Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Keraton Puro Pakualaman Yogyakarta menyebut dari empat jenis motif batik khas Yogyakarta, ada satu jenis motif batik yang nyaris punah atau hilang karena hampir tak ada lagi pengrajin yang menekuninya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Namanya batik nitik, motif asli Yogya ini nyaris punah karena pembatik yang mau mengerjakan motif ini sudah jarang sekali,” ujar pemerhati batik yang juga permaisuri Raja Puro Pakualam X, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam, Kamis, 22 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Batik nitik merupakan salah satu motif tersulit dalam dunia batik tulis. Dengan ciri dominan berupa titik-titik di seluruh bagian. Karena menggambarnya dengan cara membentuk titik-titik inilah proses pengerjaan motif nitik memakan waktu paling lama dibanding motif lain. Saat ini, bahkan, di pusat pengrajin batik tulis Wukirsari Imogiri Bantul Yogya, pengrajin yang menekuni atau memproduksi batik nitik bisa dihitung jari.
Akibat proses pengerjaan tersulit dan terlama ini tak heran jika di pasaran harga motif nitik ini terbilang paling mahal dibanding motif lain. Yang masuk dalam motif batik nitik ini antara lain motif cakar ayam dan truntung.
Paku Alam menuturkan di Yogyakarta secara umum dikenal memiliki empat jenis motif batik besar. Pertama, tentu saja motif parang yang amat populer dan diciptakan Keraton Yogyakarta. Salah satu motif parang yang terkenal dan dianggap sakral dari Keraton yakni parang barong yang hanya boleh dikenakan oleh raja.
Ada ratusan turunan motif parang, mulai jenis parang ceplok, parang seling, rujak sente, dan udan liris. Motif batik khas Yogya yang kedua yakni semenan. Turunan jenis motif semenan ini seperti sidomukti dan wahyu tumurun. Motif batik Yogya ketiga yakni ceplok, yang ditandai dengan dominasi bentuk kotak-kotak. Dan motif terakhir adalah nitik yang dinilai hampir punah.
Paku Alam menilai motif batik khas Yogya ini belakangan kurang dikenal di rumahnya sendiri, Yogyakarta. Sebab di sentra-sentra cinderamata atau penjualan batik yang marak di Yogya, motif khas Yogya sendiri juga sangat sedikit.
Dari pengamatan yang pernah dilakukan Pura Pakualaman ke Pasar Beringharjo yang selama ini menjadi sentra penjual batik misalnya, motif batik khas Yogya hanya ada 30 persen. Sisanya dikuasai batik khas Solo, Pekalongan, Madura, dan daerah lain.
Untuk mengenalkan kembali motif batik khas Yogya itulah, Keraton dan Puro Pakualaman kini mempersiapkan pameran batik kolaborasi yang akan digelar di Taman Pintar Yogyakarta pada 26 Februari-4 Maret 2018.
Dalam pameran yang dilakukan bertepatan dengan perayaan Hadeging Nagari Ngayogyakarta (peringatan berdirinya Kota Yogyakarta) ke 271 itu, Keraton Yogya akan menampilkan 14 koleksi batik dan Puro Pakualaman sebanyak 12 koleksi batik.
PRIBADI WICAKSONO