Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bunyi benturan tongkat rotan menghantam perisai membuat beberapa penonton berteriak saat menyaksikan peresean di Desa Sade, Lombok Tengah, Minggu, 18 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dahulu peresean ini adalah cara untuk menyeleksi ketangkasan prajurit," kata Thalib, 38 tahun, warga Desa Sade yang juga pemandu wisata setempat. Kini, Tari Amaq Temenges itu menjadi atraksi yang mendebarkan bagi wisatawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum pementasan adu ketangkasan itu dihelat, TEMPO disambut bebunyian gendang beleq, alat musik tradsional Suku Sasak yang dimainkan berkelompok. Bunyi tetabuhan itu menjadi semacam sambutan bagi para wisatawan yang berkunjung ke Desa Sade.
Tak lama muncul dua orang pemuda di hadapan para pengunjung, mereka adalah petarung yang akan mempertunjukkan peresean. Petarung itu bergerak menjaga jarak, kemudian saling menyerang. Mereka masing-masing menggenggam rotan dan perisai, yang dibuat dari kulit kerbau atau disebut ende.
Saat saling menghantamkan tongkat para petarung ini juga menjaga pertahanan menggunakan perisai. Pertarungan peresean ini juga memiliki jeda sejenak, semacam ronde, ada wasit yang memantau pertarungan ini.
Setelah peresean rampung ditampilkan, terdengar gelak penonton saat seorang pria yang wajahnya didandani warna putih serta ada bercak merah berbentuk bundar di pipinya. Adapun oreng atau alur antara bibir dan hidung diwarnai putih dengan garis yang tebal. Ada pula ornamen warna merah dengan garis hitam di dagunya. Inilah pentas Tari Amaq Temenges yang ditampilkan setelah peresean.
"Itu semacam tarian yang menghibur," ucap Thalib. Tarian itu dipentaskan oleh satu orang. Saat pentas beberapa kali ia bergerak mendekati penonton, kemudian menari dengan gerakan yang cepat.
Suasana di Desa Sade, Lombok tengah. Pengunjung sedang berjalan-jalan di sekitar rumah warga setempat. Minggu (18/8). TEMPO/Bram Setiawan