soal alat-alat olahraga. Dia sengaja memasukkan barangnya melalui Tarakan. "Kan tak ada kewajiban harus melalui Jakarta?" Dari Tarakan baginya mudah memasarkan ke daerah lain. Di beberapa pelabuhan singgah ia dapat langsung mendrop barangnya. Benarkah alat-alat olahraga yang diimpornya itu untuk keperluan SEA Games? Katanya tidak betul. "Kalau punya surat untuk keperluan SEA Games, saya tentu akan lebih aman." Dia bilang, "usaha dagang ini baru kecil-kecilan saja." Jika begitu dapat diharap suatu ketika Rudy akan menjadi pedagang besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus