DI lembah Anai kereta-api tua dengan rel bergigi itu masih
terdengar mendengus-dengus. Loko tua itu bukan menarik gerbong
melainkan mendorongnya. Tetapi rupanya inipun sudah cukup
menarik bagi pendatang-pendatang, apalagi nun di bawah itu
sebuah sungai yang berdelta dan berair mancur sayup-sayup
dikelambui hutan. Hutan cagar alam inilah sekarang yang sedang
disiapkan untuk menjadi hutan pariwisata, seperti dilaporkan
gubernur Harun Zain kepada DPRD Propinsi Sumatera Barat belum
lama ini. Dan ini tidak terlalu aneh. Sebab begitu impian
tentang pabrik kertas di bagian ini gagal,
bangunan-bangunannya-pun menjelma menjadi bungalow yang "all
in", sekaligus dikenal dengan nama yang meniru-niru, yaitu Riung
Gunung.
Bagaimana mengoles wajah Anai sehingga lebih memikat? Walaupun
peserta PATA tahun depan belum mungkin turut menikmatinya secara
komplit, tetapi sebuah taman sekarang sedang disiapkan di
delta-delta itu. H. Basir Sulaiman, dari PT Dymens Raya yang
rupanya mendapat berkah membenahi lembah ini, pernah
mengungkapkan rencananya pula untuk membuat taman margasatwa
spesifik Minangkabau di kawasan ini. Dengan binatang khusus itu
maksudnya tentulah kera, kijang, harimau dan berbagai jenis
burung. Inipun belum seluruhnya, sebab menurut rancangan sang
haji akan dibuat pula beberapa bungalow yang tentu pula
berpredikat spesifik Minang, setidak-tidaknya kalau dilihat dari
kejauhan.
Kusir pedati. Jadi kapan Anai ini selesai? Nazar Siddin SH dari
Bapparda Sum-Bar tidak menjanjikan waktu yang tepat, sebab
memang pelaksanaannya "dilakukan pelan-pelan saia". Namun tak
diragukan lagi bahwa begitu hotel yang sedang dibangun PT Dymens
di Bukittinggi rampung akhir tahun ini, Ha ji Basir akan mulai
menggerakkan tangan-tangannya di lembah tadi. Menurut penuturan
Nazar, sudah dapat dipastikan biaya untuk semua itu sudah
tersedia dan diduga meliputi jumlah ratusan juta.
Ada atau tidak hotel dan bungalow di lembah itu kelak. sejak
dahulu di sini sudah digunakan para kusir pedati untuk tempat
melepas lelah. Beberapa buah lepau dekat air mancur sudah lama
ada dan tidak jarang dipakai kusir-kusir tadi sebagai penginapan
pula. Iringan pedati yang memhawa kelapa dari daerah Pariaman ke
Padang Panjang -- dan bila kembali membawa kapur -- merupakan
pemandangan yang tetap menarik sampai hari ini. Lebih dari itu
adalah bunyi genta roda gerobak saling bersahutan bila
pedati-pedati itu sedang berada di tanjakan Singgalang Kering.
Tingkah suara yang terbata-bata begini, konon selalu memantulkan
rangkaian irama tersendiri bagi para pendengarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini