Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendorong tren wisata berkualitas atau quality tourism lebih digencarkan memasuki tahun 2025, dibanding wisata berbasis jumlah kunjungan atau mass tourism.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pelaku pariwisata dari berbagai sektor usaha diajak bergerak ke arah pariwisata berkualitas, sehingga pariwisata benar benar berdampak pada peningkatan perekonomian warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang kunjungan wisata ke Yogyakarta luar biasa, namun setelah pandemi Covid-19 usai, seharusnya trennya sudah bergeser dari mass tourism ke quality tourism," ujar Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata DIY Anita Verawati di hadapan ratusan pegiat wisata yang tergabung dalam forum Pelaku Wisata Jogja (PWJ) di Yogyakarta, Rabu 15 Januari 2025.
Anita pun membeberkan, wisata berkualitas targetnya bukan lagi sekaledar peningkatan kunjungan. Namun lebih membidik lama tinggal atau length of stay dan uang yang dibelanjakan atau spending money wisatawan yang datang. "Sebab musim liburan atau tidak, Yogyakarta tetap ramai kunjungan, namun apa lantas punya dampak pada perekonomian?" kata Anita.
Ia pun mendorong, kalangan pelaku pariwisata di Yogyakarta mulai berkolaborasi agar bisa membuat para wisatawan tinggal lebih lama dan berbelanja lebih banyak. Salah satu jurus ampuh yang bisa menahan wisatawan tinggal lebih lama di Yogyakarta, kata Anita, tak lain dengan inovasi. Baik inovasi pada paket wisata maupun event yang diselenggarakan.
"Misalnya saja, ketika dalam suatu paket wisata, wisatawan diajak mengunjungi toko batik, ia tidak hanya ditawarkan membeli batik saja namun diajak mengikuti kelas membatik sekalian," kata dia.
Dalam paket wisata itu juga bisa dikembangkan agenda kunjungan yang lebih variatif. Tidak menyasar tempat yang selalu jadi langganan namun juga tujuan tujuan baru yang menawarkan pengalaman baru bagi wisatawan.
Tentu saja, kata Anita, hal ini butuh kerjasama antar pelaku wisata. Seperti dari kalangan perhotelan, biro perjalanan, pengelola destinasi, pegiat sentra kerajinan, dan pihak terkait lainnya. "Kami harap para pelaku wisata di Yogyakarta masing masing mempunyai produk yang bisa mendorong wisatawan tinggal lebih lama," kata dia.
Ketua Forum Pelaku Wisata Jogja Dipo Wirodimedjo menuturkan pergeseran paradigma pariwisata Yogyakarta dari mass tourism menuju quality tourism menjadi hal tak terelakkan saat ini. "Untuk menuju quality tourism ini, kalangan pelaku wisata memang perlu memiliki paradigma baru, agar bisa meng-upgrade setiap layanannya," kata dia.
Dipo menuturkan, forum yang beranggotakan 533 pelaku wisata dari berbagai sektor seperti rental kendaraan, hotel, travel agent, restoran, spa, destinasi wisata, juga paguyuban transportasi tradisional itu, selama ini intens mengikuti berbagai pelatihan. Namun ia mengakui, mewujudkan wisata berkualitas yang menitikberatkan pada lama tinggal dan uang yang dibelanjakan wisatawan butuh proses.
Salah satu tantangan yang dihadapi industri pariwisata saat ini tak lain daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya stabil. Dipo berkaca pada fenomena tren kunjungan wisatawan yang tinggi sepanjang 2024 lalu, namun dampak ekonominya kurang terasa. "Situasinya cukup sulit sektor pariwisata saat ini, perekonomian turun ketika banyak PHK (pemutusan hubungan kerja) di mana-mana, itu pasti berpengaruh," kata dia..