Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Masjid Agung Sumenep, Masjid Tua yang Selalu Dipenuhi Jamaah

Penziarah menjadikan Masjid Agung Sumenep yang dibangun 1779-1787 ini sebagai bagian dari wisata religi selama di Pulau Madura.

15 Juni 2018 | 19.00 WIB

-Halaman Masjid Sumenep, Madura ditanam pohon sawo dan pohon tanjung  sebagai penghias utama.  Konon kedua pohon itu mempunyai makna filosifis : Salat lima waktu janganlah ditinggalkan, sebagai tanda menjunjung tinggi agama Allah. Tempo/Rully Kesuma
Perbesar
-Halaman Masjid Sumenep, Madura ditanam pohon sawo dan pohon tanjung sebagai penghias utama. Konon kedua pohon itu mempunyai makna filosifis : Salat lima waktu janganlah ditinggalkan, sebagai tanda menjunjung tinggi agama Allah. Tempo/Rully Kesuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sumenep, Madura, bisa menjadi pilihan libur Lebaran bila Anda mudik ke Jawa Timur. Jaraknya sekitar 175 kilometer dari Surabaya, atau bisa ditempuh dengan berkendara selama 4 jam. Terkenal dengan sejarah Kesultanan Sumenep, di kota  banyak peninggalan bersejarah yang menarik untuk disinggahi. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Salah satu adalah Masjid Agung Sumenep. Dibangun pada 1779-1787, dulu dikenal sebagai Masjid Jamik Sumenep. Kini menjadi Masjid Agung Sumenep.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dibangun oleh pihak keraton sebagai  tempat ibadah keluarga Kesultanan Sumenep. Lokasinya tepat di depan alun-alun, dan tak jauh juga dari keraton.

Di halaman, ada dua pohon yang menyebar keteduhan, yakni pohon sawo dan tanjung. Keduanya mengandung filosofi tersendiri. Potongan makna dari nama dua pohon itu digabungkan dan menyiratkan pesan: Salat lima waktu jangan ditinggalkan, sebagai tanda menjunjung tinggi agama Allah.

Masjid Agung Sumenep merupakan salah satu ikon di Pulau Madura. Dibangun Pada pemerintahan Panembahan Somala dan dibangun setelah pembangunan Kompleks Keraton Sumenep yang diarsiteki oleh Lauw Piango. Tempo/Rully Kesuma

Gerbang putih dengan polesan keemasan di bagian depan langsung menyedot perhatian. Siang itu orang-orang berduyun-duyun melewatinya.

Gapuranya berupa atap bersusun yang kental dengan budaya Tiongkok. Arsitektur salah satu masjid tertua di negeri ini memang memadukan beragam budaya; Cina, Eropa, Jawa, dan Madura. Arsitekturnya berdarah Tionghoa, yaitu Lauw Piango.

Sebagai kota yang menjadi tujuan wisata religi, penziarah dari berbagai daerah terus berdatangan. Masjid tua ini pun selalu disinggahi pengunjung,  seperti yang saya lihat di suatu siang dalam kunjungan ke Sumenep. Tak hanya warga Sumenep yg berbondong-bondong datang ketika azan dikumandangkan. Penziarah pun menyempatkan singgah untuk menunaikan ibadah. 

Tak mengherankan masjid selalu dipenuhi jamaah. Termasuk bagian salat untuk kaum perempuan yang berada di sisi kiri. Di bagian dalam, ada mihrab dan mimbar ganda dengan detail yang unik. Selain juga pilar-pilar besar di bagian tengah. 

 RITA NARISWARI

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus