Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah pertunjukan gado-gado di sebuah gedung teater baru. Kolaborasi N. Riantiarno dengan sejumlah seniman lain dengan konsep hiburan. Syahdan, sang Anoman sedang gundah. Sang kera putih bertanya kepada ibunda Dewi Anjani, siapa gerangan ayahnya. Namun, pertanyaan itu tak terjawab. Ia mengembara ke Amerika, Perancis, Cina, India, dan Indonesia, serta bertemu dengan jagoan komik berbagai bangsa: Gundala Putera Petir, Cat Woman, Robocop dan Kstaria Baja Hitam tetapi tak kunjung menemui jawaban. Anoman naik darah hingga matahari itu dilahapnya. Ibunda Anjani datang menasehati; ayahanda Batara Guru segera mengakui. Demikian kisah drama musikal Opera Anoman karya N. Riantiarno, sebuah epos dari Ramayana yang disajikan sepanjang 72 menit. Inilah lakon pertama produksi Teater Tanah Airku sebuah nama bagi gedung pertunjukan baru milik pengusaha Youk Tanzil yang berlokasi di kawasan Taman Mini Indonesia Indah.
Opera Anoman ini merupakan pertunjukan perdana sepanjang tiga bulan yang merupakan sebuah hasil kolaborasi "eklektik", artinya pengelola menggunakan ramuan campursari untuk mengisi teaternya yang menggunakan lampu serta teknologi laser video projector itu. Lihatlah nama-nama, dramawan N. Riantiarno, penata musik pop Addie M.S., musikus Djaduk Ferianto dan penata tari Sentot Sudiarto.
Dengan kolaborasi gado-gado macam begitu, tentu kita bukan mengharapkan sebuah pertunjukan "serius" seperti, katakanlah yang disajikan di Taman Ismail Marzuki atau Teater Utan Kayu. Namun, dengan tata suara berkekuatan satu megawatt serta tata cahaya yang bagus, ternyata perhatian penonton langsung terampas sejak menit pertama. Proyektor video yang dimiliki teater juga menjadi nilai tambah. Peralatan ini sangat membantu membangun imajinasi penonton, terutama saat adegan para kera menari-nari di atas awan. Belum lagi ada berbagai nama-nama pop yang mengisi suara tokoh, misalnya penyanyi Gito Rollies, Titi D.J., Dewi Gita, Memes, serta Gatot Soenyoto yang menjadi dubber (pengisi suara).
Gedung Teater dengan Teknologi Laser
Dengan lahirnya gedung yang dilengkapi peralatan canggih ini, maka terwujudlah impian seniman panggung Indonesia. Maklum, selama ini para seniman itu minder karena Indonesia seolah luput dari peta pementasan kelas dunia. Memang biasanya lakon semacam Phantom of the Opera, Miss Saigon, dan Les Miserables, setelah dimainkan di Singapura biasanya langsung melompat ke Australia.
Adalah Youk Tanzil yang mengakomodasi impian ini. Untuk merealisir impian itu, Youk sampai melanglang buana ke Australia segala untuk melihat-lihat berbagai bentuk gedung teater. Selain berhasil merangkul para seniman, Youk berhasil menggandeng Taman Mini Indonesia Indah dan Indosat. Taman Mini menyediakan lahan, sedangkan Indosat mengucurkan dana. Hebatnya, pembangunan gedung itu diselesaikan dalam rentang waktu yang relatif singkat, yaitu dari Oktober 1997 sampai April 1998. Untuk pengelolaan Teater Tanah Air itu, kongsi tersebut membentuk PT Yasawirya Tama Cipta. Meski tak bersedia menyebutkan biaya pembangunan teater itu, ongkos produksi yang dikeluarkan untuk pertunjukan sekitar Rp500 juta, yang belum termasuk gaji bulanan para pemain yang terdiri dari 60 orang.
Panggung yang panjangnya 16 meter dan lebar 12 meter ini juga berhasil dimaksimalkan oleh para pemain. Yang menarik, gerak tari pemain tidak terbatas pada satu gaya saja. Sentot Sudiarto, sebagai penata tari, mengopyok unsur tari berbagai daerah, misalnya tari Sumatera Barat, Bali, joget India dan disko modern menjadi satu. Hasilnya, gerakan tari dan nyanyi yang dilakukan secara lipsync terlihat rapi. "Saya sangat beruntung karena pemainnya telah berlatih serius selama sembilan bulan," kata N. Riantiarno, sutradara sekaligus penulis naskah lakon.
Sekalipun secara keseluruhan pementasan ini lumayan bagus, insiden-insiden kecil tetap terjadi. Yang paling mencolok adalah pada bagian akhir, ketika untuk terbang pemeran lain memasangkan kait pada kaki Anoman. Pemasangan itu terlalu tampak sehingga mengganggu kemulusan pertunjukan.
Kesulitan Awal Kolaborasi
Proses penggarapan Anoman juga tidak semulus jalan tol. Menurut Riantiarno, kesulitan utama yang dialami saat penggarapan adalah cara memadukan banyaknya bahan. Selain itu ia juga mengaku belum berpengalaman dengan urusan teknologi pementasan. Kondisi yang serupa juga menimpa Addie M.S. yang dipercaya untuk menggarap musik Anoman yang bergaya orkestra. Addie yang memiliki latar belakang musik klasik, semula merasa gamang ketika harus memasukkan unsur musik tradisional dalam garapannya. Maklum, selama ini ia hanya kenal gamelan lewat rekaman. Maka ia mengajukan nama Djaduk Ferianto sebagai pendamping. "Ternyata setelah dua dunia ini mendapati titik temu, kami sama-sama excited dan ide baru bermunculan," ujar Addie.
Adapun kesulitan para pemain yang memiliki latar belakang seni tari adalah persoalan menghafal naskah. "Kami juga tidak bisa melanggar batasan alunan nada agar tidak salah posisi," ujar Bhimawan, pemeran Anoman yang sebelumnya bergabung di grup Wayang Orang Bharata.
Namun, segala kemewahan itu memang belum tentu menjanjikan sebuah kesuksesan mutu maupun finansial. Kita lihat saja apakah pada masa krisis moneter ini, penonton Indonesia bersedia mengeluarkan uang Rp40.000 untuk satu tiket menonton Anoman bertemu dengan Gundala di pelosok Jakarta sana.
(Yusi A. Pareanom dan Mustafa Ismail.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo