Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Sali Kecil, Pulau Makam Keramat yang Keindahannya Tak Kalah dari Raja Ampat

Pulau Sali Kecil di Maluku Utara memiliki keindahan alam yang luar biasa dan leluhur dari kerajaan Tidore.

27 Oktober 2020 | 10.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana di Pulau Sali Kecil di Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Selatan. TEMPO | Nur Alfiyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Maluku Utara - Di salah satu sudut Maluku Utara, ada sebuah pulau bernama Sali Kecil. Dinamakan Kecil karena memang ukurannya mini. Menurut warga Desa Sali Kecil, Ibrahim Nasir, Anda hanya butuh waktu sekitar 2 jam berjalan kaki untuk mengelilingi seluruh tepi pulau ini. Namun keindahan pulau mini ini tak kalah dari pulau-pulau di Raja Ampat, Papua Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sali Kecil berada di Kabupaten Halmahera Selatan. Saya datang bersama tim Ekspedisi Maluku dari Yayasan EcoNusa yang hadir di sini untuk membantu masyarakat mencegah penularan Covid-19. Mereka memberikan edukasi kesehatan, pemeriksaan kesehatan, dan memberikan bantuan seperti masker.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kami mendarat di dermaga kampung satu jam sebelum matahari tegak di atas kepala, Senin, 26 Oktober 2020. Angin yang tenang membuat pemandangan di bawah dermaga berlantai kayu itu tampak jelas.

Ada gugusan terumbu karang beragam warna dan rupa, juga bintang laut berwarna biru dan ungu. Ikan beraneka warna dari yang berukuran sejari kelingking sampai selebar telapak tangan terlihat hilir mudik di sana. Menurut Ibrahim, banyak wisatawan yang datang untuk snorkeling di pulau ini.

Persis di belakang bibir pantai itu, penduduk Sali Kecil mendirikan rumah. Kebanyakan rumah mereka berdinding kayu, yang lain menggunakan dinding semen dengan atap seng. Mayoritas Warga Sali Kecil berprofesi sebagai nelayan, sisanya menjadi petani kebun dengan hasil utama kopra.

Suasana di Pulau Sali Kecil di Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Selatan. TEMPO | Nur Alfiyah

Sebagian lahan di belakang kampung itu dijadikan kebun oleh penduduk. Sebagian lain tetap dipertahankan sebagai hutan. Burung seperti elang, rangkong terlihat beberapa kali berputar-putar di hutan tersebut. "Di sini juga banyak rusa, mereka biasa turun ke laut untuk minum. Masyarakat tidak pernah menghitung jumlahnya, tapi mungkin ada ratusan," ujar Ibrahim.

Menurut tokoh masyarakat Sali Kecil, Hamid Baca, Sali berasal dari kata ‘saleh’. Nenek moyang mereka berasal dari kerajaan Tidore. Konon, moyang dari Tidore tersebut tinggal di Sali setelah sebelumnya bersepakat dengan leluhur yang berasal dari suku Tobelo yang sudah lebih dulu tinggal di sana.

Sementara leluhur dari suku Tobelo berpindah ke pulau lain, leluhur dari Tidore tersebut mendiami kampung dan beranak-pinak di sana. "Sekarang masyarakat yang tinggal di sini sudah bermacam-macam, ada yang dari Buton, Tobelo Galela, dan Ambon," katanya.

Leluhur dari Tidore dimakamkan di tengah perkampungan itu. Tempo berkesempatan mengunjungi makam yang berdekatan dengan masjid kampung tersebut. Area kuburan itu dipagari tembok putih. Makamnya berada di tengah terlindung oleh bangunan yang beratap anyaman daun kelapa. Di dalamnya, ada lima makam bernisan batu dan bertabur daun pandan.

Persis di depan makam tersebut, ada dua tiang penyangga dari kayu. Yang satu berukir ular sedang memakan binatang berkaki empat, lainnya berukir buaya yang juga memakan binatang berkaki empat.

Menurut penjaga makam, Muhammad Tahir Iskandar Alam, ular dan buaya itu melambangkan penjaga Pulau Sali Kecil. Binatang yang dimakan oleh ular itu adalah babi, sedangkan buayanya memakan anjing. "Tidak pernah ada babi atau anjing yang berkeliaran di sekitar sini," ujarnya.

Tahir mengatakan makam tersebut dikeramatkan oleh masyarakat. Banyak orang yang datang menziarahi kuburan tersebut. Mereka berasal dari Kerajaan Bacan dan Kerajaan Tidore. "Banyak juga orang dari Jakarta, orang yang berpangkat bintang, berdoa di sini," katanya.

Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus