Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Perang Topat Wujud Keharmonisan Antar Umat Beragama di Lombok

Perang Topat dan Pujawali berlangsung di tengah hujan, di Lingsar Lombok Barat, pada Ahad, 15 Desember 2024.

16 Desember 2024 | 17.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perang Topat digar di Pura Lingsar, Lombok Barat, NTB, Ahad 15 Desember 2024. Dok. Diskominfotik NTB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Mataram - Perang Topat dan Pujawali berlangsung di tengah hujan, di Pura Lingsar Lombok Barat, pada Ahad, 15 Desember 2024. Tradisi ini merupakan salah satu wujud keharmonisan antar suku Sasak yang mayoritas beragama Islam dan suku Bali yang beragama Hindu di pulau Lombok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjabat Bupati Lombok Barat Ilham mengatakan tradisi Perang Topat dan Pujawali ini merupakan event tahunan yang diselenggarakan di Pura Lingsar. Diawali dengan ritual Kemaliq di pura Lingsar, kemudian antara umat muslim dan Hindu melakukan tradisi saling lempar ketupat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tradisi saling lempar ketupat ini sebagai perwujudan toleransi dan pluralisme yang hidup terjaga ditengah-tengah masyarakat, dan sebagai bentuk ucapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Sekaligus bagian dari upacara pujawali menggunakan sajian berupa ketupat," kata penjabat Bupati Lombok Barat Ilham.

Perang Topat digar di Pura Lingsar, Lombok Barat, NTB, Ahad 15 Desember 2024. Dok. Diskominfotik NTB

Kemaliq adalah sebuah komplek bangunan yang terdapat masjid sekaligus mata air di dalamnya. Komplek ini ini juga menjadi simbol kerukunan, bahwa umat yang berbeda agama bisa hidup berdampingan dan tetap menjalankan tuntunan agamanya tanpa mempengaruhi satu sama lain.

Ilham mengajak masyarakat untuk menjaga dan melestarikan budaya agar tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat sehingga kerukunan dan kedamaian terus berlanjut hingga di masa mendatang.

Perang Topat digar di Pura Lingsar, Lombok Barat, NTB, Ahad 15 Desember 2024. Dok. Diskominfotik NTB

Pj Gubernur NTB Hasanudin yang pertama kali menyaksikan ritual tersebut, ikut merasakan suasana harmoni dalam keberagaman lingkungan yang baik. Tradisi ini merupakan titipan dari para pendahulu. Namun sebagai tanggung jawab moral harus terus dilanjutkan kepada generasi muda selanjutnya. 

"Ini semua secara implementasi sudah kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya. Mari kita senantiasa bergembira bersukaria karena ini juga bagian dari peringatan HUT NTB ke-66," ucapnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus