Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Mengenal Busana Masyarakat Papua: Sali, Yokal, Koteka, dan Aksesori Pemantik Api

Ketahui busana tradisional masyarakat Papua. Ada sali, yokal, macam-macam koteka beserta aksesorinya yang bisa menjadi korek api.

26 Desember 2020 | 12.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jika para pria yang tinggal di pegunungan tengah Papua memiliki pakaian tradisional bernama koteka, perempuan Papua juga punya busana tradisional seperti rok. Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan, pakaian bawahan tradisional perempuan Papua ini disebut sali atau yokal, tergantung siapa yang mengenakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sali adalah rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis," kata Hari Suroto kepada Tempo, Sabtu 26 Desember 2020. Sali biasanya dipakai oleh perempuan yang belum menikah. Sedangkan wanita yang sudah menikah mengenakan yokal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sali atau yokal ini dikenakan dalam acara adat atau festival budaya dan saat beraktivitas sehari-hari. Sekarang, sebagian perempuan Papua mengenakan rok modern yang mereka beli di pasar. Sementara koteka memiliki makna dan fungsi yang lebih beragam dari sekadar busana tradisional.

Hari Suroto menjelaskan, koteka memiliki bentuk yang berbeda tergantung dari mana pemakainya berasal. Suku Dani misalkan, memakai koteka yang lebih kecil, sementara Suku Yali memakai koteka panjang dan ramping yang diikat pada pinggang menggunakan sabuk rotan. Ada pula Suku Lani yang memakai koteka lebih besar dan pendek.

Masyarakat Suku Yali melengkapi koteka dengan tali rotan yang dililitkan ke badan. Bahan koteka Suku Yali adalah buah labu panjang yang dikosongkan isinya kemudian dikeringkan dengan dijemur di atas perapian. Setelah kering, labu tersebut dipasang di atas kemaluan pria, lalu diikat dengan tali rotan halus dan dililitkan ke pinggang hingga perut.

Devio Basten Tekege gunakan koteka ketika berada dalam ruang kuliah - (Devio For Jubi)/Teras.id

Banyaknya lingkaran tali rotan di perut menunjukkan tingkat keberanian dan status seorang pria Suku Yali. Sebab, menurut Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih, rotan hanya tumbuh di luar daerah Suku Yali. Dan masyarakat Suku Yali menganggap rotan hanya tumbuh di daerah musuh, sehingga harus menempuh risiko untuk mendapatkannya.

Bagi Suku Yali, lingkaran tali rotan dan koteka juga bukan sekadar pakaian dan perhiasan. Ada manfaat lain, yakni untuk membuat api. Para pria dari Suku Yali membuat api dengan menggunakan sebuah tali rotan yang melilit di pinggangnya sebagai korek api.

Caranya, ambil seutas tali rotan dengan panjang sekitar 60 sentimeter. Lilitkan tali rotan itu pada sepotong kayu yang diletakkan di atas tanah dan dikelilingi rumput serta dahan kering. Lalu, lelaki itu berdiri dengan masing-masing kaki menginjak ujung kayu.

Dengan tangan, pria Suku Yali akan menarik tali rotan yang dililitkan tadi dengan cepat, naik turun bergesekan dengan kayu hingga keluar asap dan api mulai menyala. Jika tali rotan terputus, artinya api sudah muncul dan membakar tali tersebut. Setelah itu, tutup sumber api di kayu tadi dengan rumput dan pria tersebut akan meniup sampai api membesar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus