BODONG sehari-hari mencari nafkah sebagai sopir truk. Awal Desember lalu ia mendadak kejang-kejang. Penduduk Imogiri~ Yogya, ini lantas (benar) meninggal dunia. Ia s~ock mendengar Dewi Roro Amiyati, Dewi Anjani, d~an Garnis akan diperkosa ka~wanan perampok. Aneh, memang. Sebab, yang ia cemaskan itu adalah tokoh-tokoh khayal dalam serial Saur Sepuh yang sangat beken. Dan Bodong rupanya salah seorang di antara penggemar drama radio itu. Cerita silat pribumi karya Nicky Kosasih yang dimainkan "Sanggar Cerita" itu mengambil setting zaman Kerajaan Pajajaran. Direkam Haravana Record untuk mempromosikan produk PT Kalbe Farma, sejak pertengahan 1985 hingga 1987, sudah 16 kisah seri itu diudarakan lewat 43 radio amatir di seluruh Indonesia. Menurut Darwin A. Gozali, manajer produksi perusahaan obat-obatan itu, penggarapannya menghabiskan Rp 4 milyar. Setiap episode berisi 60 seri -- masing-masing dengan masa putar 30 menit. Dan Bodong meninggal selagi seri ke-16 berjudul Titisan Darah Biru belum . selesai masa putarnya. Alkisah, ada seorang raja agung binatara yang juga sekaligus pendekar digdaya tanpa tanding dari Kerajaan Madangkara -- sahabat Kerajaan Pajajaran. Ia dikenal dengan nama Brama Kumbara. Bersama adiknya Dewi Mantili, ia malang-melintang di rimba persilatan, membasmi angkara murka. Di awal pengembaraan, mereka terlibat Perang Paregreg di Majapahit. Brama Kumbara -- yang diperankan Ferry Fadli -- berhasil menyelamatkan takhta Ratu Suhita, yang diguncang pemberontak Menak Jingga alias Bhre Wirabhumi, Bupati Blambangan. Dan ia memperoleh julukan Satria Madangkara, sebutan yang jadi judul episode pertama Saur Sepuh. Jago bilangan dari Parahyangan itu memang sakti luar biasa. Selain terampil dalam kanuragan (bela diri) ia juga unggul dalam ilmu kadigdayan yang mengandalkan kekuatan batin. Ajian Sera~ Jiw~a dan Lampah-Lumpuh, misalnya, merupakan dua kadigdayan yang tak ada duanya di kolong jagat ini. Dan barang siapa terkena, niscaya ia rebah tak berdaya. Bahkan jika ajian itu dilontarkan, alam sekeliling pun guncang, pohon-pohon berderak bagai disapu prahara. Brama, pendekar berbudi pekerti luhur itu, welas asih, santun, tampan, berwibawa, bijaksana, penuh pengertian. Pokoknya, serba lengkap. Sebagai raja ia sangat adil. Sementara itu, Dewi Mantili, yang diperankan Elly Ermawati, si pendekar wanita nan molek. Tubuhnya kecil dan kepalan tangannya mungil, tetapi kesaktiannya hiiyaaat senyali "golongan hitam". Pantaslah ia disebut Pedang Setan -- yang juga nama di antara pusakanya: Pedang Setan, sejolinya Pedan~ Perak. Walau ia tak memiliki ajian, gerakan silatnya yang lincah, trengginas -- sekaligus ganas membuat musuhnya kalang-kabut. Dan sekali waktu ia berhadapan dengan Lasmini, pendekar wanita Gunung Lawu dalam episode Mutiara dari T~mur, yang kesaktiannya hampir setara dengan Brama. Wanita ini memiliki tiga ajian sekaligus - Serat Jiwa, Waringin Sungsang, dan Lampah-Lumpuh. Ia bahkan mampu menggabung ketiganya menjadi ajian Cipta De~wa. Mantili mula-mula tumbang, hingga menderita luka dalam. Itulah episode yang paling menegangkan. Seminggu ia sakit. Untunglah, Brama, kakaknya, berhasil mengobati dan mengajarkan anti-cipta Dew~a, jurus dahsyat yang disebut Jurus Srigunting 1. Tak disangka, tak dinyana, cerita yang semula diniatkan sebagai alat promosi dagang itu kini justru jadi masyhur. Semula, sasaran Kalbe Farma hanya Jawa Barat. Sebuah tim dibentuk untuk membuat acara yang menarik guna mendukung promosi obat flu Procold. Mengingat masyarakat Jawa Barat menggemari dongeng -- terutama yang berkaitan dengan Kerajaan Pajajaran -- diputuskanlah menggarap Saur Sepuh. Dalam bahasa Sunda, saur berarti "petuah" dan sepuh itu "orang tua". Ketika seri pertama diudarakan, alhamdulillah, segera mendapat sambutan luar biasa. Karena itulah Kalbe Farma dan Haravana Record memutuskan menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Dan sukses. Anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, selalu setia mengikuti perjalanan Brama Kumbara dan Dewi Mantili. Demam Saur Sepuh berjangkit hampir di semua daerah. Terbukti dengan membanjirnya surat-surat simpati ke radio-radio swasta niaga yang mengudarakan "Petuah Orang Tua" itu. Radio Retjo Buntung, Yogyakarta, misalnya, kedatangan 25.000 surat setiap tahun. Dalam acara jumpa artis Saur Sepuh yang hadir bahkan puluhan ribu. Di Banyumas, September 1987 lalu, 60.000 massa menyambut kedatangan Brama Kumbara dan Mantili. "Lebih dari 30 kota di seluruh Indonesia mengundang dan telah kami datangi. Dan menurut panitia penyelenggaranya di hampir setiap daerah, belum pernah ada artis yang disambut demikian meriah," kata Elly pada TEMPO. Pekan lalu, Radio Retjo Buntung mengundang Elly. Jalan Jagalan, Yogyakarta, sepanjang 500 meter di depan studio radio itu dijejali kurang lebih 5.000 fans. Pengunjung berteriak-teriak mengelu-elukan kedatangan Elly Ermawati yang sedikit terlambat. Sedianya ia harus tiba pukul 09:00 di panggung seluas 3 x 4 meter yang didirikan di depan studio itu. Tapi berhubung jalan macet, Mantili baru tiba satu jam kemudian. Dan kisah tragis meninggalnya Bodong, sopir truk yang tadi itu, agaknya bisa dijadikan gambaran nyata betapa besar kecintaan masyarakat pada tokoh-tokoh serial Saur Sepuh. Di lain pihak, sukses sandiwara radio ini rupanya menggoda para produsen obat lain untuk menggarap cerita-cerita sejarah berbau silat sebagai alat promosi. Di awal 1987, misalnya, muncul Bende Mataram, Selasih, dan baru-baru ini Api di Bukit Menoreh. Dan sukses itu pula yang menggelitik Kalbe Farma dan Haravana Record tak hentihentinya menyajikan Saur Sepuh. Tapi dalam episode lanjutan, Titisan Darah Biru, Brama tak bermain lagi. Diceritakan ia sudah meninggal lantaran sudah gaek. Brengng, tamat. Sementara itu, Ferry Fadli, pemerannya, mengakhiri hubungan dengan Kalbe Farma. Tak begitu jelas sebabnya. Si Mantili? Dikisahkan mengundurkan diri dari rimba persilatan, hidup sebagai pertapa di sebuah gunung. Ia kadang-kadang saja muncul. Ke mana Elly Ermawati? Ia sibuk dengan Mantili Bernyanyi, judul kaset lagu-lagu pop yang mendompleng ketenaran Saur Sepuh. Kini yang jadi jagoan adalah Raden Bentar, putra Brama yang mewarisi watak ayahnya. Ada pula Paksi Jaladara, putra Mantili, Dewi Anjani, dan Garnis. Meski tanpa Brama dan Mantili -- diduga karena tak ada persesuaian paham dengan sang produsen Saur Sepuh tetap digemari. Lantaran minat orang sudah menggebu, bisa diduga jika ada produsen film yang mau menangguk kesempatan cari untung. Beberapa produsen film dari Semarang, Surabaya, dan Jakarta kini mengincar Saur. "Sudah 11 produsen yang minta," ujar Darwin. Tapi pilihan Kalbe Farma dan Haravana Record jatuh pada Kanta Film, Jakarta, yang katanya berpengalaman menggarap cerita-cerita silat seperti Malaikat Bayangan, Siluman Sungai Ular, dan Kelabang Seribu. Skenario dan penyutradaraan digarap oleh Imam Tantowi -- yang pernah melayarputihkan novel Ronggeng dari Desa Paruk karya Ahmad Tohari. Adegan dalam ruangan akan berlangsung di bilangan Kalideres dan Cengkareng. Sedang adegan luar, seperti perang, direncanakan di Pulau Sumba. Cerita yang berjudul Satria Madangkara ini akan disajikan kolosal, mengikutsertakan 100 pemeran dan sekitar 2.000 figuran termasuk para penunggang kuda dari Sumba. Film ini, menurut pihak produsennya, juga diperkuat oleh optical effect, suatu teknik menciptakan kilat buatan, dan front projection -- teknik untuk memperbesar obyek. Biayanya juga meriah. Menurut perkalian Darwin A. Gozali, lebih dari Rp 1 milyar. Dan itu ditanggung oleh Kalbe Farma dan Haravana Record. Kendati rencana memfilmkan sandiwara kegemaran rakyat banyak ini, dalam beberapa seri, sudah disusun rapi, persiapan ke lapangan rupanya belum sepenuhnya tuntas. Sejumlah pemeran utamanya masih diburu-buru, dan belum ketemu semuanya. Semula, Imam Tantowi mencalonkan Barry Prima dan Advent Bangun, tetapi berubah lagi. "Saya akan mencari pemain-pemain baru yang lebih sesuai dengan sosok orang Sunda," katanya. Adakah propaganda obat-obatan juga bakal muncul di film? Entahlah. Yang jelas, Imam Tantowi akan menggarapnya sedemikian rupa, hingga film itu benar-benar khas dan berwatak Sunda. Barry Prima memang berparas indo. Dan Advent Bangun barangkali mendekati Batak. Namun, Imam Tantowi kini lagi tengok sana-sini, mencari pemeran utama yang berprofil Sunda. Barangkali Andalah seorang di antaranya? Priyono B. Sumbogo, Tri B. Soekarno, Rustam F. Mandayun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini