Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Mengenal Keunikan dan Sejarah Chuseok Thanksgiving Ala Korea

Secara historis, Chuseok telah dirayakan oleh masyarakat Korea selama berabad-abad.

17 September 2024 | 13.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tahun, Korea Selatan merayakan salah satu hari besar terpenting dalam kalender mereka, yakni Chuseok, yang juga dikenal sebagai Hangawi. Tradisi ini sering kali disebut sebagai "Thanksgiving Korea" oleh dunia Barat karena memiliki makna yang serupa dengan Thanksgiving yang dirayakan di Amerika Serikat, yakni ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan keberkahan keluarga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada tahun 2024, Chuseok dirayakan dari tanggal 16 hingga 18 September. Selama tiga hari tersebut, seluruh pelosok Korea akan dipenuhi oleh perayaan penuh makna, kebersamaan keluarga, dan tradisi yang berakar kuat dalam budaya bangsa.

Sejarah dan asal usul Chuseok

Secara historis, Chuseok telah dirayakan oleh masyarakat Korea selama berabad-abad. Tradisi ini bermula pada masa Kerajaan Silla, sekitar abad pertama masehi, ketika rakyat merayakan keberhasilan panen setelah bekerja keras sepanjang tahun. Dalam sejarahnya, Chuseok juga dikenal sebagai waktu bagi masyarakat untuk memperingati leluhur mereka, mengekspresikan rasa terima kasih kepada para dewa atas hasil bumi yang melimpah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu legenda yang menyertai asal usul Chuseok adalah tentang sebuah kompetisi tenun kain yang diadakan oleh Raja Silla. Dua kelompok perempuan berlomba-lomba selama satu bulan untuk menghasilkan kain terbaik, dan di akhir periode, kelompok yang kalah harus menyuguhkan hidangan lezat kepada kelompok pemenang. Sebagai penanda berakhirnya musim tanam, perayaan ini tumbuh menjadi lebih besar dan berkembang menjadi tradisi nasional yang melibatkan seluruh elemen masyarakat Korea.

Tradisi dan ritual yang dilakukan

Chuseok adalah momen bagi keluarga Korea untuk kembali ke kampung halaman dan berkumpul bersama. Salah satu ritual paling penting yang dilakukan selama Chuseok adalah charye, yakni upacara penghormatan kepada leluhur. Dalam upacara ini, keluarga menghidangkan makanan kepada arwah leluhur mereka sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur. Makanan-makanan tersebut ditata dengan rapi di meja persembahan, dan biasanya terdiri dari buah-buahan, daging, dan berbagai jenis makanan tradisional yang melambangkan hasil bumi.

Selain charye, ada juga tradisi ziarah ke makam leluhur yang disebut seongmyo. Selama seongmyo, keluarga membersihkan makam leluhur, merapikan batu nisan, dan meletakkan persembahan makanan di atasnya. Ziarah ini tidak hanya menjadi bentuk penghormatan kepada leluhur, tetapi juga cara untuk mempererat ikatan keluarga melalui kebersamaan dalam menjaga tradisi turun-temurun.

Salah satu aspek budaya yang sangat unik dari Chuseok adalah permainan dan tarian tradisional yang dilakukan untuk memeriahkan suasana. Salah satu yang paling terkenal adalah ganggangsullae, tarian melingkar yang dilakukan oleh perempuan di bawah sinar bulan purnama. Tarian ini tidak hanya melambangkan kesuburan dan harapan akan panen yang lebih baik di masa depan, tetapi juga menciptakan suasana kebersamaan yang penuh kegembiraan.

Makanan khas yang dihidangkan

Selain ritual dan budaya, Chuseok juga identik dengan berbagai hidangan khas yang hanya muncul selama perayaan ini. Salah satu makanan yang paling populer adalah songpyeon, kue beras yang diisi dengan berbagai macam isian seperti kacang merah, biji wijen, atau kacang-kacangan. Songpyeon memiliki bentuk setengah lingkaran yang melambangkan bulan sabit, sebagai simbol harapan dan keberuntungan.

Pembuatan songpyeon biasanya melibatkan seluruh anggota keluarga. Mereka akan bersama-sama membuat kue beras ini, yang diyakini membawa keberuntungan bagi mereka yang membuatnya dengan hati yang tulus. Selain songpyeon, hidangan lain yang umum disajikan adalah jeon atau pancake gurih yang terbuat dari sayuran, daging, atau ikan yang dicelupkan dalam adonan tepung sebelum digoreng.

Hidangan lainnya yang juga populer di meja Chuseok adalah galbijjim, iga sapi yang dimasak dengan saus kedelai, bawang putih, dan jahe, serta tteokguk, sup kue beras yang dipercaya membawa keberuntungan dan umur panjang. Makanan-makanan ini, selain lezat, memiliki makna simbolis dalam kehidupan masyarakat Korea yang sangat menjunjung tinggi tradisi dan keberkahan.

Keunikan dan esensi Chuseok

Keunikan Chuseok tidak hanya terletak pada berbagai ritual dan makanan tradisionalnya, tetapi juga pada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Perayaan ini merupakan momen di mana masyarakat Korea mempererat hubungan dengan keluarga, merayakan kebersamaan, dan mengekspresikan rasa syukur atas berkat yang telah diberikan selama setahun terakhir. Ini adalah waktu untuk mengingat asal-usul, menghormati leluhur, dan berharap keberuntungan di masa mendatang.

Tidak seperti hari-hari besar lainnya, Chuseok mengajarkan pentingnya hubungan antar-generasi, menghargai tradisi, dan memahami betapa berharganya kehidupan keluarga. Momen ini memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk merenung, menyadari pentingnya kebersamaan, dan berbagi keberkahan dengan orang-orang terdekat.

Dengan segala keunikan dan kedalamannya, Chuseok bukan hanya sekadar perayaan panen atau sekumpulan tradisi kuno, melainkan cerminan dari identitas dan budaya bangsa Korea yang sangat kaya. Di tahun 2024, perayaan ini akan kembali mengingatkan kita betapa pentingnya keluarga, leluhur, dan tanah tempat kita berasal.

PUTRI ANI | 10MAG | 90DAYKOREAN

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus