Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masih belum terlalu sore, bahkan sinar mentari masih terasa terik ketika saya memasuki sebuah homestay di Jalan Raya Rantung Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Konon, dari restoran yang berada di bagian belakang homestay inilah, wisatawan bisa menikmati senja indah di Pantai Rantung. Jadi lah setelah siang menyusuri pantai di sepanjang Jalan Sekongkang hingga Jalan Rantung, saya kembali sore hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cukup mudah menemukan pantai ini, karena setelah jalan panjang nan sepi, tiba-tiba ada beberapa homestay. Rupanya ada pantai ada di balik akomodasi yang sederhana tersebut. Bila siang hari, saya langsung menerobos menuju pantai sebelum deretan homestay ini, sore hari saya langsung masuk ke Rantung Beach Bar & Restaurant.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagian depan yang berada di tepi jalan utama adalah kamar-kamar, di bagian belakang baru saya temukan restoran yang terbuka dan pemandangan laut lepas. Pantai Tropical di ujung kiri menyambung dengan Pantai Rantung yang dikenal juga sebagai Pantai Yoyo, karena mempunyai ombak yang mengggulung seperti yoyo. Itulah ombak yang diburu peselancar dari berbagai negara.
Tepat di depan Pantai Tropical, ada sebuah hotel yang terbilang bagus. Tentunya bagi para peselancar yang memiliki uang lebih dan ingin menikmati kamar yang lebih nyaman. Nomad Tropical Surf Resort, namanya. Hotel menghadap ke laut dengan halaman nan hijau dan dipasang pula beberapa kursi-kursi. Ada juga kolam renang buat yang bosan main di laut. Tepat di belakang akomodasi ini ada Bandar Udara Sekongkang. Jadi untuk mencapainya, bisa melalui jalan di depan bandara tersebut.
Pantai Rantung atau Pantai Yoyo yang banyak diburu para peselancar dari mancanegara di Sumbawa Barat. TEMPO/Rita Nariswari
Sore semakin sedikit peselancar yang berkeliaran di pantai maupun di di tengah laut. Berbeda ketika siang saya datang, para pemburu ombak terus berdatangan, terutama ke sisi paling ujung dari Pantai Rantung. Dari Amerika Selatan hingga Jepang, dengan senyum yang terus mengembang sembari. Umumnya mengendarai sepeda motor untuk mencapai pantai-pantai ini.
Terik mentari masih terasa mengigit meski sebentar lagi sore tiba. Pasir pantai masih terasa panas, ada sepasang turis asing, sang perempuan asal Argetina dan pria dari Prancis. Keduanya peselancar yang selama dua minggu berkeliling Bali, Lombok, dan Sumbawa. Mereka mengaku jatuh cinta pada Sumbawa yang tenang, natural, dan tentunya ada gulungan ombak yang menggoda.
Tak sabar menunggu surya turun saya memilih duduk manis di Rantung Beach Bar & Restaurant, menyantap makan siang yang tertunda sembari berharap langit mulai berubah gelap. Sepiring nasi goreng dan es jeruk habis, langit mulai teduh. Saatnya saya benar-benar menikmati pantai, kaki pun mengenal pasir yang berbeda-beda, dari butiran besar, kemudian masuk pasir yang halus.
Baca Juga:
Kaki terus melangkah menuju ke dekat karang di tengah laut. Maklum di pantaiya, terlihat ombak lebih tenang. Dari sebuah homestay, terdengar gelak tawa bercampur suara musik lumayan keras. Saatnya para peselancar bercengkarama dengan musik dan kawan, setelah mengulung ombak sepanjang siang.
Perjalanan berat karena kaki terus terbenam di pasir, akhirnya muncul juga warna kuning, merah di langit. Sang Surya pun menyemburkan keindahan di Pantai Rantung. Senyum pun tak tertahan untuk terus mengembang.