Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Kisah Masjid Cikoneng: Belanda Tembaki Orang Salat, Tiada Korban

Berangkat dari sejarah dan ciri khasnya, masyarakat berharap pemerintah Provinsi Banten menjadikan Masjid Cikoneng sebagai bangunan cagar budaya.

19 Mei 2020 | 22.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masjid Cikoneng yang berlokasi di Kampung Manungtung Desa Cilaban Bulan, Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang yang dibangun sekitar tahun 1840-an sebagai pusat syiar Islam di Provinsi Banten. Foto: Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masjid Cikoneng di Kampung Manungtung, Desa Cilaban Bulan, Kecamatan Menes, Kabupatan Pandeglang, menjadi saksi sejarah kekejaman masa penjajahan Belanda. Masjid yang dibangun sekitar tahun 1840-an itu adalah salah satu pusat syiar agama Islam di Provinsi Banten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid atau DKM Masjid Cikoneng, Abdul Hakim menceritakan saat penjajah Belanda menembaki jamaah yang sedang melaksanakan salat Jumat di masjid itu. "Waktu itu tahun 1948 saat agresi kedua, Belanda sedang mencari ulama yang memberontak melawan penjajah," kata Abdul Hakim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seketika mendengar suara tembakan, jemaah salat Jumat langsung berlari menyelamatkan diri. Tak ada korban jiwa dan luka dalam peristiwa itu.

Seorang warga Kampung Manungtung, Cecep Sumarna, 80 tahun, ada di dalam barisan jamaah yang salat Jumat tadi. Cecep yang saat itu masih kecil turut menyelamatkan diri saat mendengar suara tembakan dan melihat jamaah lainnya berlarian.

Setelah ditelusuri, menurut dia, pasukan Belanda menembaki jamaah di Masjid Cikoneng karena ada yang membocorkan informasi kalau ada ulama yang melakukan perlawanan secara diam-diam. "Ini tempat bersejarah. Masjid ini sudah ada sejak kami belum lahir," kata dia.

Abdul Hakim melanjutkan, Masjid Cikoneng banyak dikunjungi jamaah dari berbagai daerah di Provinsi Banten. Saat ini, kondisinya masih utuh seperti dulu, baik mimbar, empat tiang penyangga dari kayu nangka, juga ruangan depan untuk musyawarah. Termasuk beduk dan tongtong untuk memanggil salat yang telah berusia ratusan tahun, masih berfungsi.

Beberapa fasilitas di Masjid Cikoneng yang telah diperbaiki antara lain tempat wudu yang semula tembok, kini sudah dipasangi keramik. Interior Masjid Cikoneng hampir sama dengan Masjid Banten, Caringin dan Demak, Jawa Tengah. Sebagian besar masjid yang dijadikan sentra penyebaran agama Islam memiliki empat pilar kayu dan jendela terbuka.

Berangkat dari sejarah dan ciri khasnya, Abdul Hakim berharap pemerintah Provinsi Banten menjadikan Masjid Cikoneng sebagai bangunan cagar budaya. "Masjid ini adalah saksi penyebaran Islam di Banten," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus