Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Museum Santa Maria: Kisah Nama Suster pada Sendok dan Garpu (2)

Menjelang Natal, tempo.co, mengulas destinasi terkait penyebaran ajaran Nasrani, salah satunya Museum Santa Maria yang berkisah Ordo Santa Ursula.

20 Desember 2019 | 14.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemandu Thomas Aji membuka pintu ruangan di Museum Santa Maria. Sebuah meja panjang bagai perjamuan makan bersama berada di antara area terbuka. "Ini ruang makan para suster, dinamai Dinning Room," katanya saat TEMPO berkunjung ke Museum Santa Maria, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Desember 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila membandingkan dengan meja makan biasa hampir tak berbeda. Piring piring, cangkir, sendok, garpu ditata rapi. Seluruh peranti itu ditempeli penomoran kode pengarsipan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun area ini mengandung cerita kedatangan tujuh orang suster dari Sittard, Belanda ke Batavia pada 1856, "Waktu pertama kali datang, tujuh suster menggunakan area ini sebagai ruang makan," tuturnya.

Pada 1856 sampai kurun sebelum kemerdekaan Indonesia, Batavia mewilayahi Ordo Santa Ursula di Asia-Pasifik. Kisah mereka diabadikan dalam Museum Santa Maria, yang dibuka pada 2011. Bangunan museum ini menempati gedung biara yang sudah ada sejak tahun 1856, masa kali pertama kedatangan para suster Ursulin -- Ordo Santa Ursula ke Nusantara.

Dinning Room di Museum Santa Maria, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Desember 2019. TEMPO/Bram Setiawan

Kedatangan tujuh suster itu juga membawa kebiasaan. "Nama suster diukir pada garpu dan sendok," ucap Aji. Bila mengamati meja makan ini, hampir semua sendok dan garpu terdapat ukiran nama atau inisial. Pengunjung pun bisa mengamati berbagai keunikan bentuk sendok dan garpu itu.

Aji menjelaskan, sendok dan garpu yang dipahat nama suster itu, terus menjadi kebiasaan. Para suster lain pun melanjutkan kebiasaan itu. Tradisi memahat nama pada sendok dan garpu bukan sekadar menandai nama pemilik. Tapi juga dipengaruhi masa tertentu, ketika terjadi wabah penyakit, "Biar enggak menular pakai punya sendiri," katanya.

Menurut Aji kebiasaan itu dimaknai pula mengenai tanggung jawab. "Apa yang dimiliki, itu yang dirawat," ucap Aji.

Sendok dan garpu yang dipahat nama-nama suster pemiliknya. Foto: @museumsantamaria

Perubahan kebiasaan mengukir nama pada sendok dan garpu pun tak lagi diteruskan. Waktu itu pada 1950-an. Biara telah memiliki meja makan yang dilengkapi laci untuk menyimpan perlengkapan bersantap milik masing-masing suster.

"Saat ini kami masih meneliti lagi piring, sendok, garpu untuk memastikan (peninggalan) dari tahun berapa saja," katanya.

BRAM SETIAWAN

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus